By : Ilmasusi
Ibu Rumah Tangga
Bulan yang mulia telah tiba. Romadhon, bulan dimana umat islam diwajibkan berpuasa sebagai wujud dari ketaatannya terhadap Allah. Buah dari ibadah ini adalah pelakunya menjadi orang yang bertakwa.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah/2: 183)
Taqwa bisa dilakukan oleh individu. Dengan kesadaran yang dimilikinya, seorang hamba menempati derajat taqwa mana kala dia bisa mentaati seluruh perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Hal itu dilakukan sebagai buah dari keimanannya.
Namun, ketaatan secara individual ini agar bisa total perlu adanya sistem pendukung. Ketaatan ini akan terkendala ketika individu rakyat berada pada sistem dimana aturan islam tidak terapkan. Seseorang yang meyakinai bahwa aktivitas riba merupakan perbuatan yang haram, misalnya. Ia akan berhadapan dengan keharusan bersinggungan dengan aktivitas terlarang ini ketika memilih bekerja sebagai pegawai negeri. Pasalnya, dengan posisi pekerjaannya itu mengharuskannya menjadi anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesi (KPRI) yang salah satu programnya adalah simpan pinjam berbasis riba.
Karenanya, dibutuhkan ketaatan secara sistemik. Demikian pula aktivitas taubat, bisa dilakukan oleh individu namun harus dibarengi dengan taubat dalam skala bangsa atau pertaubatan nasional.
Pertaubatan nasional saat ini sedang gencar diserukan untuk menghadapi pandemi global covid19. Apalagi memasuki bulan Ramadhan di mana ampunan ditebar oleh Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh PBNU beberapa waktu lalu dengan menggelar doa bersama dan pertaubatan global secara online.
Wapres Ma’ruf Amin mengapresiasi inisiatif tersebut.
“Sebagai orang-orang yang beriman, kita juga harus melakukan upaya-upaya bathiniyah selain lahiriyah, memohon kepada Allah SWT,” kata Wapres Maruf lewat konferensi Zoom, yang tayang langsung di channel BBS TV di acara pertaubatan nasional dan istighotsah online PBNU (www.rmco.id/baca-berita/nasional).
Benar, salah satu penyebab dari bencana, termasuk merajalelanya wabah adalah karena dosa-dosa yang dilakukan manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ [الشورى:30]
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(QS. Asy-Syuraa: 30)
Namun, ketaatan seperti apa yang ingin digapai dan taubat seperti dan apa saja yang diperlukan agar tujuannya tak sia-sia?
_Makna dan Syarat Taubat_
Manusia adalah makhluk tempatnya salah dan lupa. Melekat dengan penciptaannya, manusia diberi hawa nafsu. Hawa nafsu ini bisa menjatukannya pada kekhilafan, bila tanpa petunjuk.
Iblis dan bala tentaranya tidak pernah lelah dalam membujuk manusia agar tergelincir dan melakukan kesesatan. Beragam cara akan dilakukannya. Hadis di atas merupakan pengakuan akan kelemahan manusia ini.
Rasulullah saw bersabda,
“Kalau kalian tidak pernah berbuat dosa niscaya Allah SWT akan mengganti kalian dengan kaum yang lain yang berbuat dosa, tetapi mereka memohon ampun dan Allah SWT mengampuni mereka”.( HR.Muslim).
Karena potensi berbuat salah dan dosa inilah manusia perlu memperbanyak taubatnya. Sesuai yang dikatakan Rasulullah saw bahwa sebaik-baik orang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.
Taubat menurut bahasa berasal dari kata تَوَبَ yang bermakna kembali. Dia bertaubat, artinya ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa).
Menurut Ibnu Qayyim ada beberapa persyaratan dalam menjalankan taubat. Jika dosa yang dilakukan adalah hak Allah, taubat memiliki tiga syarat, yaitu rasa penyesalan, berhenti dari dosa dan berjanji untuk tidak mengulanginya.
Orang yang dia pernah melakukan korupsi, maka untuk bertaubat dia harus menyesali perbuatan curang yang telah dilakukannya Dia berhenti dari perbuatan korup atas harta rakyat dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi seraya memperbanyak beribadah kepada Allah untuk mendekatkan diri.
_Menuju Taubat dan Taat Nasional_
Taubat individu dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dan tidak akan mengulangi kesalahan serupa. Lantas, bagaimana taubat nasional? Apakah cukup dengan taubat individu yang dilakukan serempak dan secara seremonial dalam suatu negara?
Dosa-dosa individu, jika dilakukan oleh satu atau dua individu, maka hanya ada kewajiban bertaubat bagi para pelakunya. Namun, bila dosa tersebut dilakukan oleh komunitas dalam satu masyarakat, hal ini menunjukkan adanya kerusakan yang massif, yang diakibatkan oleh sistem yang salah. Bukan hanya oleh individunya, namun kesalahan terlahir dari sistem kehidupan yang diterapkan oleh bangsa itu. Efek dari dosa tersebut bukan lagi pada individu, tetapi merata ke seluruh masyarakat.
Shahabat Ibnu ’Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda:
“يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا. وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ.
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ.
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”
”Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya (1)Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya,(2)Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. (3) Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan. (4)Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas5 mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki(5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih).”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1332 no 4019), Abu Nu’aim (8/333), al-Hakim (no. 8623) dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam ash-Shahihah no.106).
(www.suaramubalighah.com/2020/04/25/agar-taubat-nasional-diterima-allah)
Secara realitas kini kita menemui dosa-dosa yang disebutkan oleh Rasulullah saw di atas.
AIDS, penyakit yang mengerikan itu dan yang sekarang covid-19 yang mewabah. Bisa jadi keduanya termasuk penyakit akibat yang muncul karena sudah merajalelanya zina di tengah masyarakat.
Pergaulan bebas kini dipandang biasa bagi masyarakat dunia, bahkan di negeri muslim terbesar seperti Indonesia. Di negeri ini, zina tidak termasuk perkara pidana selama dilakukan suka sama suka. Transaksi seksual juga tidak ditindak pelakunya, yang ditangkap hanya mucikarinya.
Penyimpangan seksual bermunculan dan diupload di situs-situs porno yang mudah diakses.
Paham Freesex bukan lagi merupakan dosa individu, namun merupakan dosa jamaah. Bila penguasa membiarkan dan malah membuat aturan yang mendukung kebebasan ini, sementara kalangan umat tidak ada upaya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka adzab bakal ditimpakan. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah yang mulia,
“Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua. [HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni)
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian. [HR Ahmad dan at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’]
Allah menimpakan azab kaum Nabi Hud dan Nabi Shalih karena tidak mau beriman kepada Allah. Allah mengazab kaum Nabi Syu’aib karena bertindak curang dalam hal timbangan dan takaran. Allah mengazab kaum Nabi Luth karena melakukan aktifitas hina yaitu sodomi.
Semua dosa yang dikerjakan kaum-kaum terdahulu tersebut, kini dilakukan oleh sebagian generasi. Ironisnya, yang bertindak melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar justru diberangus, dibungkam dan diberikan stigma negatif.
Wajar bila Allah kemudian menurunkan wabah kepada penduduk dunia, untuk memperingatkan mereka agar mereka kembali kepada Allah, menegakkan syariat dan hukum-Nya di muka bumi.
Maka taubat yang kita semestinya dilakukan saat ini adalah taubat sistemik. Bukan sekedar taubat individu sekalipun dilakukan secara serempak, apalagi hanya seremonial belaka.
Seharusnya kita menyesali semua dosa-dosa karena telah mencampakkan hukum Allah yang berkaitan dengan masalah publik. Hukum yang berkaitan dongan politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial dan peradilan. Kita telah tenggelam dalam sistem yang menggunakan hukum selain Allah.
Taubat selayaknya diwujudkan dengan meninggalkan hukum-hukum tersebut dan menjalankan hukum-hukum Allah sepenuhnya. Menggantikan loyalitas kepada orang atau lembaga yang mendukung kekuasaan, menjadi loyalitas hanya kepada asyaari', pembuat hukum, yaitu Allah swt.
Terlebih, bila bertaubat dengan menerapkan semua hukum Allah, in syaaallah bumi akan mengeluarkan semua berkahnya, dan Allah akan menjauhkan kita dari azab-Nya. Benar-benar Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam akan terwujud.
_Waallahu A’lam bishshowab_
Post a Comment