Oleh : Nirmala Haryati
(muslimah peduli generasi)
Kita semua tahu bahwa pemerintah Indonesia sampai saat ini belum berniat untuk melakukan lockdown guna mengurangi penyebaran virus Covid-19. Tim pakar Gugus Tugas Penanganan Virus Corona atau Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan langkah karantina total atau lockdown belum akan diambil pemerintah karena dapat berpengaruh besar pada roda ekonomi masyarakat. "Itu memiliki implikasi ekonomi, sosial, dan implikasi keamanan. Oleh karena itu, kebijakan itu belum bisa diambil pada saat ini," kata Wiku dalam konferensi pers di kantor BNPB, Jakarta Timur, Rabu, 17 Maret 2020.
Di Indonesia, dalam sehari pasien meningkat sebanyak 100 lebih orang. Sampai pada tanggal 31 Maret kemarin, 1.528 kasus, 136 orang meninggal, dan 81 sembuh. (CNN Indonesia).
Kebijakan lockdown memang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Namun, melihat semakin banyaknya korban yang terjangkit Covid-19, masyarakat mulai mendesak pemerintah untuk melakukan lockdown. Di situs Twitter, sempat trending #Indonesia_LockdownPlease
Alih-alih memberlakukan kebijakan lockdown, pemerintah justru berniat untuk mengambil kebijakan darurat sipil. "Saya minta pembatasan sosial berskala besar. Physical distancing dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," tutur Jokowi dalam rapat terbatas (Ratas) penanggulangan Covid-19 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (30/3).
Jelas, bahwa pemerintah menghindar dari tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat jika diberlakukannya lockdown atau karantina wilayah. Karena dalam pasal 8 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah diwajibkan memenuhi kebutuhan medis, kebutuhan dasar, kebutuhan pangan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya kepada masyarakat selama karantina wilayah atau lockdown berlangsung. Sedangkan dalam Peraturan Pengganti Undang-undang (perpu) Nomor 23 Tahun 1959 tidak mewajibkan pemerintah menanggung biaya hidup masyarakat jika status darurat sipil diberlakukan. Pemerintah justru berhak mengambil atau menyita harta atau barang milik masyarakat yang diduga akan / dapat digunakan untuk mengganggu keamanan.
Memang sudah menjadi ciri sekuler kapitalis, yang menjadikan untung rugi dalam standarnya. Nyawa seseorang seakan tidak ada harganya. Sibuk memikirkan ekonomi. Belum hilang dari ingatan kita semua, dana yang dikeluarkan untuk memindahkan ibu kota sebesar Rp 466 Triliun. Mengapa pemerintah dengan gampangnya menggelontorkan dana sebesar itu untuk memindahkan ibu kota dan terlihat sangat sulit sekali jika mengeluarkan dana untuk menyelamatkan warga negaranya. Bahkan saat corona merajalela, rencana pemindahan ibu kota tetap terus berjalan. Pemerintah juga membuka account khusus bagi siapa saja yang ingin menyumbangkan guna membantu penanganan virus corona Covid-19 di Indonesia.
Pandemi bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Hanya penyakitnya saja yang baru. Lantas bagaimana Islam mengatasi wabah?
Dulu di era Nabi Muhammad wabah penyakit juga pernah menjangkiti Madinah, Arab Saudi. Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak berada dekat-dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Dan melarang orang yang berada di daerah itu untuk keluar wilayahnya.
Seperti yang diriwayatkan dalam hadits yang artinya "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).
Dalam buku Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abdus Salam Harun dijelaskan mengenai kisah para sahabat yang terjangkit wabah. Kisah itu salah satunya terekam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah.
Dari Aisyah rhadiyallahu anha, dia berkata, "Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, kota itu adalah sarang wabah penyakit demam. Banyak dari sahabat Rasulullah SAW yang tertimpa wabah tersebut. Namun Allah SWT menghindarkan Rasul-Nya dari penyakit itu. Ketika Abu Bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal di dalam satu rumah, mereka semua terserang penyakit demam. Maka aku pun datang untuk menjenguk mereka (peristiwa ini terjadi sebelum perintah menggunakan jilbab). Hanya Allah yang tahu tentang beratnya sakit yang mereka alami. Aku pun datang dan menemui Abu Bakar dan menyapanya, 'Bagaimana kabarmu, wahai ayahku?'.
" Lalu Abu Bakar pun menjawab: 'setiap orang boleh bersenang-senang bersama keluarganya di waktu pagi, padahal kematian itu lebih dekat dengannya daripada tali sandalnya,’. Demi Allah, Abu Bakar tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. Kemudian aku datang menemui Amir bin Fuhairah dan bertanya kepadanya, 'Bagaimana keadaanmu?'.
“Amir pun menjawab ‘Sungguh aku telah merasakan kematian sebelum aku mengalaminya. Sesungguhnya seorang pengecut selalu berteriak dari atas. Setiap orang pasti berusaha sekuat tenaga, seperti sapi yang melindungi kulitnya dengan tanduknya,’. Demi Allah, Amir tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan. Sedangkan Bilal apabila terserang demam itu, ia berbaring di halaman rumah sambil berseru,”.
menceritakan apa yang aku saksikan kepada Rasulullah SAW,”.
“Kukatakan kepada beliau (Rasulullah), ‘Mereka tidak menyadari apa yang mereka ucapkan karena parahnya demam yang menyerang mereka,’. Mendengar itu, Rasulullah SAW pun menjawab, ‘Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah atau bahkan lebih dari itu. Berkahilah mud dan sha-nya (barang-barang yang ditimbang dengan mud dan sha. Satu mud sama dengan dua rithal bagi penduduk Irak. Dan sepertiga rithal bagi penduduk Hijaz. Sedangkan satu sha sama dengan empat mud bagi penduduk hijaz), serta pindahkanlah wabah yang menimpanya ke Mahya’ah, yaitu Juhfah yang merupakan miqat penduduk Syam.”
Sangat berbeda jauh dengan sistem kapitalis, dalam Islam, jika terjadi wabah maka negara akan langsung me-lockdown wilayahnya. Yang pertama dilakukan adalah mengisolasi masyarakat agar bagaimana orang yang ada di dalam wilayah wabah itu tidak berpotensi menularkannya keluar dan orang yang berada di luar wilayah wabah dijaga ketat agar tidak masuk ke dalamnya.
Yang menjadi catatan adalah jangan sampai isolasi itu terkesan seperti penjara. Jangan sampai terjadi panic buying yang bisa mengakibatkan sumber daya kurang yang akan menyebabkan masyarakat yang terisolasi menjadi stres. Kondisi seperti inilah yang harus dicegah.
Tentu saja berbeda dengan sistem kapitalis, dalam Islam, jika kebijakan lockdown sudah diberlakukan maka negara tidak akan lepas tanggung jawab. Daulah akan memenuhi kebutuhan warga negaranya, baik muslim maupun non muslim. Masyarakat pun akan taat kepada ulil amri, yang tentu saja takut kepada sang pencipta Allah SWT. Mereka akan saling bahu-membahu dalam menangani penyebaran wabah tersebut.
Wallahu 'alam bi ash-shawab
Post a Comment