Nasib Pernikahan di Tengah Pandemi Corona


Oleh : Sumiati 
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif 

Dilansir oleh Tribun Banyumas Cilacap, Selasa (24/3/2020) siang, grup medsos warganet Cilacap ramai dengan sebaran informasi kedatangan Kapolsek Kesugihan, Danramil Kesugihan, dan Camat Kesugihan yang menemui pemilik hajat pernikahan. Dari informasi, acara tersebut digelar di Desa Bulupayung, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap.
Dalam pertemuan itu, pemilik hajat diimbau pemerintah Kecamatan Kesugihan untuk menghentikan acara.

Pasalnya acara tersebut mendatangkan orang banyak. Pada kondisi seperti ini, dimana wabah virus corona sedang merebak, Pemkab Cilacap telah melarang warga membuat acara yang mengundang banyak orang. Maka dari itu, atas pertimbangan keamanan, pemerintah mencoba mendatangi pemilik acara agar menghentikannya.
Tarlam Herrogojati (52) si pemilik hajat tersebut berujar memahami dan mematuhi imbauan dari pemerintah.
Dirinya pun langsung menghentikan acara pernikahan anaknya.
"Saya legowo. Ini demi kesehatan orang banyak," katanya saat ditemui Tribunbanyumas.com di rumahnya, Selasa (24/3/2020).
Menurut Tarlam, acara baru dimulai pukul 10.00, aparatur Pemerintah Kecamatan Kesugihan datang memberikan imbauan kepadanya.

Sebuah pernikahan sejatinya telah direncanakan jauh-jauh hari. Tidak ada yang menduga jika di hari H ujian datang dari Allah Swt. Masyarakat menganggap imbauan pemerintah tidak tegas. Karena larangan tersebut tidak serentak di seluruh Indonesia. Di satu sisi melarang berkerumun, di sisi lain hanya menyerukan social distancing , bukan lockdwon yang sebenarnya. Apalagi, penguasa pun membiarkan turis tetap masuk, bahkan tiket ke luar negeri di diskon besar-besaran. Jadi sangat wajar jika masyarakat masih ada yang melakukan pelanggaran. 

Hal ini membuktikan jika rezim tidak mampu  memberi rasa aman kepada rakyat, tidak mampu memberikan pendidikan yang jelas dan mengabaikan  tanggung jawab sebagai perisai umat. Demikianlah jika sebuah negara tidak menerapkan syariat Islam. Semua kebijakan semu, karena kebijakan itu lahir dari lisan manusia yang penuh ego, bukan wahyu dari Allah Swt. yang Maha Mengatur. Jika pelanggaran itu terjadi,   maka rakyat yang disalahkan. Padahal sejatinya aturan yang tidak jelas itulah melahirkan keputusan yang tidak jelas pula.

Rezim tidak memikirkan perasaan masyarakat, sang (pengantin), dan orang (tua) atas ketidakjelasan kebijakan. Belum lagi harta yang sudah terlanjur dikeluarkan oleh orang tua. Kemudian rasa malu dari sebuah keluarga hingga acara sakral pun dibubarkan. Termasuk mental sang pengantin yang jelas akan tergoncang, mengawali biduk rumah tangga dengan kegetiran karena ada pembubaran tersebut. Sungguh miris nasib masyarakat ketika hidup dalam negeri yang tidak menerapkan aturan Islam. Sungguh miris jika junah umat tidak tampak wibawa dan kehormatannya karena amanah telah diabaikan.

Bagaimana seharusnya pernikahan di tengah pandemi dalam pandangan Islam? Menurut jumhur ulama, rukun nikah ada 4, yaitu : Ijab kabul, calon mempelai, wali dan saksi. Jika berkerumun berbahaya maka 
ijab kabul bisa menggunakan  teknologi, baik menggunakan telpon, video call, atau aplikasi yang menunjang aktivitas tersebut  karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan seperti saat ini, sah saja, dengan syarat, ketika ijab kabul tersebut. Walaupun tidak dalam satu majelis(satu tempat), tetapi ada dalam satu majlis zamani( satu waktu), dan ada kesinambungan/tidak terputus waktu ijab kabul. Kesimpulannya, sah menikah dengan menggunakan fasilitas video call, skyp atau apapun, yang penting rukun nikahnya terpenuhi. Ada kedua mempelai, adanya wali (laa nikaha illa biwaliyyin), ijab kabul, dan saksi. Dalam kitab nidham ijtima'i, dijelaskan makna  ijab kabul dalam satu majelis (satu tempat). Makna, dalam satu majelis zamani (satu waktu), artinya tidak terputus atau berkesinambungan waktu ijab kabul, tidak berbeda hari. Misalnya ijabnya hari Senin dan kabulnya hari Selasa, maka yang seperti ini tidak sah. Adapun terkait harus tanda tangan kedua mempelai, hal ini hanya untuk urusan administrasi negara saja dan sifatnya teknis yang bisa menyusul, tidak harus saat itu juga. Karena dalam  pandangn Islam,  adanya buku nikah yang ada saat ini,  hukumnya mubah. Dalam rangka memudahkan administrasi. Bisa dijadikan salah satu bukti, ketika suatu saat terjadi "sesuatu". Dalam Islam, bukti tertulis, yang berupa buku nikah atau yang dicatat oleh petugas KUA,  bahwa mereka pasangan suami istri. Bukan satu-satunya bukti. Dalam Islam,  bukti bisa ditunjukan oleh seseorang yang hadir pada saat si fulan/ah menikah, bisa juga pengakuan kedua mempelai, atau pembenaran dari tetangganya.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post