By : Fithry Assyahidah
(Penulis dan Pemerhati Umat)
Krisis melanda karena wabah yang terlambat di antisipasi telah membuat rakyat kini semakin melarat. Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK terjadi di mana-mana. Belum lagi pegawai yang terpaksa di rumahkan. Dilansir dari mediaindonesia.com (13/04/20) ada sekitar 1,65 juta warga yang telah menjadi korban PHK akibat Corona. Solusi untuk keluar dari krisis ini pun telah resmi dikeluarkan oleh penguasa.
Seperti yang telah di umumkan sebelumnya, bahwa pemerintah akan menyalurkan Kartu Prakerja kepada 5,6 juta orang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan para pekerja informal akibat dampak virus corona. Melalui program ini, setiap peserta akan mendapatkan total insentif bantuan pelatihan sebesar Rp.3,55 juta. Dana itu terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp.1 juta, insentif pasca pelatihan Rp.600 ribu per bulan selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp.50 ribu untuk tiga kali. Adapun total anggaran untuk kebijakan ini sebesar Rp.10 Triliun untuk 2 juta penerima kartu.
Dilansir dari CNBC Indonesia,com, pada hari Rabu, (22/4/2020) telah diumumkan jumlah peserta gelombang pertama yang lolos program Kartu Prakerja ada sebanyak 168.111 peserta. Adapun jumlah peserta yang mendaftar pada gelombang kedua mencapai 1 juta lebih. Angka ini masih akan terus bertambah secara dinamis, mengingat penutupan pendaftaran batch kedua ini baru akan dilakukan pada hari kamis pukul 16.00 WIB. (Liputan6.com, 22/04/20)
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengungkap peserta yang lolos Kartu Prakerja gelombang I akan mendapatkan transfer dana sebesar Rp3,55 juta mulai hari ini, Rabu (22/4). Namun, dana awal yang bisa dipakai hanya Rp.1 juta. Adapun sisanya akan masuk ke dalam akun virtual sebesar Rp.2.550.000 belum bisa digunakan sampai peserta merampungkan pelatihan pertama. ( Cnnindonesia.com, 22/04/20)
*Program Kapitalis Terselubung*
Sejak awal, pemberlakuan Kartu Prakerja lewat pelatihan ini menuai pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Banyak pihak yang menyayangkan program ini diterapkan. Salah satunya, protes keluar dari lisan pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) Rachland Nashidik, yang menilai bahwa program pelatihan online melalui Kartu Prakerja menurutnya sangat tidak tepat. Mengingat kebutuhan warga berupa BLT sangat dibutuhkan selama menghadapi wabah virus corona. Selain itu, resesi yang terjadi imbas akibat wabah virus corona diyakininya melemahkan seluruh lini perekonomian nasional. Sehingga kecil kemungkinan perusahaan melakukan perekrutan dalam waktu dekat. (jateng.tribunnews.com, 14/4/2020)
Apalagi rakyat saat ini sebenarnya bukan sedang mengalami krisis skill sehingga membutuhkan pelatihan, melainkan krisis ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Rakyat yang terkena PHK hari ini lebih membutuhkan makan ketimbang segudang pelatihan yang ditawarkan oleh kartu dari Presiden Joko Widodo tersebut. Bahkan rakyat membutuhkan lapangan pekerjaan. Sebab mereka menganggur bukan karena tak punya skill melainkan tak ada lapangan pekerjaan yang disediakan oleh negara.
Maka, bagaimana mungkin di saat rakyat bingung bagaimana cara harus memenuhi kebutuhan hidup selama di rumah saja, penguasa dan jajarannya malah menawarkan solusi pelatihan Prakerja lewat sistem daring.
Jikapun program ini tetap dijalankan, para pendaftar tidak akan efektif mengikuti pelatihan-pelatihan di tengah perut yang lapar akibat dapur tak lagi mengepul. Apalagi program ini juga belum bisa memberikan jaminan pekerjaan yang pasti kepada para pesertanya. Seperti dilansir dari Detikfinance.com ( 20/04/20), Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja, Panji Winanteya Ruky mengatakan pemerintah tidak menjamin peserta program Kartu Prakerja bisa langsung mendapat pekerjaan usai melakukan pelatihan.
Tak hanya itu saja, konten-konten dan materi pelatihan yang disediakan terkesan sangat mahal, sementara konten dan materi serupa bisa diperoleh dengan gratis di Youtube. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Ia menilai bahwasanya penggunaan anggaran Rp 5,6 triliun tersebut tidak efisien. Pasalnya, besaran anggaran tidak sesuai dengan kualitas pelatihan yang diberikan secara online, karena pelatihan dengan model demikian banyak yang bisa didapatkan secara gratis di Youtube. ( Kompas.com, 20/04/2020)
Lantas sebenarnya untuk kepentingan siapa program prakerja ini diluncurkan? Tentu saja jika kita lihat secara mendalam, yang justru mengeruk keuntungan terbanyak dalam program ini adalah platform-platform digital yang menjadi rekanan pemerintah dalam menjalankan program tersebut, salah satunya ruang guru dan 7 digital platform lainnya. Bagaimana tidak, Rp 5,6 triliun dana bantuan yang diberikan pemerintah untuk 5,6 juta peserta penerima manfaat program Kartu Prakerja akan mengalir ke kantong-kantong lembaga pelatihan. Keberadaan ruang guru di kartu prakerja 2020 ini bahkan dipersoalkan publik karena tanpa melalui proses tender.Kompas.com (22/04/20). Apalagi jika dikaitkan dengan mantan staf khusus milenial Presiden Joko Widodo ( Jokowi) yang juga CEO Ruangguru, Belva Devara.
Tentu ada aroma kapitalisasi yang menyeruak di dalamnya. Program ini seolah hanya berputar di lingkungan para korporasi (pemilik modal) dan penguasa saja. Hal ini tentu menjadi hal yang lumrah dalam sistem kapitalis sekuler. Kinerja rezim yang selalu memberi keistimewaan pada golongan tertentu. Yakni sekelompok kecil kroni pengusaha yang telah menjadi rekan setia penguasa ketika hendak mencapai kekuasaan. Gurita kekuasaan para oligarch mampu mengendalikan penguasa karena sumbangan mereka dalam proses politik, telah menghantarkan penguasa di tampuk kekuasaan tertinggi. Fenomena itu adalah keniscayaan di alam demokrasi. Seperti teori Robert Michels, sosiolog Jerman-Italia, dalam bukunya Political Parties: A Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy (1911) yang menyatakan bahwa demokrasi, sebagai organisasi besar, memiliki kecenderungan untuk berubah menjadi oligarki.
Belum lagi Ruang Guru ternyata bukanlah aplikasi hasil buatan anak negeri sebagaimana yang di beritakan selama ini. Melainkan adalah perusaan asing dari Singapura. Mengutip Kontan.co.id, Rabu (22/4/2020), berdasarkan data profil perusahaan dari Administrasi Hukum Umum (AHU) dari Kementerian Hukum dan HAM yang diterima Kontan.co.id, badan hukum Ruangguru bernama PT Ruang Raya Indonesia. PT ini tercatat sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA ). Masih berdasarkan data yang sama, Ruangguru dimiliki oleh dua pemegang saham. Yang menarik, tidak ada nama Belva dalam jajaran pemilik saham Ruang Raya Indonesia. Mayoritas saham ini dimiliki oleh Ruangguru Pte Ltd, yang dimana beralamat di 6 Battery Road #38-04, Singapura, 049909. Perusahaan asal Singapura itu menyetor modal Rp 649.430.900.000. Maka jika melihat fakta ini, maka uang yang didapatkan dari beroperasinya aplikasi ini hanya akan menguntungkan sang perusahaan luar negeri, pasalnya perusahaan induknya tetap saja PMA karena bulan lagi aplikasi anak negeri.
*Islam Solusi Hakiki*
Dalam Islam, penguasa yang semestinya selalu menyadari bahwa mereka diangkat rakyat untuk menjadi pelindung dan pengayom rakyat, bukan memanfaatkan kondisinya demi keuntungan gerombolan elit yang haus harta dan benda. Dalam menangani krisis ekonomi seperti di musim wabah saat ini, penguasa juga akan mengambil langkah yang cepat, tepat dan komprehensif. Di mana salah satu hal yang segera dilakukan oleh negara adalah menyiapkan anggaran untuk memenuhi hajat hidup rakyat secara keseluruhan, bahkan ini berlaku dalam kondisi sebelum ada krisis karena ada wabah seperti yang terjadi saat ini.
Sebagaimana Khalifah Umar RA, ketika krisis memberikan contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana. Bahkan lebih kekurangan daripada rakyatnya, sehingga Beliau bisa merasakan betul bagaimana penderitaan yang dialami oleh masyarakatnya. Beliau segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis ekonomi yang melanda secara cepat, tepat dan komprehensif. Untuk mengoptimalisasi keputusannya, khalifah segera mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak. Dalam buku The Great Leaderof Umar Bin Khattab, kisah kepemimpinan dan Khalifah kedua diceritakan bahwa khalifah langsung memerintahkan membuat posko-posko bantuan. Tentu saja dana yang digunakan bukan berasal dari utang luar negeri yang berbungkus riba atau berasal dari pajak yang membebani rakyat, melainkan dari Baitul mal yang salah satu sumbernya berasal dari pengelolaan sumber daya alam oleh negara, seperti hasil hutan, energi, mineral, tambang dan lain-lainnya.
Sayang, pemandangan ini mustahil bisa kita dapatkan dalam sistem sekuler kapitalis yang diterapkan, dimana penguasa lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kroni-kroninya. Maka sudah sepatutnya kita mengambil sistem Islam sebagai solusi hakiki. Agar penguasa benar-benar secara ril mengurusi rakyatnya tanpa harus disertai dengan kepentingan pribadi dan sekutunya. Wallahu A'lam Bissawab.
Post a Comment