Oleh : Nurhalidah Muhtar
Rakyat Indonesia bagaikan ayam mati di lumbung padi. Bagaimana tidak ditengah wabah virus Corona (Covid-19) tidak ada kesiagaan anggaran untuk memberantas virus corona (Covid-19) yang siap menelan korban jiwa tanpa memandang status sosial, pekerjaan, dll.
Peribahasa bagaikan ayam mati di lumbung padi, semestinya tidak berlaku untuk Indonesia. Sebab Indonesia adalah surga, Negara kaya gemah ripah loh jinawi. Namun, kekayaan alam itu tidak mampu mengangkat kesejahteraan dan menolong nyawa masyarakatnya yang berjumlah lebih dari 250 juta jiwa. Padahal, negara yang miskin sumber daya alam justru membuat warganya subur dan makmur.
Lagi dan lagi kondisi mengabaikan keselamatan rakyat semata-mata adalah hasil dari sistem yang diterapkan diindonesia. Yaitu sistem kapitalisme. Dimana menimbun kekayaan umum yang dilakukan oleh para elite-elite negeri ini. Serta sudah diswastanisasi. Sehingga ketika wabah terjadi, maka pemerintah kalang kabut dalam mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan.
Lewat keterangannya, Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J. Rachbini dan Peneliti LP3ES Fachru Nofrian mengatakan instrumen APBN sangat penting dalam menangani dampak virus ini. Pemerintah diminta jangan main-main dalam penggunaan APBN.
Didik dan Fachru menilai bahwa sejauh ini pemerintah terlihat ragu dan maju mundur dalam mengalokasikan dana APBN untuk menangani virus corona. Mereka menilai alokasi dana yang terus berubah mencerminkan kebijakan yang lemah dari pemerintah.
"Kebijakan anggaran yang ragu dan maju mundur mengalokasikan dana Rp 19 triliun rupiah pada awalnya, beberapa hari kemudian lalu naik Rp 27 triliun rupiah, dan kemudian naik lagi Rp 60 triliun adalah kebijakan yang lemah, mencla-mencle, pertanda pemerintahan tidak Anggaran Negara Hadapi Bencana
Oleh : Nurhalidah Muhtar
Rakyat Indonesia bagaikan ayam mati di lumbung padi. Bagaimana tidak ditengah wabah virus Corono (Covid-19) tidak ada kesiagaan anggaran untuk memberantas virus corona (Covid-19) yang siap menelan korban jiwa tanpa memandang status sosial, pekerjaan, dll.
Peribahasa bagaikan ayam mati di lumbung padi, semestinya tidak berlaku untuk Indonesia. Sebab Indonesia adalah surga, Negara kaya gemah ripah loh jinawi. Namun, kekayaan alam itu tidak mampu mengangkat kesejahteraan dan menolong nyawa masyarakatnya yang berjumlah lebih dari 250 juta jiwa. Padahal, negara yang miskin sumber daya alam justru membuat warganya subur dan makmur.
Lagi dan lagi kondisi mengabaikan keselamatan rakyat semata-mata adalah hasil dari sistem yang diterapkan diindonesia. Yaitu sistem kapitalisme. Dimana menimbun kekayaan umum yang dilakukan oleh para elite-elite negeri ini. Serta sudah diswastanisasi. Sehingga ketika wabah terjadi, maka pemerintah kalang kabut dalam mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan.
Lewat keterangannya, Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J. Rachbini dan Peneliti LP3ES Fachru Nofrian mengatakan instrumen APBN sangat penting dalam menangani dampak virus ini. Pemerintah diminta jangan main-main dalam penggunaan APBN.
Didik dan Fachru menilai bahwa sejauh ini pemerintah terlihat ragu dan maju mundur dalam mengalokasikan dana APBN untuk menangani virus corona. Mereka menilai alokasi dana yang terus berubah mencerminkan kebijakan yang lemah dari pemerintah.
"Kebijakan anggaran yang ragu dan maju mundur mengalokasikan dana Rp 19 triliun rupiah pada awalnya, beberapa hari kemudian lalu naik Rp 27 triliun rupiah, dan kemudian naik lagi Rp 60 triliun adalah kebijakan yang lemah, mencla-mencle, pertanda pemerintahan tidak memiliki kepemimpinan yang kuat kalau berkaca pada luasnya masalah yang dihadapi rakyat Indonesia," kata kedua ekonom ini lewat keterangan tertulis, dikutip Minggu (detikFinance, 29/3/2020).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebut pemerintah telah mengidentifikasi dana senilai Rp56 triliun sampai Rp59 triliun dana desa akan dialihkan untuk penanganan virus corona.
Tahun ini, total transfer dana desa ke daerah mencapai Rp 850 triliun. Melalui Telekonferensi, Menteri Sri Mulyani menyampaikan bahwa ada (dana) yang bisa direalokasikan membantu masyarakat untuk penanganan Covid-19 (liputan6.com, 20/3/2020).
Tarik ulur tentang anggaran akan tetap berlangsung semasih sistem kapitalisme masih berdiri kokoh dinegeri ini. Serta kematian rakyat menjadi tontonan gratis dinegeri ini.
Oleh karena itu, maka tidak ada pilihan lain inilah saatnya kita lepas diri dari sistem kapitalisme yang merusak tatanan kehidupan manusia. Lalu kembali kesistem yang memanusiakan manusia yaitu sistem islam.
Dalam pengaturan Islam pemimpin sangat siaga dalam mengurusi urusan rakyatnya dengan mengalokasikan dana dari baitul Mal. Apalagi yang ditimpa wabah, maka pemimpin (Khalifah) akan memperjuangkan keselamatan rakyatnya. Seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar.
Sebagaimana diketahui, Khalifah Umar ra., ketika krisis ekonomi, memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya. Dengan itu beliau bisa merasakan betul bagaimana penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Beliau kemudian segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis ekonomi secara cepat, tepat dan komprehensif. Untuk mengoptimalisasi keputusannya, Khalifah segera mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak.
Tatkala menghadapi situasi kas pusat (BaitulMal) kekurangan untuk menangani krisis tersebut, langkah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab dalam menyelesaikan krisis adalah dengan meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.
Sebagaimana yang diceritakan di dalam buku The Great Leader of Umar bin Khattab karya Dr. Muhammad ash-Shalabi, Khalifah Umar langsung bertindak cepat ketika melihat kondisi keuangan Baitul Mal tidak mencukupi penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan. Petugas Khalifah Umar langsung mendatangi Amru bin al-Ash, gubernur di Mesir, “Dari hamba Allah, Umar bin al-Khaththab, Amirul Mukminin, untuk Amru bin al-Ash. Semoga kesejahteraan terlimpah padamu. Selanjutnya, tegakah kau melihatku dan orang-orang di sekitarku, sementara engkau dan orang-orang di sekitarmu hidup penuh kenikmatan? Tolonglah kami, tolonglah kami.”
Amru bin Ash membalas, “Untuk hamba Allah, Amirul Mukminin, dari Amru bin al-Ash. Semoga kesejahteraan terlimpah kepadamu. Saya memuji Allah yang tidak ada Tuhan selain-Nya. Selanjutnya, bantuan akan segera tiba. Untuk itu, bersabarlah. Saya akan mengirim kafilah untukmu. Yang depan berada di dekatmu, sementara yang belakang berada di dekatku. Saya berharap bisa membawa bantuan melalui laut.”
Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.
Khalifah Umar juga mengirim surat kepada para gubernurnya di Syam. “Kirimkan makanan yang layak untuk kami karena sudah banyak yang binasa kecuali jika Allah merahmati mereka.”
Surat serupa juga dikirim kepada para gubernurnya di Irak dan Persia. Semuanya mengirim bantuan untuk Khalifah.
Kisah di atas menunjukkan kesigapan pemimpin kaum Muslim dalam menyelesaikan krisis, ketika mendapati pemerintah pusat sudah tidak mampu lagi menutupi semua kebutuhan dalam rangka menyelesaikan krisis. Pemerintah pusat langsung memobilisasi daerah-daerah wilayah Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu untuk membantu menyelesaikan krisis tersebut. Khalifah Umar langsung mengirim surat dan utusan langsung untuk mengurusi hal ini, agar bantuan segera terkondisikan dan disiapkan.
Dari kisah di atas juga bisa dipahami, bahwa para gubernur dengan semangat ukhuwah islamiyah dan manajemen pemerintahan yang rapi serta saling menopang, langsung sigap menyiapkan dan memberikan bantuan dengan jumlah yang sangat banyak. Bantuan itu benar-benar bisa membantu secara tuntas semua kebutuhan yang diperlukan.
Beginilah potret sikap khalifah terhadap umatnya. Landasan yang diterapkan adalah iman dan takwa. Bukan materi seperti sistem demokrasi Kapitalisme. Dengan dorongan akidah khalifah mengurusi rakyatnya tanpa pamrih. Sangat jauh berbeda dengan potret pemimpin dalam sistem demokrasi yang semata-mata hanya karena asas manfaat. Wallahu a’lam bish-showab. Rakyat Indonesia," kata kedua ekonom ini lewat keterangan tertulis, dikutip Minggu (detikFinance, 29/3/2020).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebut pemerintah telah mengidentifikasi dana senilai Rp56 triliun sampai Rp59 triliun dana desa akan dialihkan untuk penanganan virus corona.
Tahun ini, total transfer dana desa ke daerah mencapai Rp 850 triliun. Melalui Telekonferensi, Menteri Sri Mulyani menyampaikan bahwa ada (dana) yang bisa direalokasikan membantu masyarakat untuk penanganan Covid-19 (liputan6.com, 20/3/2020).
Tarik ulur tentang anggaran akan tetap berlangsung semasih sistem kapitalisme masih berdiri kokoh dinegeri ini. Serta kematian rakyat menjadi tontonan gratis dinegeri ini.
Oleh karena itu, maka tidak ada pilihan lain inilah saatnya kita lepas diri dari sistem kapitalisme yang merusak tatanan kehidupan manusia. Lalu kembali kesistem yang memanusiakan manusia yaitu sistem islam.
Dalam pengaturan Islam pemimpin sangat siaga dalam mengurusi urusan rakyatnya dengan mengalokasikan dana dari baitul Mal. Apalagi yang ditimpa wabah, maka pemimpin (Khalifah) akan memperjuangkan keselamatan rakyatnya. Seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar.
Sebagaimana diketahui, Khalifah Umar ra., ketika krisis ekonomi, memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya. Dengan itu beliau bisa merasakan betul bagaimana penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Beliau kemudian segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis ekonomi secara cepat, tepat dan komprehensif. Untuk mengoptimalisasi keputusannya, Khalifah segera mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak.
Tatkala menghadapi situasi kas pusat (Baitul Mal) kekurangan untuk menangani krisis tersebut, langkah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab dalam menyelesaikan krisis adalah dengan meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.
Sebagaimana yang diceritakan di dalam buku The Great Leader of Umar bin Khattab karya Dr. Muhammad ash-Shalabi, Khalifah Umar langsung bertindak cepat ketika melihat kondisi keuangan Baitul Mal tidak mencukupi penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan. Petugas Khalifah Umar langsung mendatangi Amru bin al-Ash, gubernur di Mesir, “Dari hamba Allah, Umar bin al-Khaththab, Amirul Mukminin, untuk Amru bin al-Ash. Semoga kesejahteraan terlimpah padamu. Selanjutnya, tegakah kau melihatku dan orang-orang di sekitarku, sementara engkau dan orang-orang di sekitarmu hidup penuh kenikmatan? Tolonglah kami, tolonglah kami.”
Amru bin Ash membalas, “Untuk hamba Allah, Amirul Mukminin, dari Amru bin al-Ash. Semoga kesejahteraan terlimpah kepadamu. Saya memuji Allah yang tidak ada Tuhan selain-Nya. Selanjutnya, bantuan akan segera tiba. Untuk itu, bersabarlah. Saya akan mengirim kafilah untukmu. Yang depan berada di dekatmu, sementara yang belakang berada di dekatku. Saya berharap bisa membawa bantuan melalui laut.”
Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.
Khalifah Umar juga mengirim surat kepada para gubernurnya di Syam. “Kirimkan makanan yang layak untuk kami karena sudah banyak yang binasa kecuali jika Allah merahmati mereka.”
Surat serupa juga dikirim kepada para gubernurnya di Irak dan Persia. Semuanya mengirim bantuan untuk Khalifah.
Kisah di atas menunjukkan kesigapan pemimpin kaum Muslim dalam menyelesaikan krisis, ketika mendapati pemerintah pusat sudah tidak mampu lagi menutupi semua kebutuhan dalam rangka menyelesaikan krisis. Pemerintah pusat langsung memobilisasi daerah-daerah wilayah Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu untuk membantu menyelesaikan krisis tersebut. Khalifah Umar langsung mengirim surat dan utusan langsung untuk mengurusi hal ini, agar bantuan segera terkondisikan dan disiapkan.
Dari kisah di atas juga bisa dipahami, bahwa para gubernur dengan semangat ukhuwah islamiyah dan manajemen pemerintahan yang rapi serta saling menopang, langsung sigap menyiapkan dan memberikan bantuan dengan jumlah yang sangat banyak. Bantuan itu benar-benar bisa membantu secara tuntas semua kebutuhan yang diperlukan.
Beginilah potret sikap khalifah terhadap umatnya. Landasan yang diterapkan adalah iman dan takwa. Bukan materi seperti sistem demokrasi Kapitalisme. Dengan dorongan akidah khalifah mengurusi rakyatnya tanpa pamrih. Sangat jauh berbeda dengan potret pemimpin dalam sistem demokrasi yang semata-mata hanya karena asas manfaat. Wallahu a’lam bish-showab.
Post a Comment