KEBIJAKAN INSENTIF YANG TAK EFEKTIF

Oleh : Siti Juni Mastiah, SE
(Anggota Penulis Muslimah Jambi)

Indonesia masih dalam bencana menghadapi wabah global virus corona (Covid-19). Data terbaru per Rabu  1 April 2020, jumlah pasien positif terinfeksi virus corona mencapai 1.677 kasus, dengan korban meninggal mencapai 157 jiwa, dan jumlah yang sembuh 103 orang, (CNN Indonesia, 01/04/2020).

Saat pandemi ini terus memakan banyak korban, pemerintah presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan akan memberikan insentif senilai Rp 3 juta kepada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disektor formal, dengan syarat karyawan tersebut terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan bahwa bantuan tersebut akan diberikan selama 3 bulan, dan setiap bulannya korban PHK akan mengantongi insentif sebesar Rp 1 juta per orang. (CNNIndonesia.Com, 25/03/2020).

Selain itu, Presiden Jokowi juga mengeluarkan berbagai insentif lainnya untuk melawan dampak virus corona terhadap ekonomi yang dibiayai dari realokasi anggaran berbagai kementerian dan lembaga senilai Rp 62,3 triliun. DaFtar insentif tersebut antara lain, (1.) Tambahan bansos kartu sembako murah sebesar Rp 4,5 triliun, (2.) Penyaluran Kartu Prakerja sebesar Rp 10 triliun, (3.) Penangguhan Pajak Penghasilan (PPh) gaji buruh manufaktur sebesar Rp 8,6 triliun, (4.) Relaksasi penundaan pembayaran cicilan untuk kredit usaha mikro dan kecil serta cicilan pembiayaan kendaraan bermotor sebesar Rp 10 triliun, (5.) Subsidi Kredit Perumahan Rakyat (KPR) diatas 5% selama 10 tahun sebesar Rp 1,5 triliun. (CNNIndonesia, 29/03/2020).

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Bapak Presiden tersebut tidaklah efektif, hal ini menunjukkan bahwa rezim kapitalisme saat ini keliru dalam memberikan solusi ekonomi terhadap dampak Covid-19. Ditambah dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk bisa mendapatkan insentif berupa tunjangan, subsidi, dan penundaan cicilan tersebut yang akan membuat orang malas untuk mengurusinya sebab ribet, sulit, dan melelahkan.

Sebenarnya ekonomi Indonesia sudah rapuh dan tumbang sebelum Corona datang. Indikasinya utang luar negeri  yang makin menggunung, daya beli masyarakat yang menurun, PHK massal, pengangguran terbuka, ditambah rupiah turun drastis hingga Rp 16.305 per dolar AS, serta sederet problem ekonomi lainnya.

Apa yang telah dilakukan pemerintah hingga saat ini belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Setiap hari kita hanya disuguhkan dengan laporan pasien positif Covid-19 yang terus bertambah. Antisipasi yang buruk, kebijakan yang tidak tegas, penanganan yang tidak sigap, dan abainya negara sejak wabah ini diumumkan menjadi faktor penyebab pandemi virus yang menjalar di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa kebijakan yang hendak dilakukan pemerintah tersebut merupakan aktivitas  tambal sulam saja dalam hal pemberian solusi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat akibat wabah Corona. Pemerintah terlihat seperti bekerja keras untuk melayani dan menolong warga negaranya, padahal dibalik itu mereka dengan mudahnya mengeluarkan dana untuk membiayai pembangunan Ibu Kota baru yang lebih menguntungkan pihak perusahaan asing dan aseng.

Inilah kebijakan pemerintahan neoliberal kapitalistik yang memperkirakan untung rugi dalam mengurusi rakyatnya. Pemerintah terlihat seperti pelayan tapi sesungguhnya mereka melakukan aktivitas bisnis pada rakyatnya. Terbukti saat tenaga kesehatan membutuhkan APD dan pengobatan dalam penanganan Covid-19, pemerintah justru membuka donasi untuk penanganan Covid-19. Jelaslah betapa minimnya peran negara saat ini, bahkan sekedar menanggung kebutuhan hidup rakyat selama lockdown saja keberatan, padahal lockdown atau karantina wilayah telah ada aturannya didalam UU No.6 Tahun 2018 yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah.

Maka bagaimana seharusnya negara dalam bertindak menghadapi dan melawan pandemi global Covid-19 ini ?. Sebenarnya Daulah Islam telah memberikan contohnya dalam mengatasi wabah yang pernah terjadi di masa Kekhalifahan Umar Bin Khaththab. Saat itu wabah tha’un melanda negeri Syam. Khalifah Umar mengumpulkan sesepuh Quraisy untuk dimintai pendapat apakah perlu meneruskan perjalanan ke Syam atau kembali ke Madinah. Akhirnya Khalifah Umar mengambil pendapat dua orang tokoh dari kalangan Anshar agar membatalkan perjalanan menuju Syam dan kembali ke Madina.

Wabah yang terjadi di wilayah Saragh daerah Lembah Tabuk Syam saat itu baru berhenti setelah Amru Bin Ash menjabat sebagai Gubernur. Beliau mulai menganalisa penyebabnya hingga menemukan metode memutus penyebaran wabah tha’un tersebut. Beliau memisahkan antara orang  sakit  dengan yang sehat, dan melakukan isolasi wilayah yang sekarang dikenal dengan istilah lokdown.

Metode lokcdown sudah dipraktekkan di masa Islam. Sebagaimana hadist Rasulullah Saw tentang lockdown, “Jika kamu mendengar wabah disuatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah ditempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari).

Itulah yang akan dilakukan negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Soal wabah, Islam sudah memberikan teladan dan arahan yang jelas. Islam juga akan mengedukasi masyarakat hingga level terendah RT/RW. Jika diberlakukan lokdown, negara siap menanggung biaya hidup rakyat selama mereka dikarantina.

Jauh sebelum wabah terjadi, Islam telah membangun fasilitas kesehatan yang memadai, menggaji tenaga kesehatan secara layak, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan rumah sakit. Semua pembiayaan tersebut didapat dari Baitul Maal (Kas Negara) yang diperoleh dari bagian pemilikan umum (pengelolaan kekayaan SDA), bagian dari Shadaqah, dan bagian dari harta Fai dan Kharaj (sumber ; Sistem Keuangan Negara Khilafah, karya Abdul Qadim Zallum).

Maka negaralah yang menjadi kunci utama penangan wabah, dengan negara yang kuat, mandiri bersama sistem aturan kehidupan yang adil, amanah, dan bertangungjawab yang bersumber dari Dzat yang Maha Mengatur, Insya Allah segala masalah kehidupan termasuk masalah pandemi global akan mampu teratasi. Wallahu’aalam.

Post a Comment

Previous Post Next Post