Penanganan Yang Lamban ditengah Wabah Corona

By : Ummu Aqil

Wabah Corona Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Angka pasien covid-19 di Indonesia saat ini sudah mencapai 1.285 orang, 114 diantarnya meninggal, dan 64 orang dinyatakan sembuh.(VIVAnews). Jumlah yang signifikan mengawali April 2020, yang sebelumnya dilansir dari Okezone tertanggal, 24/3, jumlah pasien Corona Covid-19 mencapai 579, 9 meninggal, dan 30 sembuh. Setelah berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam menangani wabah corona covid-19 namun belum menunjukkan keseriusan. Hal ini dikemukakan oleh Yanuar Nugroho seorang Akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai Deputi 11 Kantor Staf Presiden di masa  Presiden Joko Widodo. Dan sebelumnya juga pernah menjadi Asisten Kepala Unit Kerja Presiden, Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yanuar mengaggap  wabah corona merupakan kejadian luar biasa dan memerlukan penanganan yang luar biasa pula.

Ketidak seriusan pemerintah tampak dalam menangani wabah covid-19 dan berbeda dengan negara-negara lain yang sudah "full alert." Dan cenderung gagap menghadapi hal ini, seperti yang ditulisnya di Kompas (18/3/2020). Ketidak seriusan pemerintah untuk seketika menjelma menjadi ketidaksiapan ketika situasinya tereskalasi demikian cepat, imbuhnya. Pemerintah dalam langkahnya membentuk gugus tugas dianggap Yanuar sudah benar arahnya, namun seharusnya mendapat power dan mandat yang memadai. Dan juga dalam menghadapi wabah yang saat ini melanda juga dibutuhkan ketegasan dan keterbukaan pemerintah. Dan pentingnya national leadership agar kepercayaan publik terbangun kembali. Dan menganggap anjloknya rupiah dan IHSG sebagian disebabkan ketidakpercayaan pihak luar dengan pemerintah Indonesia dalam keseriusannya menangani wabah pandemi ini. Karena otomatis dampak nya juga memudarkan kepercayaan publik atas ketidakterbukaan pemerintah. (VIVANEWS, Rabu, 1 April 2020).

Memang sudah selayaknya pemerintah menunjukkan sikapnya sebagai seorang pemimpin. Sejatinya seorang pemimpin itu harus bijak dalam mengambil keputusan sesuai kebutuhan rakyat yang dipimpinnya. Apalagi ditengah wabah yang melanda saat ini. Lock down yang ditunggu akhirnya memupuskan harapan rakyat. Karena faktanya pemerintah lebih memilih social distancing. Yang tetap mengharuskan sebagian besar rakyat keluar dan hanya menjaga jarak. Sementara wabah belum menunjukkan kapan berakhir. Dan tingkat terinfeksi Corona Covid-19 pun tidak terbendung. Angka kematian bertambah dalam perharinya.

Faktor ekonomi menjadi salah satu kendala pemerintah tidak memberlakukan lock down. Dan menganggap akan menghambat laju perekonomian. Di Sumatera Utara misalnya, dilansir dari (liputan 6. com, 25/3), Jokowi menyayangkan penurunan pendapatan sopir angkot dan ojek hingga 44 persen. Tak hanya masalah pendapatan ojek dan sopir angkot. Jokowi juga menyayangkan penurunan pendapatan para petani di Kalimantan Utara, yang mengalami penurunan hingga 36 persen. Dan menganggap mereka mampu bertahan hingga Agustus-Oktober 2020.

Dan presiden Jokowi menginginkan agar daya beli tetap terjaga dan tetap beraktivitas di tengah pandemi ini. Hal ini sungguh sangat disayangkan, karena faktanya pemerintah lebih khawatir masalah untung rugi, bukan keselamatan rakyat. Sehingga rakyat yang hidup dalam garis kemiskinan harus tetap berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya, walaupun nyawa taruhannya.

Hal ini tentu sangat berbeda ketika syariat Islam di terapkan. Khalifah tidak akan membiarkan warganya bertarung sendiri melawan wabah pandemi. Penerapan lock down maupun maupun sosial distancing yang pernah dilakukan pada masa kekhalifahan Umar yang meminta ide Amru bin Ash tentang wabah yang melanda saat itu. Lalu Amru bin Ash menyarankan agar memisahkan interaksi umat saat itu. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya wabah pun hilang.

Khalifah pun tetap memperhatikan kebutuhan hidup umat dibawah kepemimpinannya baik dalam sandang, pangan dan papan juga masalah kesehatan. Umar ketika wabah di Amwash, mendirikan pusat pengobatan di luar wilayah itu. Hal itu untuk memudahkan setiap warga untuk berobat disana. Karena keselamatan seorang manusia lebih berharga. Karenanya khilafah tidak memikirkan untung rugi di tengah wabah. Warga menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan.

Semua dilakukan Khalifah berdasarkan apa yang dibenarkan dalam Islam. Bukan karena pencitraan.
Wallahu a'lam bish shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post