Oleh : Sajidah
(Pengiat Opini Media Kolaka)
Jakarta, Telisik.Id - Penyebaran COVID-19 terus meningkat di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Pemerintah lewat Juru Bicara penanganan COVID-19 Achmad Yurinato, per hari ini Sabtu (4/4/2020) pasien positif meningkat menjadi 2.092 orang, sembuh 150 orang dan meninggal 191 orang. Hingga hari ini masih menggemparkan publik dunia. Jumlah korban tiap hari terus bertambah. Dunia dicekam kecemasan. Takut dengan kecepatan penyebarannya yang tidak terduga. Apalagi hingga saat ini belum ada obat dan vaksin untuk mengatasi virus tersebut.
Penyebaran COVID-19 terus meningkat, baik di pusat hingga daerah. Hampir semua daerah di Indonesia sudah ada yang terinfeksi, baik Pasien Dalam Pengawasan (PDP) hingga pasien positif COVID-19. Kondisi ini membuat beberapa daerah mengambil langkah tegas dengan menetapkan status darurat, sebagai langkah konkrit untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Bahkan, langkah tersebut dilakukan oleh beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Setelah mengalami pertambahan pasien positif COVID-19 menjadi 5 kasus, Provinsi Sulawesi Tenggara resmi ditetapkan sebagai daerah transmisi lokal.
Menyikapi langkah ini, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengeluarkan surat edaran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Dalam surat edaran tersebut, terdapat beberapa pertimbangan untuk menetapkan status darurat COVID-19.
Pemerintah daerah dapat menetapkan status keadaan darurat siaga bencana COVID-19 dan/atau keadaan tanggap darurat bencana COVID-19 di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota dengan beberapa pertimbangan.Dikatakan Mendagri, penetapan status darurat siaga bencana atau tanggap darurat bencana, harus didasarkan pada kajian atau penilaian kondisi daerah perihal penyebaran COVID-19.Jadi yang melakukan kajian itu oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota/provinsi.
Untuk mengahadapi situasi tersebut, Satgas COVID-19 Bombana bakal melakukan pemantau super ketat terhadap masyarakat Bombana, baik pengunjung yang masuk maupun ke luar daerah.Juru Bicara Satgas COVID-19 Bombana, Heryanto, beberkan perubahan protap pencegahan penyebaran setelah Sultra ditetapkan sebagai daerah transmisi lokal, di antaranya :
Pertama, merubah metode sosialisasi dan edukasi yang awalnya dilaksanakan melalui pidato berjalan, mulai sekarang akan dilakukan via TV Kabel, masjid dan tempat ibadah lainnya.
Kedua, posko jaga dan pengawasan di pintu masuk seperti gerbang PPA Konsel-Bombana, gerbang Kolaka-Bombana, dan beberapa pelabuhan di Bombana seperti Kabaena, Kasipute, akan diperketat dengan penambahan menjadi 4 shift.
Ketiga, pelaporan data pantauan terpadu dengan berbasis ITE baik Satgas Dusun, RT, desa, kelurahan dan kecamatan.
Keempat, memperkuat satuan tugas lingkungan untuk memastikan siapa yang keluar dan masuk kampung, dan yang terakhir adalah memantapkan perlindungan sosial melalui unit kesehatan masyarakat.
Pertimbangan Pengambilan Kebijakan
Cara pemimpin negeri ini menghadapi perang melawan Covid-19 sepertinya terseok-seok. Ibarat orang mau perang, masih maju mundur cantik. Ada keragu-raguan dalam benak mereka. Di sisi lain mereka menyatakan bahwa keselamatan rakyat adalah utama. Namun, di lain pihak justru tidak cepat dalam mengambil kebijakan.
Pasalnya, ketika kasus Covid-19 ini baru ditemukan, pemerintah tak langsung mengambil kebijakan lockdown. Hal itu dilakukan karena pertimbangan ekonomi. Dengan kondisi saat ini, negara tak mampu membiayai kebutuhan di saat lockdown. Sebagaimana yang dilakukan beberapa negara yang memutuskan lockdown. Mereka menanggung kebutuhan masyarakat saat isolasi itu dilakukan.
Bila dicermati secara mendalam, penolakan konsep lockdown dalam penanggulangan wabah, tak ubahnya perbuatan dungu pemilik rumah yang berusaha mencegah pencuri masuk tetapi gerbang dan pintu rumahnya dibiarkan terbuka, dan ketika pencuri masuk ia berteriak meminta tolong. Sikap seperti ini sangat berbahaya bagi keselamatan umat manusia, di samping bertentangan dengan sifat alami wabah yang harus dicegah agar tidak keluar dari tempat asalnya bila tidak ingin membahayakan jiwa manusia. Adapun alasan penolakan lockdown karena akan membahayakan perekonomian, menunjukkan kerendahan berpikir. Sebab, itu berarti materi lebih tinggi nilainya dari jiwa manusia. Sementara sistem ekonomi kapitalisme tanpa wabah pun sudah gagal menyejahterakan manusia.
Kesenjangan ekonomi yang begitu dalam, puluhan juta orang miskin dan kelaparan di tengah produksi pangan yang berlimpah, puluhan juta jiwa kekurangan air bersih di tengah berlimpahnya sumber daya air, badai pengangguran di tengah kemajuan teknologi, jutaan jiwa tidak tertolong nyawanya di tengah begitu majunya ilmu kedokteran dan teknologi, adalah deretan bukti yang tidak terbantahkan.
Artinya, perekonomian yang tidak mampu mendukung kebijakan lockdown justru menegaskan sistem ekonomi kapitalisme antipencegahan wabah, antikesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Sedangkan penolakan konsep lockdown karena bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan, menunjukkan HAM dan kebebasan itu sendiri yang bersifat antipencegahan wabah dan antikesehatan serta keselamatan jiwa manusia. Sebagaimana kita saksikan selama ini, ketika HAM dan kebebasan dijadikan landasan bagi segala urusan, begitu mudah ditunjukkan oleh jari jemari krisis kemanusiaan yang sangat parah.
Jangankan buat lockdown, untuk memenuhi kebutuhan APD bagi tenaga medis saja kurang. Apalagi mereka adalah tentara garda depan dalam peperangan ini. Hal ini memperlihatkan bahwa segala kebijakan yang diambil masih mengikuti prinsip pertimbangan materi.Materi dalam hal ini adalah ekonomi menjadi pertimbangan besar dalam keputusan kebijakan. Adanya ketakutan pertumbuhan ekonomi bisa nol, membuat pemimpin mengambil kebijakan non-lockdown.
Solusi Islam
Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang lengkap. Islam mengatur semua hal dan memberikan solusi atas segenap persoalan. Islam telah lebih dulu dari masyarakat modern membangun ide karantina untuk mengatasi wabah penyakit menular.
Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya Rasulullah saw. adalah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda: “Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta.” (HR al-Bukhari).
Dengan demikian, metode karantina sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninginggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Dikutip dalam buku berjudul, Rahasia Sehat Ala Rasulullah saw.: Belajar Hidup Melalui Hadis-hadis Nabi karya Nabil Thawil, pada zaman Rasulullah saw., jika ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha’un, beliau memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus. Jauh dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.
Pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khaththab juga pernah terjadi wabah penyakit menular. Diriwayatkan: “Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat terjadi wabah Tha’un yang melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.
Alhasil, menjadi seorang pemimpin di tengah wabah harus berani mengambil risiko. Tanpa mempertimbangkan masalah materi, yang utama rakyat terselamatkan. Karena standar kebahagiaan seorang muslim adalah rida Allah, maka pemimpin muslim akan menjadikan rida Allah sebagai tujuan. Oleh karena itu, ia akan langsung memutuskan lockdown agar wabah tak meluas menyerang masyarakat. Wallahu a’lam.
Post a Comment