Melempar Jawaban Demi Kehormatan Semu


Oleh : Sumiati 
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif 

Dilansir oleh Rmol.com, 05/04/2020, tabrakan pandangan dan kebijakan di internal pemerintah pusat belakangan makin terlihat. Mirisnya, mis komunikasi antar kementerian di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo ini justru terlihat jelas saat Indonesia tengah dihadapkan dalam masalah virus Covid-19. Menurut pengamat politik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara, adanya silang pendapat seperti yang terjadi antara Jubir presiden Fadjroel Rachman dan Mensesneg Pratikno mengenai mudik lebaran hingga rencana pembebasan napi korupsi antara Menkumham, Yasonna Laoly dan pihak KSP tak lepas dari masalah virus yang kini menjangkiti tanah air.

"Sedari awal konsentrasi pemerintah adalah soal pemindahan ibu kota, bukan kesiapan dalam penanganan pandemik Covid-19. Pemerintah semula agak menyepelekan soal penyebaran virus Corona yang begitu masif, sehingga kewalahan dalam soal logistik pengadaan alat pelindung diri, dan lain-lain," kata Igor kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (05/04/2020). "Pemerintah terlihat kewalahan dalam masalah komunikasi kepada publik. Silang pendapat dan saling ralat antara pejabat negara merupakan fenomena khas pemerintahan Jokowi, terutama saat krisis," tegasnya.

Director Survey and Polling Indonesia (SPIN) ini berpandangan, munculnya fenomena saling ralat pernyataan seperti yang terjadi antara jubir presiden dan Kemensesneg, serta Kemenkumham dan KSP adalah salah satu wujud semrawutnya komunikasi pemerintah. "Ini kontraproduktif dan patut disayangkan. Masyarakat yang sudah bingung dengan dampak ekonomi keluarga, semakin bingung di rumah menyaksikan adanya komunikasi pejabat yang tidak sinkron satu sama lain, dan saling meralat. Ironis jika kegaduhan justru bersumber dari pemerintah sendiri," tandasnya. 

Tentu, silang pendapat antara orang-orang pemerintahan ini bukan kali pertama dalam rezim yang sekarang. Silang pendapat ini menunjukkan kepada masyarakat, bahwa rezim tidak mampu membenahi dirinya, apalagi rakyatnya. Fokus mereka pun tidak untuk kemaslahatan rakyat dalam kondisi pandemi, tetapi tetap fokus kepada urusan internal mereka. Jadi, sangat wajar, jika kebijakan yang dikeluarkan plin-plan bahkan cenderung berubah-ubah. Rezim tidak mampu memimpin jajarannya hingga satu visi misi, tidak memiliki kekuatan agar semua jajaran merujuk kepada satu pimpinan, sehingga segala hal dan solusi  yang disampaikan kepada masyarakat selalu sama. Inilah dampak jangka panjang demokrasi, hukum yang dibuat manusia. Menjadikan sebuah negara lemah, seorang pemimpin yang tidak memiliki wibawa.

Lagi-lagi masyarakat dibuat bingung, tidak tahu yang benar dan salah, di satu sisi masih tersisa taat kepada pemimpin dengan mengikuti arahannya. Di sisi lain bingung karena jajaran rezim tidak satu suara. Hal ini pula yang memberatkan para mubaligh, mubalighah ketika mendakwahkan kebenaran di tengah umat. Karena tugas ulama adalah dakwah, tetapi dakwah pun membuat bingung umat yang awam, karena mereka bingung dengan kebijakan pemimpin yang seharusnya menjadi solusi bagi masalah umat. Apalagi di tengah pandemi. Rasa percaya umat terhadap rezim pun terus terkikis. 

Di dalam Islam, kebijakan yang disampaikan Khalifah kepada umat tidak akan berbeda di antara para pembantu Khalifah. Karena setiap kebijakan akan diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunah. Di dalamnya tidak ada pertentangan, sehingga masyarakat terkondisikan dengan komando yang satu. Walaupun ada perbedaan, maka akan dikembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunah, jika pendapat itu bertentangan dengan nash syara', maka pendapat itu akan dibuang, diganti dengan pendapat yang sesuai syariat-Nya. 

Allah Swt berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

(Q.S. An-Nisa ayat 59)

Jika ada perbedaan, hanya dalam masalah fikih saja, tidak dalam masalah inti. Karena fikih memang tidak ditabani oleh Khalifah. Dengan demikian, saatnya kita kembali kepada sistem Islam, agar tidak terjadi lagi informasi yang tidak jelas karena saling lempar jawaban. 

Di bawah ini keteladanan sahabat dalam amanah memimpin sebuah negeri. Tatkala Rasulullah saw. mengambil baiat dari orang-orang Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua, diantara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat.  Perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang melihat akan tambah terpesona karenanya. Nah, itulah dia Mu'adz bin Jabal ra.

Dengan demikian, ia adalah seorang tokoh dari kalangan Anshar yang ikut baiat pada Perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ash-Shabiqul Awwalun, golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti demikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah saw. dalam setiap perjuangan. 

Maka demikianlah halnya Mu'adz. Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan keistimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah saw. dengan sabdanya : "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal."

Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah saw.  hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, "Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz?" 

"Kitabullah," jawab Mu'adz. 

"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?", tanya Rasulullah pula. 

"Saya putuskan dengan Sunnah Rasul." 

"Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?" 

"Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia," jawab Muadz.

Maka berseri-serilah wajah Rasulullah saw. "Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah," sabda beliau.

Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu'adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai "orang yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram". 

Demikian indah kisah sahabat Mu'adz bin Jabal. Sepantasnya para pemimpin saat ini meneladaninya, agar keadilan tercipta di tengah umat.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post