Oleh : Nurlinda
Pemerhati Sosial
Pemerintah dan DPR terus membahas Rancangan Udang-undang Cipta Kerja yang disusun dengan metode omnibus. Hanya dua partai yang menyatakan menolak melanjutkan pembahasan. Sedangkan sisanya dengan berbagai alasan, memilih sebaliknya.
Sebenarnya sejak dari awal dirancang oleh pemerintah, RUU Cilaka ini telah mendapat penolakan tegas dari masyarakat, terutama di kalangan buruh. Peraturan itu dianggap menghapus banyak hak-hak buruh yang terdapat dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun pihak yang lebih banyak didengar sekaligus diakomodasi kepentingannya adalah penguasa.
Namun penolakan pun semakin menguat karena pembahasan peraturan ini ternyata masih dilanjutkan saat pandemik COVID-19. Sedangkan ratusan masyarakat telah meninggal kerena virus yang belum ditemukan obatnya. Bukan hanya masayarakat yang menjadi korbannya akan tetapi banyak juga para medis yang merupakan garda terdepan untuk menangani virus tersebut. Akan tetapi itu tidak mampu membuka mata para penguasa untuk segera menangani COVID-19 tersebut. Malah mereka disibukkan dengan membahas RUU cilaka.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ketua Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos, satu-satunya alasan DPR dan pemerintah tetap membahas peraturan ini karena mereka “tuli dan Buta” karena sejak awal masyarakat menolak. (tirto.id, 16/4/2020).
Ketimbang membahas RUU cilaka. Seharusnya penanganan pandemik adalah yang harus di prioritaskan untuk saat ini. Karena penanganan pandemik belum bisa dikatakan sudah maksimal karena data masih amburadul, jumlah alat pelindung diri untuk petugas medis masih serbah kurang, dan para pekerja juga banyak yang di PHK, sampai respon yang buruk masyarakat terhadap jenazah COVID-19.
Menurut menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelasakan kenapa RUU Cilaka tetap harus dibahas saat ini. Ia mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 awalnya berada diangka 5,3 persen, tapi setelah pandemik direvisi menjadi 2,3 persen untuk skenario berat dan minus 0,4 persen untuk skenario sangat berat. Selain itu, angka kemiskinan dan pengangguran pun diprediksi meningkat pasca pandemic. Sehingga RUU Cilaka, menurutnya, adalah jalan keluar untuk mengatasi seluruh masalah itu pasca pandemik.
Kemudian Pakar Hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zinal Arifin Mochtar menilai cara berfikir demikian itu keliru. Pasalnya, RUU Cilaka dususun ketika situasi kondisi ekonomi yang masih normal. Sementara saat ini kondisi dalam keadaan ada wabah. (tirto.id)
Namun apabilah pembahasan RUU Cilaka ini terus dilanjutkan sedangkan banyak kritikan dari masayrakat itu menunjukkan akan memunculkan kecurigaan publik bahwa mereka punya agenda sendiri. Dan juga menunjukkan bahwa misi Cipta kerja ini sesungguhnya bukan untuk pekerja, tetapi untuk pengusaha, dan investor. sehingga ini akan membuat masyarakat akan melakukan protes dan rakyat tidak ikuti aturan dan kepercayaan terhadap pemerintah semakin lemah.
Sedangkan dalam sistem islam rakyat akan patuh terhadap aturan dan keperyaan terhadap pemimpinnya. Karena pemimpin dalam islam adalah pemimpin yang bertakwa, yangmenerapkan syariah islam. Pemimpin muslim yang bertakwa akan senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyatnya. Sebab dia takut kelak pada hari kiamat rakyatnya menutut dirinya dihadapan Allah SWT atas kemaslahatan rakyatnya yang terabaikan. Seperti sabda Rasulullah Saw.
“pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari dan muslim).
Karena itu dalam islam pemerintah akan selalu terikat dengan tuntunan syariah,termasuk dalam mengatasi wabah dan krisis ekonomi. pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk membatasi wabah penyakit ditempat kemunculannya sejak awal.
Namun karena saat ini kita hidup didalam sistem kapitalisme dan di bawah penguasa yang sangat abai terhadap takyatnya. Sistem kapitalisme dan penguasanya lebih mementingkan material ekonomi dari pada nyawa rakyatnya.
Post a Comment