Oleh: Junari S.I.Kom
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang hadir untuk membantu masyarakatnya dalam penanganan kesehatan yang bekerjasama dengan rumah sakit, membuat BPJS itu sendiri mengalami defisit hutang hingga mencapai 10,98 triliun pada 2018. Bahkan kenaikan hutang BPJS meningkat di tiap tahunnya dan selalu merugi, mulai dari beroperasinya pada tahun 2014, angkanya selalu naik seiring jumlah peserta yang terus bertambah di setiap tahunnya , berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Sebaliknya kebijakan pemerintah untuk membatalkan kenaikan BPJS itu sendiri mulai di berlakukan, agar mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari rumah sakit, tetapi tidak sejalan dengan programnya pemerintah yang membuat tunggakan itu sendiri terhadap Jaminan Kesehatan Nasional. Hingga BPJS itu sendiri kewalahan dalam menangani tunggakan, hingga BPJS gali lubang tutup lubang siasati hutangnya.
Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Perpres No 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur kenaikan iuran BPJS, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur Dr Dodo Anondo memastikan iuran BPJS batal naik tidak akan berdampak pada pelayanan rumah sakit.
Mantan Dirut RSU dr Soetomo ini menjamin, standar pelayanan rumah sakit tetap baik. Karena naik atau turunnya iuran BPJS tidak akan mengubah standar pelayanan rumah sakit “Intinya disitu rumah sakit tetap tidak ada pengaruhnya Standar pelayanan tetap baik dan tetap di tinggkatkan. Apalagi seluruh rumah sakit sudah terakreditasi tandasnya seperti di kutip detikcom.
Dodo berharap BPJS segera membayar Utang di rumah sakit. Karena, bila berbulan-bulan molor, bisa bisa rumah sakit kolaps khususnya rumah sakit swasta yang punya masalah keuangan.
Sri Mulyani menyebut kenaikan iuran BPJS kesehatan telah mempertimbangkan seluruh aspek Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan, mentri keuangan sri mulyani menyayangkan keputusan tersebut lantaran dapat mempengaruhi ketahanan lembaga ansuransi Negara kita “keputusan membatalkan satu pasal saja itu mempengaruhi ketahanan dari BPJS kesehatan” kata Sri Mulyani di gedung Direktorat Jenderal Pajak kementrian keuangan, selasa (10/3).
Sebelumnya permohonan peninjauan ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). “Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi dalam amar putusan MA yang diterima Kata data.co.id, Senin (9/3). Sebagai informasi, Perpres Nomor 5 Tahun 2019 menetapkan kenaikan iuran pada hampir seluruh peserta BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran peserta mandiri bahkan mencapai hingga dua kali lipat.
Warga Negara Indonesia di wajibkan untuk mengunakan BPJS dan membayarnya di tiap bulannya, dengan harga sesuai kelas yang di daftar, jika dikaitkan dengan pelayanan Rumah Sakit swasta ataupun yang sudah terakreditasi dengan mengunakan kapasitas sesuai dengan kelas yang di daftar, jika satu orang yang sudah terdaftar dalam pembayaran kartu BPJS maka satu keluarga saja sudah banyak pemasukannya kepada BPJS itu sendiri, apalagi tidak diberlakukan dengan mengunakan Kartu BPJS orang lain,
Seharusnya pemasukan yang di dapatkan BPJS itu meningkat, apalagi di setiap tahunnya pemerintah mengadakan kenaikan Iuran sesuai dengan kelas yang terdaftar, dan pada titik tidak di temukan solusi pemerintah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS, seakan BPJS itu sendiri demam yang tampa ada penyembuhan disebabkan salah mengelola pemasukan keuangan atau ada pihak yang sengaja memanfaatkan dalam iuran.
Dalam kebutuhan untuk memenuhi tuntutan kesehatan mau tidak mau masyarakatpun, harus memiliki kartu BPJS masing-masing dalam tiga tingkatan sesuai kapasitas yang di inginkan oleh penguna. Kehadiran BPJS di tenggah masyarakat selama ini membuat masyarakat resah, karena mencekiknya harga di setiap tahunya yang mengalami kenaikan,
Hutang BPJS sangat banyak hingga tidak menutup kemungkinan, BPJS mengalami kerugian di setiap tahunnya, dengan keputusan untuk tidak menaikannya lagi bukanlah suatu solusi tanpa ada masalah, tetapi menambah masalah yang belum mampu pemerintah atasi dengan tunggakan yang banyak, jika mengiginkan kemakmuran yang kakiki untuk masyarakat, maka pemerintah harus mengambil tindakan atau keputusan, bagaimana gemilangnya islam pada masa Rasulullah yang mengatur semua peraturan dengan aturan ALLAH, maka apapun permasalahan akan mampu di pecahkan, karena memang BPJS itu sendiri tidaklah di berlakukan pada masa rasulullah.
Berbeda pada saat ini ketika menganut pemikiran Kapitalisme yang menghancurkan masyarakat secara perlahan seperti organ yang mengeruguti tubuh manusia itu sendiri itulah dampak dari pengaruh pemikiran Kapitalisme yang di anut oleh rezim saat ini, yang hanya memikirkan pemasukan untuk membangun Negara, sedangkan di pihak lain, korupsi selalu meningkat, masyarakat menjadi tombak untuk melunasi hutang
Kemudian kami menjadikan kamu berada di atas syariah (peraturan) dari urusan (agama) itu. Karena itu ikutilah syariah itu dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (TQS Al-Jatsiyah [45] 18).
Tidak ada keraguan lagi ketika aturan pencipta di terapkan untuk memperbaiki Rezim yang sudah Nampak keburukanya, karena islamlah agama yang sempurna yang mengatur semua yang ada di muka bumi ini termasuk urusan umat, agar menyelesaikan permasalahan dengan aturan ALLAH SWT, akan lengkap apabila pemerintah menganut pemikiran islam dalam menyelesaikan masalah yang ada saat ini, maka akan sempurnalah sebuah Negara. Waalahu’alam
Post a Comment