Oleh : Melitasari
Alih-alih mengurangi beban dan dalam upaya menekan dampak wabah virus corona Covid-19 di kalangan masyarakat, Presiden Joko Widodo mengumumkan enam program jaring pengaman sosial. Enam program tersebut antara lain. Pertama, PKH (Program Keluarga Harapan), kedua kartu sembako, ketiga kartu prakerja, keempat listrik gratis bersubsidi selama tiga bulan, kelima pencadangan dana untuk Operasi pasar dan logistik, keenam keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja informal, baik ojek online, sopir taksi, UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp10 miliar. Dilansir dari Suara Surabaya.net, 31 Maret 2020.
Dengan program ini pemerintah ingin memastikan bahwa pemerintah hadir untuk masyarakat dan ingin mengurangi beban dari masyarakat yang terdampak. Namun pada kenyataannya kebijakan ini tidak lain hanya janji semu yang dinilai masyarakat tidak jauh dari sekedar harapan palsu. Pasalnya untuk mendapatkan bantuan ini pemerintah mengajukan beberapa syarat dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Contohnya Program Keluarga Harapan (PKH) jumlah penerima dari 9,2 juta hanya jadi 10 juta keluarga saja yang menerima manfaat, sedangkan Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, jumlah penduduk miskin pada September 2019 ada 24,79 juta orang (sumber CNBC Indonesia, 15/01/2020). Terlebih penerima bantuan PKH ini kerap kali salah sasaran. Begitupun dengan kartu sembako yang sering memicu kecemburuan pada masyarakat kecil yang tidak mendapatkan bantuan. Padahal di situasi seperti ini banyak orang yang kehilangan pendapatan karena harus di rumah saja sedangkan kebutuhan mereka harus tetap dipenuhi.
Adapun program pemerintah untuk menggratiskan listrik bagi pengguna 450 VA dan diskon untuk pengguna 900 VA selama tiga bulan ini menuai banyak kontra pada masyarakat, tidak semua pengguna listrik ber VA 900 mendapat diskon bahkan banyak pengguna listrik di atas 900 VA mengeluhkan saat ini tagihan listriknya melambung tinggi dan penggunaan yang cepat habis tidak seperti biasanya. Banyak yang menduga pemerintah menggratiskan pengguna listrik 450 VA dengan diam-diam menaikan tarif listrik ber VA lebih dari 900.
Entahlah yang jelas jaringan sosial kapitalis ini adalah program setengah hati rezim karena jumlahnya tidak memadai untuk antisipasi wabah. Pemerintah dinilai tidak mau rugi dalam memberikan pelayanan sepenuhnya untuk rakyat sehingga membuat kebijakan-kebijakan yang tidak efektif untuk penanganan pandemi ini mereka terkesan abai dalam setiap persoalan, padahal mengantisipasi terjadinya penyebaran virus lebih luas lebih penting ketimbang mengeluarkan jurus dengan seribu kartu.
Akan lain halnya dengan sistem pemerintahan yang diatur menurut syariat Islam, segala persoalan akan diatasi tanpa melahirkan persoalan baru termasuk dalam penanganan pandemi yang terjadi seperti saat ini. Negara yang berperan untuk mengurusi rakyatnya akan dengan sigap membuat keputusan dan mentusun langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan.. Seperti membuat posko-posko bantuan, menjamin setiap kebutuhan rakyatnya tanpa membeda-bedakan status sosial ataupun ras dan agama. Menggratiskan setiap layanan publik seperti listrik, rumah kesehatan, dan bahkan pendidikan.
Setiap rakyatnya dijamin dalam segala aspek, sehingga saat kondisi pandemi seperti inipun rakyat tidak khawatir akan kelaparan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan. Karena mereka tahu Negara tidak akan abai dan menelantarkan mereka. Negara dalam Islam adalah institusi pelayanan masyarakat yang akan melayani rakyatnya dengan sepenuh hati tanpa harus memperhitungkan untung rugi seperri membuat jaring pengaman sosial yang tidak efektif seperti program kapitalis. Dan sudah selayaknya kita hanya bisa berharap pada pemimpin yang sepenuhnya akan menjamin kemaslahatan umat bukan pada pemimpin zalim yang hanya mengurusi kepentingan pribadi walLahu 'alam BI showab.
Post a Comment