Keluh Kesah Pendidikan dari Rumah

Oleh: Ayu Unzia Anggraini
Perekam Medis, Pegiat Dakwah

Sejak surat keputusan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terbit mengenai upaya pencegahan dan penyebaran Corona, semua kegiatan pembelajaran konvensional mulai diliburkan sementara waktu. Sistem pembelajaran konvensional yang dilaksanakan oleh sebagian guru perlahan terkikis dan tergantikan dengan berbagai aplikasi pembelajaran daring yang dapat memberi ruang interaksi langsung antara guru dengan siswa tanpa harus bertemu langsung. Guru, siswa, bahkan orang tua dipaksa untuk beradaptasi secara cepat dengan metode ini. Memang, di tengah situasi yang seperti ini, metode daring dirasa solusi yang paling tepat untuk dilakukan. Namun, jika dalam kondisi normal, banyak celah kekurangan dari metode daring ini.

Orang tua dengan latar belakang pendidikan yang tinggi akan mudah beradaptasi. Sementara orang tua dengan latar belakang pendidikan rendah, akan pasrah-pasrah saja jika putra putrinya selama berminggu-minggu tidak dapat mengikuti proses pembelajaran, bahkan tidak mendapat nilai. Bagaimana tidak, mereka mungkin tidak hanya gagap akan teknologi, bahkan bisa sampai  buta teknologi. Bahkan ada pula siswa yang terkendala tidak memiliki alat komunikasi yang memadai dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu. Lebih lanjut, lemahnya jaringan internet juga dirasa menjadi kendala yang sering dialami oleh para guru. Hal ini terutama bagi guru dan siswa yang tinggal di daerah pedesaan atau pedalaman, akan sangat sulit untuk mendapatkan akses internet. Padahal, ini merupakan salah satu faktor penting terlaksananya pembelajaran daring.

"Ada sopir ojek online (ojol) yang memiliki tiga anak, dengan dua di jenjang, SD dan jenjang SMA. Mereka merasa kewalahan dalam membeli kuota internet. Padahal penghasilan sebagai ojol menurun drastis," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (13/4). Kemudian, seorang guru di Yogyakarta juga menceritakan bahwa pembelajaran daring dengan para siswa hanya bisa dilakukan pada minggu pertama belajar di rumah. Setelah itu sudah tidak bisa lagi karena orang tua peserta didik tidak sanggup lagi membeli kuota internet. Selain itu, banyak di antara siswa yang tidak memiliki laptop atau komputer PC. "Ada anak sopir ojol yang mengaku gantian menggunakan handphone dengan ayahnya. Kalau siang dipakai bekerja, jadi malamnya baru bisa digunakan si anak untuk mengerjakan tugas dari gurunya. Masalah sinyal juga menjadi kendala di beberapa daerah yang berbukit-bukit. (Detik News: Senin 13 April 2020)

Aspek tersebut sebenarnya merupakan produk lanjutan dari pengelolaan negara yang sekuler kapitalis. Bencana wabah dalam sistem rusak ini telah menimbulkan kerusakan lebih banyak. Kondisi politik pemerintahan yang lemah, ekonomi yang rapuh, telah membuat berbagai penanganan musibah di masa wabah menjadi semakin sulit. Dampaknya pun kepada dunia pendidikan. Ketidakmampuan negara menanggung beban ekonomi tiap keluarga ketika harus lockdown menyebabkan sebagian besar orang tua tetap bekerja mencari nafkah. Kondisi ini amat tidak mendukung proses belajar di rumah. Walhasil, pendidikan tidak tertangani secara baik.

Di sisi lain, kemiskinan dan pola kehidupan kapitalistik pun telah membentuk orang tua yang hanya mampu mencari uang. Mereka gagap ketika harus menghadapi anak, menemani belajar, bahkan mendidiknya. Ibu telah kehilangan fungsi sebagai madrasah bagi anak-anak.

Kapitalisme juga telah meminimalisir perhatian negara pada dunia pendidikan. Rendahnya anggaran pendidikan membuat biaya pendidikan terutama pendidikan tinggi- amat membebani rakyat. Maka, tuntutan bagi bebasnya biaya kuliah yang diajukan sejumlah mahasiswa baru-baru ini menjadi sangat wajar. Begitulah, sistem kapitalisme telah menyebabkan kegaduhan dalam dunia pendidikan saat wabah sekarang.
Dalam kondisi wabah, Islam menetapkan kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

Berdasar hal ini, belajar di rumah pun menjadi kebijakan yang harus diambil dalam daulah Khilafah. Meski demikian, kondisinya tentu tidak seperti pelaksanaan belajar di rumah saat ini yang banyak menimbulkan kegaduhan, baik dari siswa, orang tua hingga guru. Kebijakan belajar di rumah dalam sistem khilafah tidak sampai mengurangi esensi pendidikan. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Pertama, negara Khilafah berasaskan akidah dan syariah Islam. Berdasarkan asas ini, Negara menegaskan tujuan pendidikan baku yang harus diemban seluruh pemangku pendidikan baik negara, siswa, guru, tenaga kependidikan, hingga oleh orang tua siswa.

Kedua, dalal sejarah, negara Khilafah dikenal sebagai negara maju yang menguasai jagad teknologi. Berbagai penemuan teknonogi dilakukan oleh kaum muslim. Hal ini karena Islam mendorong setiap muslim untuk terus belajar dan mengembangkan ilmunya. Negara pun mendukung sepenuhnya.

Ketiga, belajar di rumah dalam Khilafah ditopang oleh perekonomian yang stabil bahkan maju. Dengan kondisi tersebut, negara mampu menopang kehidupan ekonomi rakyat yang membutuhkan bantuan akibat lockdown. Orang tua tak perlu bekerja di luar. Mereka bisa optimal membantu proses belajar di rumah dengan sebaik-baiknya.

Tak hanya dalam pemenuhan kebutuhan pokok, negara Khilafah juga mampu memberikan berbagai fasilitas pendukung pembelajaran. Negara menyediakan platform pendidikan gratis dan sarana pendukungnya, seperti internet gratis dan media (alat komunikasinya).

Mahasiswa pun tak perlu teriak meminta keringanan biaya pendidikan. Karena dalam kondisi tidak wabah mereka dibiayai oleh negara. Walhasil, semua kebutuhan belajar di rumah tidak ada kendala, karena negara men-support penuh semua kebutuhan tersebut. Hal itu hanya terjadi jika negara kuat, maju dalam perekonomian. Yakni, negara yang menerapkan syariat Islam.

Demikianlah, hanya negara Khilafah Islam yang mampu memberikan pelayanan pendidikan optimal lagi sahih kepada rakyatnya baik pada kondisi wabah maupun tidak. Belajar di rumah saat wabah pun tak perlu keluh kesah. Semoga wabah kali ini membawa spirit kuat bagi kaum muslim untuk berjuang menegakkan Khilafah.

Wallahu a’lam bisshawwab..

Post a Comment

Previous Post Next Post