Omnibus Law Bukti Kegagalan Demokrasi Dalam Sistem Kapitalisme

Oleh : Rahmatia D. Hanafi

Beberapa pekan lalu indonesia digegerkan dengan pernyataan dari pemerintah untuk merevisi kembali peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan untuk mengganti UUD No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang kemudian di sebut dengan Omnibus Law, Omnibus law sendiri adalah rancangan peraturan perundang-undangan terkait dengan ketenagakerjaan dan pemberian upah serta pesangon kepada para buruh atau pekerja di perusahaan-perusahaan yang bergerak diseluruh wilayah indonesia. 

Bahkan omnibus law tidak hanya memuat aturan terkait dengan ketenagakerjaan saja tetapi juga termasuk pemberian ijin usaha kepada perusahaan-perusahaan yang berinvestasi ke indonesia serta termasuk penetapan pajak kepada setiap daerah provinsi dan masing-masing kabupaten atau kota. Alasan yang disampaikan oleh pemerintah terkait dengan Omnibus law ini yaitu untuk meningkatkan perekonomian indonesia dengan menciptakan lapangan kerja dengan cara mempermudah ijin usaha bagi pihak-pihak yang ingin berinvestasi. Namun jika kita melihat lebih jauh lagi Omnibus Law ini sendiri merugikan masyarakat dan membuka peluang perusahaan-perusahaan asing untuk mengeksploitasi sumberdaya Alam Indonesia serta dinilai merugikan para pekerja buruh dan juga berpotensi merugikan daerah kabupaten maupun kota disebabkan kabupaten atau kota kehilangan pendapatan daerah dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut hal ini disebabkan perhitungan berkaitan dengan pajak akan di alihkan ke tingkat provinsi sehingga kabupaten atau kota akan kehilangan upah minimum kabupaten kota  terutama para buruh kehilangan haknya sekalipun pendapatan diwilayahnya lebih besar. 

Tidak hanya itu saja bahkan pemberian pesangon bagi para buruh diserahkan kepada provinsi atau menggunakan upah minimum provinsi (UPM) dan bukan lagi kepada perusahaan yang beroperasi padahal hal tersebut seharusnya menjadi tanggungjawab perusahaan terhadap para karyawan atau para pekerja dimana tempat perusahaan itu beroperasi bahkan terdapat pemangkasan dari jatah pesangon yang dihitung per masa kerja serta pemberian upah berdasarakan jam kerja dan lebih parahnya lagi bagi para pekerja yang mengabdi hanya dalam satu tahun hanya akan mendapatkan upah pesangon sebesar 1 bulan gaji karena disesuaikan dengan masa kerja (masa pengabdian). Tentu hal ini merupakan hal yang sangat merugikan para buruh. 

Alih-alih ingin meningkatkan perekonomian indonesia dan mensejahterakan para buruh serta membuka peluang kerja para untuk pengangguran yang ada di indonesia, justru Omnibus Law ini adalah rancangan peraturan perundangan-undangan yang berpihak kepada para korporasi yang memiliki kepentingan bisnis terhadap indonesia terutama para kapitalis, hal ini dapat dilihat dari perencanaan untuk mempermudah izin usaha bagi para investor namun bila terkait dengan upah dan pesangon disesuaikan dengan kemampuan para pengusaha yang mendirikan perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang mengakui adanya pemotongan besaran pesangon PHK. Menurut dia, perubahan itu dibuat lantaran aturan pesangon dalam UU Ketenagakerjaan kurang implementatif. Banyak pengusaha tak mampu membayarkan pesangon sesuai aturan tersebut.  "Hitung-hitungan prinsip pemberian pesangon, upah, itu kan (bagaimana) pengusahanya mampu, buruhnya cukup," ujar Ida pada Selasa pekan lalu pada TEMPO.COM.

Tidak cukup sampai disitu saja berbagai kebijakan dan aturan dalam Omnibus Law ini justru membuat para pekerja atau buruh kehilangan hak-haknya. Ada sejumlah alasan penolakan yang diajukan kalangan buruh. Mulai dari hilangnya upah minimum, hilangnya jaminan sosial, berkurangnya pesangon PHK, jam kerja yang eksploitatif, hingga ketidakjelasan nasib pekerja kontrak dan outsourcing.

Kemudian ancaman banjir tenaga kerja asing yang tak berkeahlian (unskilled labour), kemudahan PHK oleh perusahaan, upaya penghapusan sanksi pidana bagi perusahaan, dan aturan yang diskriminatif bagi perempuan seperti cuti haid dan melahirkan hilang. Setidaknya terdapat beberapa perubahan peraturan perundang-undangan di dalam Omnibus Law ini yaitu terdapat tiga peraturan perundang-undangan terkait ketenagakerjaan yang akan diubah dalam omnibus law ini, yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Dari pemaparan diatas maka sejatinya aturan Omnibus Law yang diajukan pemerintah ini telah melanggar prinsip-prinsip dari Demokrasi yang di anut oleh indonesia yang tentunya memberikan kebebasan dan juga hak yang sama bagi setiap warga negaranya. Bukankah kita ketahui bahwa Demokrasi sendiri memiliki arti bahwa dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Lalu dimana letak prinsip yang sering diagung-agungkan oleh pemerintah bahwa indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. 

Lalu di mana letak implementasi dari nilai-nilai demokrasi itu sendiri sementara terkait dengan aturan Omnibus Law sendiri di rancang oleh pemerintah yang kemudian diajukan ke kursi DPR untuk di bahas dan disetujui oleh para anggotanya sementara kita ketahui bahwa sebagian besar dari anggota DPR adalah kongsi-kongsi dari para korporasi yang tentunya pasti akan menyetujui dan memiliki suara terbanyak,Lalu di letak prinsip demokrasi yang dikatakan bahwa dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sampai di sini kita paham bahwa dalam sistem kapitalisme saat ini yang memiliki modal atau para kapitalis yang memiliki kepentingan terhadap negeri inilah yang memegang kekuasaan untuk mengintervensi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga Omnibus law ini sejatinya menguntungkan para pemilik modal dan para investor bukan untuk mensejahterakan rakyat dan para buruh. 

Sehingga sekalipun negara indonesia menganut Demokrasi hal ini tidak memberikan pengaruh pada para kapitalis dengan kata lain bahwa demokrasi gagal dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip Demokrasi itu sendiri dalam sistem kapitalisme  ,sehingga nilai-nilai demokrasi dalam sistem kapitalisme tidak berarti apa-apa di mata para kapitalis. apalagi untuk mengimplementasikan nilai-nilai Demokrasi  pasti akan mengalami kegagalan jika yang memiliki kepentingan tersebut adalah para kapitalis atau para pemilik modal yang memegang kendali dalam sistem kapitalisme itu sendiri. Wallahu Alam Bissyawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post