By : Nora Putri Yanti
Mahasiswi
Dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengeluarkan dan membebaskan 30.432 narapidana dan Anak melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus corona. Data tersebut dirilis per Sabtu (4/4) pukul 14.00 WIB.
“Hingga saat ini yang keluar dan bebas 30.432. Melalui asimilasi 22.412 dan integrasi 8.020 Narapidana dan Anak,” ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti, kepada CNN Indonesia.com, Sabtu (4/4). Rika menjelaskan Sumatera Utara menjadi daerah terbanyak yang membebaskan warga binaan dengan jumlah 6.348. Disusul Jawa Timur 2.524, Lampung 2.416, Jawa Tengah 2.003, dan Aceh 1.898.
Kementerian yang dipimpin oleh Yasonna H. Laoly itu tengah menggalakkan program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi penularan virus corona (Covid-19) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang melebihi kapasitas.
Program asimilasi dan integrasi tersebut tidak berlaku bagi pelaku kejahatan tindak pidana luar biasa seperti teroris dan korupsi sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur pengetatan remisi.
Lagi dan lagi kebijakan yang diambil pemerintah tidak masuk akal, yang menambah sederetan kekecewaan rakyat saja, penyelesaian terhadap pandemi belum tuntas bahkan bergerak pun belum untuh melakukan pencegahan malah sekarang memanfaatkan situasi pandemi untuk melepaskan napi. Sungguh aneh tapi nyata adanya narapidana VVIP di negeri antah berantah ini, dimana yang berduit diberi fasilitas elit, gimana gak betah para penjahat berdasi itu, untuk menebus kesalahannya cukup ganti rumah yg berwajahkan penjara namun dengan layanan hotel. Maka wajar penjara penuh karna mereka keluar dari sana tidak mendapatkan efek jera, malahan dapat memberikan mereka ruang untuk menyusun strategi baru selepas masa hukumannya.
Itu wajar terjadi di sistem kapitalis karna hukum yang dibuat tidak menyelesaikan masalah secara tuntas malahan membuat masalah baru, itu karna mereka mencampakkan hukum allah dan lmembuat hukum sendiri yang menuruti hawa nafsunya. Akhirnya ketika memberikan solusi mereka sering kali ngaco dan nyakitin hati rakyatnya. contoh, kalau cabe mahal solusi pemerintah tanam cabe sendiri. Sama ngawurnya dengan solusi sekarang dalam mengahadapi pandemi covid 19, bukannya serius mengadakan pencegahan dalam negeri malah sibuk jualan ke negeri tetangga, bukan mengadakan lockdown malah menerbitkan PSBB yang jelas-jelas terpampang nyata bahwa pemerintah lepas tangan terhadap rakyatnya dan yang terbaru yang dilakukan pemerintah bukannya sibuk mikirin cara agar nyawa rakyatnya tidak semakin banyak melayang sia-sia namun malah sibuk bebasin napi yang jelas-jelas penjahat. Subhanallah.
Ini tentu akan berbeda keadaannya jika dengan sistem Islam, dimana seorang pemimpin ketika memutuskan suatu kebijakan bukan karena untung dan rugi, namun lebih kepada kemaslahatan umat, dan seorang pemimpin tahu apa yang akan dilakukannya ketika kebijakan dikeluarkan sehingga akan menyelesaikan permasalahan tanpa menimbulkan permasalahan yang baru. Seorang pemimpin akan merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah dalam setiap kebijakan yang diambilnya. Menuntaskan permasalahan tanpa menimbulkan permasalahan yang baru hanya akan didapatkan oleh seorang pemimpin dalam Islam tentu dengan sistem Islam yaitu Khilafah yang akan menuntaskan setiap permasalahan yang dihadapi oleh manusia, karena Khilafah satu-satunya sistem yang berasal dari Sang Pencipta manusia Allah SWT. Dengan tegaknya Daulah Khilafah insyaAllah negeri akan selalu mendapatkan penyelesaian yang tuntas dalam setiap masalah tanpa menimbulkan masalah yang baru.
Saatnya kita campakkan sistem kapitalis ini yang jelas-jelas tidak memikirkan nasib rakyat kecil, mereka hanya memikirkan bagaimana dan dimana ada kesempatan agar pundi-pundi mengalir kekantong mereka dan rela mengorbankan nyawa manusia lainnya. Berbanding terbalik dengan Sikap orang Mukmin terhadap sesamanya. Al-Quran menyatakan, bahwa mereka adalah ruhamâ’ baynahum (saling mengasihi dan menyayangi antarsesama mereka). Dalam konteks ini, Rasulullah ﷺ menggambarkan mereka:
«مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مِثْلَ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرَ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَى»
Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam kasih sayang, belas kasihan dan simpati mereka adalah bagaikan satu tubuh; jika salah satu anggota (tubuh)-nya merintih, ia akan memanggil anggota (tubuh) yang lain, (tampak) melalui terjaga dan panas. (HR Muslim dari an-Nu‘man bin Basyir).
Seharusnya inilah sikap yang harus dibangun oleh orang Mukmin dengan sesama mereka. Mereka bagaikan satu tubuh; jika salah satu di antara mereka merasakan sakit, penderitaan ataupun kesedihan maka yang lain akan merasakan hal yang sama, tentu dengan manifestasi yang berbeda; bisa dengan membantu meringankan bebannya, menolong penderitaannya, dan lain-lain. Bahkan, yang luar biasa, sikap kasih sayang mereka antar sesamanya menjadikan mereka sanggup mengorbankan kepentingan dan kebutuhan diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Contohnya adalah yang ditunjukkan oleh Ikrimah bin Abu Jahal, Suhail bin ‘Amr, dan sejumlah sahabat Bani al-Mughirah yang telah meninggal dalam Perang Yarmuk akibat dahaga yang luar biasa. Ketika salah satu di antara mereka mempunyai air minum, ia memberikan kepada yang lain yang dipandang lebih membutuhkan; yang menerima air itu pun memberikannya kepada yang lain lagi yang lebih membutuhkan ketimbang dirinya. Demikian seterusnya hingga akhirnya semuanya meninggal tanpa seteguk air pun yang mereka rasakan akibat sikap mengutamakan yang lain.
Post a Comment