Ramadan, Serupa Tapi Tak Sama



Oleh:Tuti Awaliyah
Member Akademi Menulis Kreatif

Ramadan tahun ini berbeda dengan Ramadan  tahun sebelumnya. Penyambutan bulan Ramadan tahun lalu, begitu meriah di seluruh negeri Islam termasuk Indonesia.

Gegap gempita penyambutan datangnya bulan mulia berkumandang  Pawai dengan berjalan kaki maupun berkendaraan, mengibarkan bendera tauhid, berkeliling dari kampung ke kampung, bershalawat dan mengagungkan Asma Allah.

Namun, Ramadan kali ini tak sama, tak ada pawai, tak ada keramaian di jalan, tak ada saling mengunjungi satu sama lain.

Hanya bisa bertegur sapa melalui sosial media yang bisa mewakili kegembiraan kita menyambut Ramadan kali ini.

Ramadan 1441 H sungguh luar biasa. Allah hadirkan bersamanya suatu wabah yaitu virus Covid-19 yang penyebarannya sangatlah cepat dan membahayakan.

 Seluruh negara terjangkit wabah Covid-19,  termasuk negeri muslim terbesar Indonesia.

Dilansir oleh Covid19.go.id pada hari Kamis 23 April 2020 atau satu hari sebelum masuk bulan Ramadan 1441 H, Juru bicara Penanganan Covid-19 melaporkan bahwa jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 7.775 orang, 960 sembuh dan 647 meninggal. Tersebar di 34 provinsi dan 267 kota/kabupaten. (Covid19.go.id, 23/04/2020)

Tingginya tingkat penularan Covid-19 telah memaksa setiap penguasa di seluruh dunia mengambil tindakan untuk menghambat penularan, mendata orang yang terinfeksi, merawat bahkan mengambil kebijakan lainnya termasuk lockdown, karantina wilayah sampai PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Sementara itu, Indonesia baru-baru ini mengambil kebijakan PSBB di beberapa kota besar yang termasuk zona merah. Maka, segala kebutuhan pokok dan mendasar bagi warganya yang terdampak harus di tanggung negara. Hanya saja, buruknya pendistribusian akibat sistem kapitalisme yang diterapkan telah menyebabkan adanya warga yang kelaparan. Seperti yang dialami Bu Yuli beserta keempat anaknya, di Serang Banten.

Dampak dari Pandemi Covid-19 juga telah menyebabkan banyaknya jatuh korban tenaga kesehatan Indonesia, baik yang terkonfirmasi positif maupun yang meninggal dunia. Hal tersebut disinyalir akibat kurangnya Alat Pelindung Diri (APD).

Pandemi Covid-19 telah berdampak besar bagi seluruh aspek kehidupan. Dampaknya semakin buruk, karena kebijakan yang lambat dan tidak tepat.

Disinilah kita benar-benar berperang melawan hawa nafsu di tengah situasi wabah pandemik, yang sampai saat ini belum  ditemukan solusi yang tepat.

Disini pula kita diuji oleh Allah, tingkat kesabaran kita, selain berpuasa  kitapun dituntut untuk bersabar  tidak keluar rumah, agar dapat memutus rantai penyebaran virus Covid-19.

Karut marut terjadi karena sistem kapitalisme yang diterapkan negara serta abainya pemerintah kita yang tidak cepat tanggap dan tidak tepat dalam mencegah serta mengatasi wabah pandemik ini.

Disinilah ujian bagi kita,  harus menahan lapar dan haus, juga melawan hawa nafsu. Kita juga wajib mengkritisi pemerintah yang zalim kepada rakyatnya. Sehingga para pemimpin kita saat ini mau mengurusi rakyatnya dengan baik. Bukan hanya meminta dan memeras rakyat dari berbagai pajak yang mereka tetapkan.

Berbeda dengan kepemimpinan Islam pada jaman kekhilafahan dulu, salah satu contoh Khalifah Mu'tasim Billah. Beliau sangat memperhatikan rakyatnya, bahkan untuk menolong seorang wanitapun sampai mengerahkan tiga puluh ribu pasukan untuk menyelamatkannya.

Besar harapan kelak kita, segera memiliki seorang pemimpin yang bisa meriayah/mengurusi dan menjadi junah/perisai bagi rakyatnya.

 Kita berharap bisa melewati segala ujian di bulan Ramadan.Semoga Allah segera turunkan pertolonganNya untuk meruntuhkan kepemimpinan zalim dan diktator. Segera menggantinya dengan kepemimpinan Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah di muka bumi ini, yaitu Khilafah ala minhajjin nubuwwah.

Post a Comment

Previous Post Next Post