Kebijakan Herd Immunity : Negara Abai, Rakyat Sengsara

Oleh : Sindy Utami 
(Mahasiswi Hukum USN Kolaka)


Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, virus corona tak kuat bertahan di cuaca Indonesia yang cenderung panas. Hal itu disampaikan Luhut seusai rapat bersama Presiden Joko Widodo melalui sambungan konferensi video, Kamis (2/4/2020). "Dari hasil modelling kita yang ada, cuaca Indonesia, ekuator ini yang panas dan juga itu untuk Covid-19 ini enggak kuat," kata Luhut. Dilansir dari KOMPAS.com.

Di dunia ilmiah sendiri memang terdapat penelitian yang serupa dengan "modelling" yang dimaksud Luhut. Salah satunya adalah penelitian Miguel B. Araujo dan Babak Naimi berjudul “Spread of SARS-CoV-2 Coronavirus likely to be constrained by climate” yang dipublikasikan pada 31 Maret lalu. Namun, perlu diperhatikan bahwa studi ini belum melewati proses peer-review. Araujo dan Naimi menggunakan 200 model ekologis untuk memproyeksikan penyebaran virus SARS-CoV-2 sepanjang tahun pada iklim tertentu. Meski kasus COVID-19 telah dilaporkan terjadi di seluruh dunia, penelitian Araujo menunjukkan kasus COVID-19 memperlihatkan pola pengelompokan di daerah yang relatif dingin dan kering. SARS yang jadi pandemi pada 2002 hingga 2003 juga menunjukkan pola serupa. Menurut penelitian ini, jika penyebaran COVID-19 terus mengikuti pola ini, dapat diperkirakan bahwa COVID-19 merupakan wabah musiman. Menurut pemodelan ini, wilayah dengan iklim hangat dan dingin mendukung penyebaran virus dengan cepat. Sementara iklim kering dan tropis tidak mendukung penyebaran virus. 

Namun, Araujo menyampaikan keraguan terhadap daerah-daerah seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara. Dengan statusnya yang belum melalui proses peer-review, penelitian Araujo tidak bisa jadi satu-satunya panduan dalam memahami persebaran COVID-19. Menurut pemantauan pada situs coronavirus.jhu.edu per 7 April, kasus COVID-19 sendiri telah mencapai 1.686 kasus di Afrika Selatan, 1.579 di Kolombia, dan 2.491 di Indonesia. Seperti kita ketahui bersama Negara-negara tersebut memiliki konsisi iklim yang panas. Sehingga pernyataan virus ini tidak dapat hidup di cuaca panas masih memerlukan cukup bukti atau bahkan dapat terbantahkan, mengingat banyak gejala yang disebabkan oleh covid-19 berbeda dengan SARS-CoV-2.

Pernyataan sang menteri meninabobokan rakyat agar tidak fokus pada pelayanan yang semestinya menjadi hak mereka. Mengatakan agar rakyat tetap tenang dengan landasan ilmiah yang belum terbukti kebenarqnnya, sedangkan pada kenyataan korban terus berjatuhan akibat virus covid-19. Data yang dirilis pun masih dianggap sebagai fenomena gunung es. Padahal dalam menghadapi wabah berbahaya semacam ini semestinya penguasa menjaddi garda terdepan memberikan layanan terbaik demi keamanan rakyatnya. Sehat merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh Negara tanpa tadeng aling-aling. Sehingga dalam menghadapi wabah, untuk menjaga rakyat seyogyanya pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang betul-betul demi kemaslahatan umat.

Menelaah Akar Masalahnya
Fenomena penambahan kasus covid-19 adalah akibat pemerintah lebih mempedulikan manisnya ekonomi ketimbang keamanan rakyatnya. Jika penguasa memang tulus mencintai rakyat, tentunya sejak awal harus langsung melakukan kebijakan lockdown terhadap Negara sumber wabah, bukan malah menggelarinya karpet merah. Sejak awal sudah dipertontonkan secara gamblang ke mana arah keberpihakan penguasa. Mereka dibuat tak berdaya kala korporat raksasa di hadapannya. Sehingga tak kuasa meski nyawa rakyat sebagai taruhannya.

Genting sudah wabah merajalela tapi sikap penguasa belum dapat ditangkap kejelasannya. Tidak ada solusi yang solutif. Memang ada kemungkinan herd immunity dapat menjadikan seseorang dapat kebal dari penyakit karena banyaknya paparan secara alami terhadapnya. Hanya perkaranya harus ada berapa banyak yang terpapar hingga terbentuk herd immunity? Sebagaimana percontohan dalam tirto.id Infeksi SARS-CoV-2 pada satu orang diperkirakan dapat menular kepada 2-3 orang lain. Rata-rata algoritma kekebalan kelompoknya harus mencapai 50-67 persen populasi. Dengan jumlah penduduk 271 juta jiwa (proyeksi 2020), Indonesia perlu membuat 182 juta rakyatnya terinfeksi dan membentuk herd immunity.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk lansia di Indonesia berkisar 10 persen. Dengan asumsi tersebut pemodelan kelompok rentan yang harus mendapat penanganan khusus mencapai 18,2 juta jiwa. Jumlah tersebut belum ditambah kelompom rentan lainnya yang memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, kanker, HIV, dll. Sementara jika dihitung dari persentase kematian akibat COVID-19 sebesar 8,9 persen, maka Indonesia akan kehilangan sekitar 16 juta jiwa dari total 182 juta jiwa yang terinfeksi.

Maka Herd Immunity bukanlah langkah yang aman. Semestinya penguasa segera mengkarantina wilayah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Selanjutnya untuk memutus rantai penyebaran seluruh rakyat agar tetap diam di rumahnya masing-masing. Sehingga penguasa memasok kebutuhan pangan masyarakat dengan kandungan-kandungan yang cukup dapat meningkatkan imuntas rakyatnya. Sebagaimana Khalifah Umar pada masa wabah menyiapkan pasokan makanan yang cukup dengan dapur yang terus mengepul semenjak fajar menyingsing. Banyak kebutuhan makanan umat disiapkan seperti gandum roti dan sebagainya. Sehingga beliau memanggil setiap kepala keluarga agar mengambi jatahnya di tenda pasokan makanan. Bahkan bagi keluarga yang tidak mampu mendatangi tenda maka akan diantarkan langsung menuju kediamannya. 

Selain dalam hal makanan dalam pengamanan wilayah pun Khalifah bertindak tegas dalam melakukan karantina dengan mengesampingkan pertimbangan ekonomi apalagi ketergantungan kepada Negara lain. Dalam waktu yang sama penelitian terhadap penyakit tersebut juga tak tangggung-tanggung gencarnya demi mempercepat penemuan teknik penyembuhannya. Ketika pasokan makanan dari pusat sudah mulai kurang sanggup menopang, maka kholifah meminta pasokan kepada daerah yang memiliki kelapangan lagi tidak tertimpa musibah wabah tersebut. demikianlah sigapnya pemerintahan Islam menangani sebuah wabah yang berbahaya sekalipun. Sebuah kesiapan langkah dilandasi ketulusan cinta kepada rakyatnya sebab setiap tindak-tanduk penguasa dalam Islam mereka memahami bahwa kekuasaan yang saat ini berada di genggamannya merupakan sebuah tanggungjawab yang akan dinilai oleh Allah kelak di Akhirat. Wallahu Alam Bish shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post