Penipuan Berkedok Koperasi, Akibat Sistem Demokrasi

Oleh : Masitah 
(Pengiat Opini Media Kolaka).

Ranomeeto hmpir dihakimi warga, seorang ibu rumah tangga, ST (43) akhirnya harus diamankan oleh pihak Kepolisian Sektor (Polsek) Ranomeeto di Desa Kota Bangun, Sabtu (4/4/2020) dilansir dari DetikSultra.Com.,.

Setelah kerap melakukan penipuan berkedok Koperasi. Kapolsek Ranomeeto, AKP Dedi Hartoyo mengungkapkan bahwa pelaku sudah beraksi sekitar sebulan dengan mengaku sebagai karyawan koperasi Mandiri Sejahtera. “Motif yang digunakan pelaku yaitu memainkan uang pembelian materai dengan harga tinggi saat melakukan transaksi peminjaman uang dengan iming-iming tanpa agunan dan bunga yang rendah. Motif kedua yaitu menawarkan pembelian beras dengan harga yang cukup murah dari setengah harga dipasaran tanpa adanya barang yang dijanjikan,” terang Kapolsek Ranomeeto.

Demokrasi Akar Masalahnya
Tak bisa dipungkiri faktor ekonomi menjadi salah satu yang paling penting, apalagi dalam kehidupan berumah tangga. Mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, mulai dari pendidikan, kesehatan sampai kebutuhan dapur pun seorang ibu harus turun tangan untuk memenuhinya. Minimnya lapangan pekerjaan serta kebutuhan dasar yang serba mahal menjadikan manusia hari ini berpikir praktis untuk melakukan berbagai hal, dalih memenuhi kebutuhan.

Kondisi ekonomi yang sempit kerap menjadi alasan seseorang berbuat nekad untuk melakukan tindak kejahatan. Misalnya seperti apa yang di hadapi seorang ibu di ranameeto tersebut. Bukan hanya ia tetapi terdapat pula kondisi yang sama di daerah lain, tidak menutup kemungkinan kejahatan demikian terjadi. Sistem regulasi yang tidak serius dan cakap dalam menganalisis persoalan besar kehidupan masyarakat dalam menyiapkan lapangan pekerjaan, serta regulasi sistem ekonomi yang lebih mengidenpendentkan pemilikan secara indivualis. Berpotensi besar bagi masyarakat yang tak mampu akan menahan getirnya hidup dibawah kondisi yang serba kekurangan. Apalagi kebanyakan masyarakat tidak mengenyam pendidikan yang baik, sehingga akan kalah saing dalam dunia kerja.

Tak hayal pula di sistem kapitalisme demokrasi saat ini, setiap individu terutama perempuan di bangun maindset bahwasanya laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Artinya jika laki-laki berkesempatan kerja maka perempuan pun demikian. Sehingga memicu peluang besar bagi kaum hawa khususnya untuk berkiprah diluar demi membantu perekonomian keluarga. Namun, pendidikan karakter yang tepat tidak memadai menjadikan siapa saja di kapitalisme ini menjadikan berbagai hal menjada halal semata untuk memenuhi urusannya. Tidak memandang usia bahkan jenis kelamin, siapa saja bebas melakukan apa saja untuk memuaskan dirinya. Di tengah era modern masa ini jelasnya masing-masing akan berbondong-bondong memenuhi kebutuhan hidupnya.

Bukan menjadi sesuatu yang luar biasa jika demikian, sebab sistem ini memberikan peluang memiliki kebebasan bagi siapa saja, baik beragama, berekspresi, berpendapat dan berpemilikan. Sehingga yang terjadi seperti saat ini, kehancuran dan kesempitan hidup yang semakin mengikat. Terutama wanita, yang mana menjadi pilar utama dalam memajukan sector ekonomi di sistem kapitalisme ini. Dengan paham kesetaraan gender yang di usung oleh kaum kapital bersama kawanannya, membangun sebuah proyek besar yakni perempuan memiliki hak yang sama seperti laki-laki dalam hal apa saja. 

Sehingga ibu kehilangan perannya dalam manager rumah tangga dan pendidik generasi. Karena kesibukkannya dalam membantu menopang perekonomian keluarga. Yang memicu timbulnya konflik dalam rumah tangga, seperti perselingkuhan, KDRT, sampai berakhir perceraian. Dampaknya anak akan kehilangan arah dan tujuan hidupnya. 

Budaya hidup barat yang tengah di gandrungi sebagian masyarakat, yakni hidup bebas dan bahagia dengan berlimpahnya materi. Membuat terlena berlomba-lomba untuk mengikutinya, mereka merasa jika tak demikian dianggap suatu hal yang kuno dan tidak mengikuti trend. Bukan hanya itu saja, tontonan pun memicu munculnya edukasi yang mengajarkan bahwasanya materi menjadi tolak ukur utama dalam kehidupan ini.

Rentetan fakta menggambarkan bahwa jika tak memiliki uang maka kita tidak akan bisa apa-apa, apalagi mau bahagia. Sungguh sangat miris kondisi masyarakat kita hari ini yang bermaindset demikian. Kondisi ini menjadi kesempatan besar bagi orang-orang berkepentingan untuk mengembangkan berbagai macam hal yang mampu meningkatkan minat masyarakat. Terutama ibu-ibu, dengan kecanggihan zaman membuat alat rumah tangga pun semakin modern. Contoh, dahulu ketika ingin membuat santan harus memarut sendiri, tetapi sekarang sudah siap saji dalam bungkusan atau mesin pemarut otomatis yang tersedia tanpa harus melukai jari-jari tangan.

Inilah kondisi dimana hawa nafsu diatas segalanya, menjadikan pemenuhan hidup bukan berdasar atas kebutuhan melainkan keinginan semata. Mirisnya hidup dalam aturan kapitalisme demokrasi menjadikan individu kehilangan fitrah penciptaan-Nya, hilangnya tujuan hidup serta kepribadian yang sirna seiring dengan ngetrendnya zaman masa ini.

Kembali Kepada Islam
Sejatinya, saatnya kita kembali kepada aturan Pencipta kita. Menjadikan hukum-hukam menjadi dasar kehidupan yang senantiasa mengiringi hidup kita. Menjaga akidah manusia, sehingga membuat manusia tidak sembarang dalam bersikap. Serta hidup bukan karena materi saja, melainkan semata-mata mencari bekal untuk menghadap dengan-Nya. Bukan saja memenuhi hawa nafsu dunianya saja melainkan akhirat pun juga. Tujuan hidup yang terarah serta kehidupan yang jauh dari kesempitan atau pun baying-bayang kegelapan.

Seharusnya kita merindukan sistem aturan yang sempurna dalam kehidupan kita, yang mengatur semua urusan sebaik-baiknya dengan pemenuhan yang tidak sia-sia. Yakni islam, satu-satunya solusi atas persoalan yang ada. Kita bisa belajar dari sejarah, mencatat kegemilangan hidup dengannya, aturan dibuat berdasarkan hukum Pencipta, bukan nafsu manusia. Hidup dimana kebutuhan dasar mampu terpenuhi merata, sistem pengelolaan sumber daya yang di kembalikan kepada Negara sehingga membuka lapangan kerja. Distribusi yang merata, dan tidak adanya privatisasi atas seorang saja.

Seperti masa Khalifah Umar bin Abdul Azis yang tidak ada masyarakat tersisa untuk mendapat bantuan melainkan hidupa kecukupan. Masyarakat yang memahami bahwasanya harta bukan karena banyaknya yang ia punya, melainkan keridhoan Sang Pencipta serta pembelanjaan harta bukan untuk pribadi saja, tetapi kepentingan umat bersama.

Sehingga kondisi demikian akan meminimalisir tindak kejahatan. Dan para ibu bisa kembali dalam perannya sebagai manager rumah tangga dan guru terbaik bagi anaknya. Peluang terjadinya perceraian pun akan berkurang sebab ekonomi keluarga akan stabil. Dan siapa saja akan tunduk pada Pencipta bukan penguasa yang hanya sebagai pelayan saja dalam mengatur kehidupan manusia dalam hal regulasi sistem ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan dan sebagainya. 

Ini semua hanya akan terwujud dalam sebuah institusi Khilafah. Sebagaimana dalam firman-Nya “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S An Nuur : 55)
Rasulullah Saw juga bersabda : “…..Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).

Alhasil, sudah sepatutnya kita memperjuangkan demi tegakknya kembali kejayaan islam sebagaimana dahulu kala. Hidup dalam satu aturan dan tidak ada yang lainnya, yakni aturan Allah SWT. Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post