Oleh: Amilatul Fauziyah
(Mahasiswa Pendidikan Matematika UM)
Cara menghadapai wabah dapat kita lihat berbeda-beda bergantung sistem atau kekuasaan yang dijalankan. Dunia kapitalisme saat ini menghadapi wabah dengan cara-cara yang dapat kita amati, yaitu pertama, menyembunyikan atau menutupi informasi. Kedua, karantina atau isolasi parsial, dan ketiga, isolasi mandiri di rumah masing-masing. Persoalan vaksin pun menjadi komoditas pasar di mana sangat mempertimbangkan keuntungan. Pandemi virus SARS pada tahun 2003 lalu belum ditemukan vaksinnya hingga sekarang. Banyak penduduk dunia meninggal akibat tidak memperoleh vaksin dasar. Padahal hal tersebut bisa dicegah jika harga pasar tidak dipermasalahkan dan penelitian kesehatan bisa terus berlanjut.
Dua adidaya kapitalisme, China dan Amerika saling tuduh. Perbuatan China menutup-nutupi informasi awal penyebaran virus covid-19 pada Desember 2019 di daerah Wuhan, Provinsi Hubei, telah menciptakan malapetaka bagi manusia. Lebih dari 100 negara telah tertular virus covid-19. Donald Trump, presiden AS, menyalahkan China atas kelalaian dan keterlambatannya. China harus membayar kerugian sumber manusia dan efek perekonomian sebesar ini, kata Trump. Saat ini jumlah korban tewas akibat covid-19 terbesar dialami oleh Amerika. Indonesia juga berduka dengan hampir 200 orang meninggal karena virus ini. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Pemerintah Indonesia masih kebingungan untuk memutuskan akan menggunakan UU Darurat Sipil ataukah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), meski berbagai pihak termasuk IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan MUI terus mendorong pemerintah melakukan karantina atau lockdown. Karantina ini dianggap solusi terbaik untuk menghentikan penyebaran virus, mengingat covid-19 sangat cepat menyebar. Jika karantina seluruh wilayah diumumkan oleh presiden maka konsekuensinya memang rumit, salah satunya berdampak pada roda ekonomi. Terlebih sebelumnya Indonesia sudah diliputi problem ekonomi yang pelik akibat sistem kapitalisme. Pengelolaan sumber daya alam yang keliru dengan menyerahkannya ke swasta/asing, pajak dan hutang sebagai pemasukan utama negara, sehingga Indonesia terlilit hutang amat besar. Rupiah anjlok dan masih bisa anjlok lagi akibat dollar AS yang juga mengalami krisis.
Sebenarnya jika pemerintah tidak menganggap remeh wabah Wuhan dan segera menutup akses masuknya turis asing maupun WNA, terlebih asal China, maka Indonesia tidak perlu melakukan karantina seluruh wilayah. Sehingga perekonomian tidak mandek total dan penyebaran virus akan menurun sejalan dengan pengerahan tenaga medis beserta alat-alatnya. Pemerintah tidak mengambil opsi lockdown kuat disebabkan oleh ekonomi. Enggan merelokasikan APBN untuk memenuhi kebutuhan rakyat semasa physical distancing, pemerintah malah terus melanjutkan pembangunan ibu kota baru yang menelan biaya triliunan. Semua ini menunjukkan bahwa kapitalisme gagal jujur dan tidak benar-benar serius menjamin jiwa dan kesehatan rakyatnya.
Jika kita mau mengambil pelajaran dari masa lampau dalam menghadapi wabah maka akan jauh lebih baik bagi manusia seluruhnya. Umar bin Khattab r.a salah satunya dalam sistem Islam telah mempraktikkan karantina yang terbukti efektif. Ketika ada wabah yang menyerang suatu wilayah, informasi segera disiarkan sehingga wilayah yang lain mendengar kabar tersebut. Kemudian pemimpin negara akan memberlakukan karantina khusus pada wilayah yang terserang wabah saja. Wilayah lain yang tidak terkena dapat melaksanakan aktivitasnya dan roda perekonomian tetap berputar. Bersamaan dengan itu, negara menjamin tenaga medis dan ketersediaan fasilitas untuk berjuang menyelamatkan yang sakit. Bisa jadi akan ditempatkan pos medis di masjid atau tempat-tempat tertentu untuk berjaga-jaga apabila ada orang yang diduga terinfeksi. Sholat berjamaah dan sholat jumat dapat berjalan seperti biasanya.
Hal ini tidak lepas dari Islam sebagai sistem/peraturan negara, di mana kebijakan selalu digali dari syariah bukan akal manusia dan nafsu yang rakus. Kejujuran dan keseriusan terbukti hanya diwujudkan oleh peradaban agung Islam. Pemasukan utama negara bukanlah pajak tetapi hasil pengelolaan potensi alam yang dikaruniakan Allah SWT. Haram hukumnya menyerahkan kepemilikan umum kepada swasta apalagi asing. Penelitian kesehatan dapat terus berlanjut tanpa khawatir kekurangan dana. Begitu pula produksi vaksin tidak akan terkendala pasar atau pertimbangan keuntungan.
Post a Comment