Dibalik kata "Pemberdayaan Perempuan"
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)
Bagi warga Indonesia bertepatan dengan tanggal 21 April dimana pada setiap tanggal ini diperingati sebagai "Hari Kartini". Hal yang pasti rutin dilakukan untuk menyambut hari Kartini, terutama di berbagai civitas sekolah dari mulai Murid-murid SD, SMP dan SMA yang perempuan diminta untuk memakai kebaya lengkap dengan sanggul dan make up wajahnya. Kemudian setelah upacara peringatan hari Kartini, ada lomba2 yang bersifat keperempuanan seperti masak, peragaan busana dsb.
Tentu hal yang tak bisa dipungkiri oleh warga Indonesia terutama kaum perempuan dimana tanggal 21 April dijadikan peringatan Hari Kartini, tidak lain adalah karena Ibu Kartini dijadikan sosok pelopor atau sosok yang memperjuangkan hak kaum wanita dalam hal pendidikan. Seperti yang kita tahu Ibu Kartini meminta agar kaum wanita diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan agar para wanita dapat mendidik anak-anaknya dengan baik.
Bukan ingin menandingi kaum pria dalam segala hal.
Akan tetapi, sangat disayangkan pada saat ini ada sekelompok kaum wanita yang menuntut agar kaum wanita bisa setara dengan kaum pria di segala bidang. Misalnya, kaum pria jadi politikus, kaum wanita juga bisa. Kaum pria jadi ekonom, kaum wanita juga bisa. Kaum pria bisa keluar rumah untuk mencari uang atau bekerja, kaum wanita juga bisa. Atau yang lebih ekstrim lagi yaitu kaum pria jadi petinju atau angkat besi, kaum wanita juga bisa.
Fenomena adanya tuntutan dari sekelompok kaum wanita yang menamakan dirinya dengan sebutan kaum "Feminis" ini sudah sangat jauh dari keinginan atau cita-cita Ibu Kartini seperti di atas sudah disebutkan.
Memang, menurut hukum Islam, wanita bekerja itu dibolehkan, hukumnya mubah. Tapi pelaksanaan hukum yang mubah ini jangan sampai mengalahkan atau melalaikan bahkan meninggalkan hukum yang diwajibkan. Seperti mengurus anak, membimbingnya, membinanya, baik akidah, akhlak, intelektual, jasmani dsb. Tentunya ibu yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas tersebut. Edukasi atau dibinanya anak-anak oleh ibunya sesuai dengan syariah Islam, tentu akan menjadi anak yang taat, anak yang hebat, anak yang tangguh, akan menjadi generasi cemerlang, yang akan menjadi kebanggaan orang tuanya dikala masih hidup dan yang akan selalu mendoakan dikala orang tua sudah tiada.
Kaum wanita jadi politikus, boleh. Jadi ekonom, boleh. Jadi dokter, boleh. Jadi PNS, boleh. Jadi karyawan, jadi buruh, boleh. Akan tetapi tidak boleh meninggalkan kewajiban yang sudah diberikan oleh Allah SWT yaitu sebagai ummun wa rabbatul bayt dan ketika bekerjapun harus tetap berada di dalam koridor hukum Syariat Islam.
Ada hal yang harus kita sadari bersama bahwa ketika kita kaum wanita melakukan aktifitas diluar rumah jangan sampai "terperdaya" oleh jargon-jargon feminisme yang sudah dimanfaatkan oleh kaum kapitalis. Seperti jargon "Pemberdayaan perempuan", jangan lantas kita terpukau oleh kata indah yang membius itu. Tapi kita harus menelisik terlebih dahulu ada apa dibalik jargon indah tersebut.
Ternyata, maksud dibalik jargon indah tersebut tidak seindah maksud yang ada didalamnya. Dibalik jargon tersebut ada big busines bagi kaum kapitalis. Jadi sesungguhnya para kaum wanita sudah dikelabui dengan kata indah "Pemberdayaan perempuan" tersebut. Padahal sebenarnya kaum wanita hanyalah dijadikan sapi perah, dieksploitasi oleh para kapitalis. Dari mempekerjakan kaum wanita, para kapitalis bisa meraup keuntungan yang sangat besar dibandingkan dengan mempekerjakan kaum pria. Para kapitalis menggaji kaum wanita lebih murah ketimbang kaum pria. Jadi kaum wanita jangan dulu senang dengan jargon "Pemberdayaan perempuan" karena pada hakikatnya adalah "memperdaya perempuan"!!!.
Tetaplah berpegang teguh pada agama Islam kaffah yang akan menghantarkan kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Wallahua'lam.
Post a Comment