Oleh; Mia Fitriah Elkarimah
Pemerintah Kota Bekasi akhirnya resmi memperpanjang masa belajar dari rumah (Home Learning) hingga 14 April 2020. Keputusan perpanjangan masa belajar dari rumah itu sebagai imbas pencegahan penyebaran wabah corona di masa darurat penanganan Covid-19.
Kegiatan belajar mengajar secara online pun semakin lihai tidak seperti 2 Minggu awal, terlihat kaku.
Belajar metode daring
perlahan demi perlahan membangun komunikasi yang lebih intens antara guru dengan orang tua siswa. Karena guru sangat butuh peran serta mereka.
Orang tua di masa pandemik ini bukan hanya fasilitator, atau motivator, tapi
representator dari guru sekolah. Orang tua jadi ikut memonitor tugas anak, menerapkan rutinitas sekolah, seperti shalat dhuha, tahsin, hafalan surat-surat pendek dan pelaksanaan salat dzuhur.
Mungkin ini saatnya orang tua mengambil alih peran guru dan sekolah yang sementara harus ditunda.
Mungkin saatnya dimana pembentukan dasar pendidikan di dalam keluarga lebih ditingkatkan, peletakan pondasi lebih dikuatkan, karena pendidikan yang pertama dan utama adalah diperoleh anak dari keluarga.
Sudah hampir tiga minggu, peran guru sekolah dibantu orang tua, walaupun begitu, tugas guru terkait beberapa perangkat pembelajaran tetap saja ada, penilaian harian (PH) harus siap dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi anak.
Jadi status ini gagal faham.
"Anak Sekolah Libur Panjang, Enak Dong Pada Guru Gaji Buta"
Gagal faham tentang guru, gagal faham tentang kondisi sekarang, diksi libur itu salah, tapi "belajar dirumah". Guru juga begitu. Tidak mengajar di sekolah, tetapi mengajar di rumah. ini Tentunya dengan pembelajaran secara daring.
Satu kali posting, hitungan menit, komentar datang tiada henti. semua insan atas nama guru berkomentar. Mereka menghujat.
Akhirnya Klarifikasi dan minta maaf sudah dilayangkan oleh empu nya facebook.
Berapa banyak kisah para guru yg dibawah yang dikaitkan dengan standar kesejahteraan.
misal saja Kisah Saepudin yang diberitakan detikcom, Jumat (29/11/2019) apakah tidak miris, gaji hanya Rp 100 ribu, akhirnya harus mengais rizki diluar, sebagai penjual balon untuk menambal kubutuhan dapur.
Gaji guru PNS, mungkin terbilang cukup, tapi bagaimana dengan swasta yang tergantung pada status dan kualitas sekolahnya. Bagaimana dengan guru honorer yang sudah menjadi rahasia umum yang kadang gajinya tidak realistis.
Saat ini, Indonesia sedang membutuhkan semangat bersama, bukan butuh nyinyir, gotong-royong segenap komponen bangsa dalam penanganan wabah ini. Semangat untuk mengikuti arahan opsi lockdown, social distancing dan jaga kebersihan. Bukan pula wabah ini dikaitkan dengan kelas sosial.
"Kemudian yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar, dan yang miskin melindungi kaya agar tidak menularkan penyakitnya," jelas juru bicara pemerintah untuk penanganan kasus COVID-19 Achmad Yurianto (detiknews.com 27/3).
Lagi-lagi kita butuh dengan klarifikasi seperti yang diberitakan dari situs detiknews.com
Achmad Yurianto pun mengaku tidak bermaksud merendahkan masyarakat miskin. (27/3).
Semangat gotong royong itu sekarang menjadi aksi bukan hanya sekedar basa basi, banyak diantara kita yang sudah memberikan sumbangsih dalam menghadapi wabah ini, yang sudah melakukan movement untuk penuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Tingkatkan rasa tolong-menolong pada sesama, bagi yang mapan menolong yang sedang bersusah-payah bertahan di tengah gempuran corona.
Post a Comment