Sikap masyarakat kapitalis VS Islam menghadapi bencana

By : Ciwanti

Merebaknya kasus wabah corona di Indonesia tidak dapat dipungkiri membuat beberapa orang mengalami pembelian panik atau panic buying. Ketua pusat krisis UI Dicky Palupessy mengungkapkan perilaku membeli barang secara berlebihan dalam satu waktu atau panic buying di tengah merebaknya wabah virus corona (covid 19) didasari oleh kecemasan yang tinggi. Kata dia, hal itu merupakan gejala perilaku setiap manusia yang memang dikaji dalam displin ilmu psikologi.

“merebaknya virus corona mengakibatkan kita kehilangan sense of control,” kata Dicky saat konferensi pers di kantor BNPB, Jakarta, Minggu (22/3). “dalam kondisi kehilangan sense of control, maka membeli secara belebihan itu mekanisme psikologis,” sambung dia. Mengatasi hal tersebut, Dicky memberikan sejumlah tips agar masyarakat tidak perlu melakukan panic buying. Pertama, saran dia, membuat pikiran tetap berada di atas tingkat kecemasan. “Dalam arti berupaya mengatasi dan mengendalikan kecemasan. Serta hanya bertindak berdasarkan informasi resmi dan benar,” jelasnya. Pemerintah, kata dia, juga harus menyediakan bukti sosial konkret berupa persediaan logistik yang tersedia. Hal itu agar masyarakat merasa yakin dan tidak perlu membeli secara berlebihan.

Di samping itu, Dicky juga mengusulkan transparasi pemerintah dalam hal penanganan virus corona (covid 19). Cara kedua, perlu di cegah menularnya kekhwatiran sosial atau massal. Untuk itu, perlu adanya kita sebut bukti sosial yang menunjukkan bahwa tidak terjadi perilaku panic buying,” jelasnya. Dicky menambahkan, pemerintah juga mengeluarkan imbauan bagi pelaku usaha ritel agar meratakan distribusi dan tidak menaikan harga. 

“Saya berharap tindak tegas kepada oknum yang menimbun pasokan barang yang memicu kenaikan harga,” tambah dia. Dilansir dari kompas.com. Sama halnya dengan negara lain seperti negara Inggris, sebuah video yang berisikan para pembeli telah mengosongkan seluruh rak daganga di supermarket. Lalu bagaimana menurut Islam? pada dasarnya, hukum asal berbelanja dalam jumlah banyak adalah mubah aslias boleh. Akan tetapi dalam kondisi tertentu, belanja borongan sebaiknya dihindari. Misalnya ketika ketersediaan barang dan pangan terbatas. 

Begitu pula dengan panic buying, fenomena belanja dalam jumlah besar karena takut ini sebenarnya bisa merugikan. Sebab, perputaran stok barang menjadi tidak stabil dan penyebarannya tidak merata. Orang lain yang membutuhkan akan kesulitan menemukan barang yang dicari karena barang tersebut sudah diborong oleh sebagian yang lain. Sebetulnya, pemerintah Indonesia telah menyatakan bahwa stok pangan aman, sehingga masyarakat tidak perlu kahwatir dan cemas. 

Panic buying justru dikhwatirkan bisa menyebabkan harga pangan melonjak terlebih ketika kondisi tersebut diperkeruh oknum yang memonopoli harga. Selain itu, perlu diingat pula bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah peribadi sederhana. Nabi tak pernah menyimpan sesuatu untuk dirinya sendiri hingga esok hari. Anas bin Malik meriwayatkan; “sesungguhnya Nabi SAW tidak pernah menyimpan sesuatu untuk esok hari”. (HR. Ibnu Hibban)Meskipun demikian, dalam hadis lainnya disebutkan bahwa Rasulullah juga pernah menyimpan stok makanan untuk keluarganya selama setahun. Dari Umar, ia berkata: “sesungguhnya Nabi SAW menjual pohon kurma Bani Nadir dan meyinmpan makanan untuk persediaan selama setahun bagi keluarganya.” (HR. Bukhari).

Dalam Insan Kamil, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Makki menyebutkan, Nabi memang tidak pernah menyimpan makanan untuk dirinya sendiri. Sementara hadis yang diriwayatkan Umar di atas lebih menunjukkan bahwa Nabi menyimpan makanan sebagai bagian dari tanggung jawab nafkah kepada keluarganya. Itu pun, dilakukan Nabi saat kondisi pangan di daerahnya melimpah dan stabil. Ada syarat yang membolehkan seseorang menyetok barang atau makanan dalam jumlah banyak. Dalam Fathul Mun’im bin Syarhi Shahih Muslim, kebanyakan ulama menyatakan kebolehan menyimpan bahan makanan untuk diri sendiri maupun untuk orang lain asalkan dalam kondisi banyak dan lapang. Akan tetapi, jika dalam keadaan sulit dan darurat, menyetok barang dan bahan makanan dalam jumlah banyak tidak diperbolehkan.

Post a Comment

Previous Post Next Post