Oleh: Sadiah, S. Pd
(Pengajar SMK di Kab. Bandung)
Adanya polemik masalah tentang study tour belakangan ini sempat menjadi perbincangan di berbagai kalangan dan media sosial, terutama di Tasikmalaya yang sampai menimbulkan korban seorang siswi di salah satu SMP yang dibunuh oleh ayah kandungnya gara-gara meminta uang untuk biaya study tour.
Sebagaimana diberitakan bahwa pelaku pembunuhan Delis (13), siswi SMP N 6 Kota Tasikmalaya yang ditemukan jasadnya di gorong-gorong sekolahnya sebulan yang lalu, tepatnya Senin 27 Januari 2020, ternyata adalah Budi Rahmat (45) yang merupakan ayah kandung dari korban. Hal ini berawal dari korban yang menemui ayahnya untuk meminta uang study tour yang telah dijanjikan sebesar Rp. 400.000,00.
Menyikapi polemik study tour tersebut, sebagaimana dilansir kapol.id, Wali Kota Tasikmalaya, H. Budi Budiman mengumpulkan kepala sekolah. Ia menyampaikan kepada kepala sekolah dan pengawas dari jenjang SD hingga SMP agar jangan samaratakan kemampuan orang tua siswa, sehingga Disdik harus mengkaji dan mengevaluasi secara menyeluruh.
Senada dengan hal tersebut, Ade Sugianto selaku Bupati Tasikmalaya menjelaskan bahwasannya polemik study tour tersebut sedang dibahas dan dikaji bersama karena kegiatan study tour tersebut merupakan hal yang tidak wajib. "Saya sudah menyuruh stap saya untuk minta kajian kalau misalnya study tour itu suatu hal yang wajib dan dijadikan tidak wajib maka itu tidak boleh atau dilarang, jadi untuk study tour itu apakah memiliki hal yang positif untuk siswa atau tidak?" ungkap Ade. (Q Jabar.com)
Study Tour dalam Konteks Pembelajaran
Study tour (karya wisata) merupakan salah satu metode yang bisa digunakan oleh guru dalam mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Apabila ditilik lebih seksama, study tour juga sesuai dengan peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 pasal 19 ayat 1, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkam, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis.
Study tour secara teknis, peserta didik dengan didampingi oleh guru berkunjung ke suatu tempat yang terkait dengan materi yang dipelajari oleh siswa seperti bangunan bersejarah, museum, kebun binatang, kebun raya, rumah sakit, kantor pemerintahan, dan sebagainya. Harapannya, pembelajaran bisa menjadi lebih kontekstual, interaktif dan lebih menyenangkan bagi siswa. Para siswa biasanya selain mendapatkan paparan berkaitan dengan tempat yang dikunjungi, juga bisa melakukan wawancara dan observasi lingkungan sekitarnya, kemudian dibuat laporannya, baik secara individu maupun secara berkelompok.
Pada dasarnya tujuan dari metode ini baik, yaitu supaya siswa bisa melihat secara langsung suatu tempat, objek, mendapatkan informasi secara langsung dari sumber yang bisa dipercaya atau para pelaku di lapangan. Walau demikian, kegiatan ini kadang mengundang keberatan atau protes dari orang tua siswa, karena pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari biaya yang tidak sedikit. Apalagi kalau tujuannya jauh, bahkan sampai ke luar kota.
Walau secara langsung tidak ada paksaan bagi siswa untuk mengikuti kegiatan study tour, tetapi secara psikologis, siswa yang tidak ikut merasa malu, tertekan, dan terancam tidak mendapat nilai dari guru. Pada akhirnya, para siswa yang tidak mampu meminta kepada orang tuanya untuk tetap ikut study tour. Akibatnya, orang tua yang kurang mampu pusing mencari biaya agar anaknya bisa ikut study tour. Menyikapi hal tersebut, ada orang tua hanya bisa menggerutu, tapi ada juga yang kritis, menyatakan keberatan, atau minimal meminta keringanan kepada sekolah.
Sebenarnya di sinilah peran komite sekolah diperlukan sebagai mediator dan fasilitator antara sekolah dan orang tua siswa agar tidak terjadi gejolak berkaitan dengan kegiatan study tour dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana yang dialami oleh Delis, siswi SMP di Tasikmalaya yang dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri.
Pendidikan dalam Islam
Ideologi yang dianut oleh suatu negara akan menjadi asas kebijakan dalam sistem pendidikannya. Kebijakan tersebut khususnya berkaitan dengan dua hal utama, yaitu pendidikan yang diwujudkan dalam format kurikulum dan peranan negara dalam memenuhi keperluan pendidikan rakyatnya. Sistem pendidikan yang benar menurut Islam adalah sistem pendidikan yang secara keseluruhan terpancar dari ideologi atau aqidah Islam. Dalam Khilafah Islam, tujuan pendidikan, struktur kurikulum, dan peranan negara dalam pendidikan dibuat sesuai dengan tuntutan syariah Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan menguasai ilmu terapan (sains dan teknologi kepakaran serta kemahiran).
Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan primer bagi rakyat, maka negara wajib untuk mengatur segala aspek yang berkaitan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Dari mulai kurikulum, metode pengajaran, tenaga pengajar, fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung dalam pendidikan, serta seluruh aspek yang berkaitan dengan dunia pendidikan secara langsung maupun tidak langsung. Negara pun wajib mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah dan murah.
Islam menentukan penyediaan pendidikan yang bermutu bagi semua rakyat sebagai kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara. Pendidikan yang non komersil, dimana setiap individu masyarakat dijamin aksesnya oleh negara terhadap pelayanan pendidikan gratis berkualitas tanpa membayar sepeserpun. Hal ini karena Islam telah menjadikan menuntul ilmu sebagai kewajiban bagi setiap Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. :
"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)
Selain itu, Islam pun telah menjadikan pelayanan pendidikan sebagai kebutuhan pokok publik yang dijamin langsung pemenuhannya oleh negara.
Adapun terkait pembiayaan, maka negara bisa mengambil dari baitul mal yang pemasukannya berasal dari hasil kekayaan milik umum yang dikelola oleh negara (seperti minyak bumi, batu bara, tambang emas, hasil hutan, dan lain-lain). Atau dari harta negara yang diperoleh dari pos-pos yang dibenarkan secara syar'i. Karena itu, dalam Islam kekayaan milik umum haram hukumnya untuk diserahkan kepada swasta atau asing. Keberadaan kekayaan tersebut seharusnya dikelola dengan baik oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan gratis, yaitu seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain.
Demikianlah Islam sangat menjamin pendidikan bagi rakyat. Islam dengan sistem pendidikannya mampu mencetak generasi yang berkualitas, yaitu generasi yang melahirkan barisan pemimpin umat yang tidak hanya memiliki keahlian tetapi juga memiliki kepribadian istimewa yang ditunjukkan oleh integritasnya pada nilai-nilai kebenaran. Kepribadian ini merupakan pancaran dari kesatuan aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) yang benar dan luhur. Generasi seperti inilah yang diharapkan menjadi penerus umat yang akan membawa negerinya menjadi negeri besar, kuat, dan terdepan. Dan ini semua hanya bisa terwujud apabila Islam diterapkan sebagai sistem dalam sebuah negara, yaitu Daulah Khilafah Islam.
Wallahu 'alam bi ash shawab
Post a Comment