Oleh : Feby Hariani
Sampai hari ini (10/04/2020), sudah tercatat 3.512 pasien positif COVID-19 di Indonesia dengan 282 sembuh dan 306 meninggal dunia (covid19.go.id). Setiap hari selalu terdapat kasus baru, Provinsi DKI Jakarta menduduki posisi pertama dengan jumlah pasien terbanyak positif COVID-19. Pandemi ini telah menjadi perhatian bagi seluruh mata di dunia sejak kasus pertama di negara China daerah Wuhan. Hal ini membuat organisasi kesehatan dunia, yaitu WHO merilis pernyataan bahwa virus Corona menjadi darurat global. Penyebarannya yang cepat dari manusia ke manusia menyebabkan 193 negara telah tercatat terinfeksi Corona (Kompas.com). Tidak sedikit dana dikeluarkan untuk mengatasi penyebaran virus ini. Presiden Joko Widodo menyampaikan akan mengalokasikan dana APBN 2020 untuk menangani kasus Corona. Dana tersebut diambil dari pos Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi, dan dana abadi pendidikan sehingga tercatat sebanyak Rp. 405 Triliun (cnn.id).
Wabah ini dinilai menjadi bencana ekonomi politik. Bencana ini, menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami penurunan. Banyak sumber pemasukan negara yang vakum dan terpukul. Anggota Komisi DPR RI, Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam melindungi perekonomian rakyat kecil karena terhambat oleh bencana. Selain itu pada anggaran penangan wabah, sebelum dinyatakan dana kucuran dari APBN sebanyak Rp. 405 Triliun, terdapat kronologis yang terkesan maju mundur dan penuh keraguan dari pemerintah terkait anggaran menangani wabah Corona. Ketua Dewan LP3ES dan Peneliti LP3ES, Didik dan Fachru menilai alokasi dana yang berubah-ubah menggambarkan kebijakan yang lemah dari pemerintah (detik.com). Banyak yang bertanya dari mana uang Rp.405 triliun tersebut didapatkan, mengingat negara sedang mengalami defisit keuangan dan hutang negara yang sampai saat ini belum terbayar. Namun dari optimasi penggalangan dana yang dimungkinkan memang masih belum mengcover kebutuhan besar penanganan wabah.
Rakyat yang cukup geram dengan gerak pemerintah yang dinilai lamban, memiliki inisiatif untuk melakukan penggalangan dana dan berdonasi secara pribadi dengan uang mereka. Defisit keuangan negara semakin tampak jelas, ketika pemerintah membuka rekening khusus bagi rakyat yang ingin berdonasi mengenai wabah. Bukankah negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menangani setiap problematika rakyat, termasuk wabah virus Corona?
Sebenarnya, kekurangan dana dan ketidakmampuan pemeritah dalam menanggulangi krisis merupakan hal yang sangat wajar terjadi. Berbagai alasan seperti kas negara atau faktor lain yang tidak mencukupi. Namun, solusi yang dicontohkan dalam Islam seperti pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab adalah meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian daulah Islam yang mampu memberikan bantuan. Sebab perekonomian dalam Islam diatur berdasarkan hukum syara’ dan daulah Islam akan menerapkan hukum Islam sesuai tata cara yang disebutkan dalam hukum syara’. Khalifah Umar bin Khattab bergerak gesit dan cepat ketika megetahui bahwa kas negara kurang untuk menanggulangi krisis. Umar memerintahkan setiap pemimpin wilayah yang kaya untuk meminta bantuan dengan mengirim surat. Dalam waktu yang cepat pula, balasan untuk bantuan didapatkan seperti makanan,
Sejarah ini dapat menjadi bukti bahwa pemerintahan yang diatur dengan Islam sangat cepat menangani krisis. Sistem ekonomi dalam Islam, menangani problematika ekonomi terletak pada distribusi harta dan jasa kepada seluruh individu masyarakat secara merata pada wilayah yang terkena dampak wabah. Seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat harus dijamin pemenuhannya per individu secara sempurna dan penjaminan dalam memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin oleh negara. Semua anggaran penanggulangan sepenuhnya tanggung jawab negara, bukan rakyat. Namun, apabila Baitul Mal tidak cukup harta untuk memenuhinya, maka kewajiban akan beralih kepada umat. Hal ini berlangsung atas aktivitas yang diwajibkan syara’ saja. Tidak berhak bagi negara meminta pajak atau harta kepada umat diluar yang diwajibkan syara, seperti pajak dalam urusan birokrsi, atau keperluan rakyat lainnya.
Post a Comment