Oleh: Raraswati
(Freelance author, Muslimah peduli generasi)
*Peran Wanita
Wanita yang telah berstatus sebagai ibu, memiliki peran penting dalam keluarga. Ibu merupakan pendidik pertama dan utama untuk anak-anak belahan jiwa. Selain itu, ibu memiliki kewajiban mengurus keluarga. Melayani seluruh anggota keluargga dalam hal menyediakan makan, menyiapkan pakaian seperti mencuci, menyetrika dan lain sebagainya. Memastikan kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya demi kesehata keluarga juga menjadi amanah yang diberikan kepada seorang ibu atau istri. Ibu senantiasa berperan menjaga, merawat, memelihara kesehatan rohani dan jasmani seluruh anggota keluargga serta pendidik pencetak insan kamilan.
Walaupun ada peran ayah sebagai penanggung jawab keluarga, ibulah tokoh utama dalam pelaksanaannya. Ibaratnya ayah sebagai kepala sekolah yang membuat kurikulum dan disetujui oleh ibu. Sedangkan ibu/istri berperan sebagai pelaksana kurikulum tersebut dan melaporkan hasilnya kepada ayah pada waktu yang telah disepakati pula. Itu sebabnya peran wanita sebagai seorang istri sekaligus ibu sangat berpengaruh terhadap keluarga dan masa depan anak-anak. Itu sebabnya aktivitas seorang ibu di dalam rumah cukup padat dan menyita waktu sekaligus tenaga.
Aktivitas wanita yang banyak di rumah dianggap sebagai kondisi yang buruk oleh sebagian orang. Kondisi ini digambarkan seperti terkungkung, ketinggalan, tertindas dan sebagainya. Inilah yang digunakan sebagai alasan munculnya ide gender dan dianggap dapat menyelamatkan wanita dari keadaan tersebut. Para wanita didorong agar dapat disejajarkan dengan laki-laki dalam hal aktivitas luar seperti pekerjaan, jabatan dan sebagainya.
Pada tanggal 8 Maret 1975, untuk pertama kalinya PBB memperingati hari perempuan internasional. Ditahun 2020, hari peringatan tersebut mengangkat isu “Dunia yang setara adalah dunia yang memungkinkan untuk melakukan apapun. Kesetaraan bukan hanya isu wanita tapi juga isu bisnis. Kesetaraan gender sangat penting untuk perkembangan ekonomi dan masyarakat. Dunia setara secara gender bisa jadi lebih sehat, kaya dan harmonis” (detiknews.com:08/03/2020).
Pengarusutamaan gender semakin ditingkatkan pada tahun 2020 setelah diketahui adanya kemajuan menuju kesetaraan gender mulai melambat. Sebagaimana dilansir Liputan6.com bahwa dalam laporan UNDP 2020 Human Development Perspektives, dengan laju yang ada sekarang dunia membutuhkan 257 tahun untuk mengatasi kesenjangan gender. Global Gender Gap Report 2020 dari World Economic Forum menempatkan Indonesia pada posisi 85 dari 153 negara dalam hal kesetaraan gender (Liputan6.com:12/3/2020).
Dari fakta tersebut menunjukkan bahwa kesetaraan gender bukan untuk memuliakan wanita, tapi justru untuk kepentingan meraih kekayaan. Keuntungan dari bisnis yang dilakukan wanita dianggap lebih menggiurkan. Hal ini karena wanita dipandang lemah, mau dibayar murah meskipun menghasilkan pundi-pundi berlimpah. Wanita memiliki kemampuan dan keuletan dalam bekerja sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk meraup kapital.
*Pandangan islam terhadap wanita.*
Islam menempatkan wanita pada posisi yang layak dan memberikan hak-haknya dengan sempurna. Islam memuliakan wanita baik sebagai seorang anak, sebagai saudara perempuan maupun sebagai istri dan ibu. Segala kebutuhan wanita terutama istri menjadi tanggung jawab suami. Rasulullah saw mewajibkan seorang suami untuk menafkahi istrinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dari segi makanan, pakaian dan sebagainya. Seorang istri berhak mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan cara meminta kepada suaminya dengan cara yang ma’ruf.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia menuturkan bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami yang pelit. Ia tidak memberikan nafkah yang cukup untukku dan anakku, kecuali apa-apa yang aku ambil darinya dengan sembunyi-sembunyi“ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ambillah harta yang mencukupi dirimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf (baik)” (HR. Al Bukhari dalam Shahih-nya (no. 5324).
Memang secara umum, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hampir semua syariat Islam dan hukum-hukumnya berlaku untuk laki-laki dan perempuan secara seimbang. Demikian pula janji pahala dan ancaman siksaan bagi yang melanggarnya. Masing-masing memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah sebagai hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)
Kesetaraan laki-laki dan wanita, bukan berarti kaum laki-laki dan wanita menjadi sama dan setara dalam segala hal. pada kenyataannya laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda. Menjadi tidak adil jika kemudian memaksakan persamaan peran yang tidak sesuai dengan kecenderungan yang mendasar tersebut.
Dari perbedaan mendasar ini, sejumlah hukum-hukum syariat ditetapkan oleh Allah yang Maha adil dengan perbedaan-perbedaan pula. Sebagian hukum, kewajiban, hak dan peran yang disyariatkan oleh Allah dibedakan sesuai dengan kemampuan masing-masing dari keduanya tadi. Tujuannya adalah, agar keduanya saling melengkapi satu sama lain dan dengannya hidup ini dapat berjalan sempurna, harmonis dan seimbang.
Hubungan antara laki-laki dan wanita adalah hubungan yang saling melengkapi, bukan hubungan persaingan sebagaimana yang diinginkan oleh konsep liberal. Islam memandang keadilan antara laki-laki dan wanita, bukan kesetaraan. Konsep kesetaraan bertolak belakang dengan prinsip keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya.
Wallahua’lam bish-shawab.
Post a Comment