Racun Gender Berbalut Women’s Day

Oleh : Tri Maya 
(Pemerhati Ibu dan Generasi)

Hari wanita internasional  jatuh setiap tanggal 8 Maret, Hari Wanita Internasional memiliki sejarah panjang di mana mulai dirayakan sejak tahun 1909. Perayaan pertama ini dilakukan di New York, AS oleh Partai Sosialis Amerika untuk memperingati International Ladies’ Garment Workers’ Union satu tahun sebelumnya. Aslinya lebih dikenal dengan International Working Women’s Day hingga beberapa tahun kemudian kata Working dihilangkan untuk lebih merangkul seluruh wanita baik yang pekerja atau bukan. Perayaan ini juga selalu menjadi agenda tetap PBB setiap tahun dengan menampilkan tema khusus. Dimulai pada tahun 1996 dengan tema Celebrating the Past, Planning for the Future hingga pada tahun 2020 ini tema yang diusung adalah Each for Equal. Dalam situs women’s day dijelaskan pula alasan dibalik terpilihnya tema kampanye tersebut. "Dunia yang setara adalah dunia yang memungkinkan untuk melakukan apapun. Kesetaraan bukan hanya isu wanita tapi juga isu bisnis. Kesetaraan gender sangat penting untuk perkembangan ekonomi dan masyarakat. Dunia yang setara secara gender bisa jadi lebih sehat, kaya dan harmonis," demikian penjelasan di situs resmi tersebut.

Sesuai dengan isu kesetaraan yang mulai semakin difokuskan oleh banyak pihak, PBB ingin lebih berkomitmen pada isu pemberdayaan, kesetaraan dan hak asasi para wanita.   Indonesia sendiri yang mendapat skor 65 berdasarkan freedomhouse.org untuk penerapan kebebasan dan demokrasi dinilai sudah cukup mendukung isu kesetaraan dan pemberdayaan wanita. Hal ini bisa dilihat di artikel Para Srikandi Indonesia yang Mendunia di mana sudah banyak wanita Indonesia yang berperan penting bahkan sering kali di atas para pria.

Benar kah para wanita kini sejahtera dengan isu kesetaraan gender??
Jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan di Indonesia cenderung meningkat dalam kurun waktu 11 tahun. Berdasarkan catatan kekerasan terhadap perempuan (CATAHU), pada 2019 kekerasan terhadap perempuan sebanyak 431.471 kasus. Angka ini meningkat 693% dari 2008 yang hanya 54.425 kasus. Angka tersebut masih merupakan fenomena gunung es. Dalam kondisi sebenarnya masih terdapat perempuan yang mengalami kekerasan dan tidak melaporkan. Di sisi lain, peningkatan laporan tersebut juga mengindikasikan adanya peningkatan keberanian korban melapor dan mulai percaya lembaga yang menaungi isu kekerasan terhadap perempuan.

Data yang diambil dari CATAHU 2020 berasal dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3AP2KB), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), lembaga non pemerintah (WCC dan LSM), rumah sakit, unit pelayanan perempuan dan anak (UPPA), dan pengadilan negeri. CATAHU 2020 menyebutkan maraknya kekerasan terhadap perempuan menjadi budaya yang menguat dan kewajaran karena minimnya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan.

“Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Hal tersebut dibuktikan dengan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menempatkan kesetaraan gender menjadi isu strategis yang harus maintreaming,” tutur Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Menteri Bidang Pengetasan Kemiskinan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam acara Nonton Bareng dan Diskusi Film 27 Steps of May, di XXI Plaza Senayan, Jakarta.  Titi menambahkan terdapat 4 indikator penentu isu kesetaraan gender dalam RPJM 2020-24 yang salah satunya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan. “Upaya menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tidaklah mudah. Beragam modus dan pola yang digunakan membuat perlu adanya pencegahan dan penanganan yang komprehensif dan kerjasama dari seluruh elemen yang ada termasuk pemerintah,  Lembaga masyarakat, ternasuk  media,” ujar Titi. 

Satu hal yang penting untuk difahami bahwa persoalan kemiskinan, kebodohan, kekerasan, eksplotasi dan sebagainya tidak hanya dialami perempuan. Laki-laki pun mengalami hal serupa. Oleh karena itu, semua persoalan tersebut adalah persoalan bersama yang menjadi problematika umat. Andai diibaratkan problematika yang dihadapi umat ini adalah suatu penyakit, maka kondisi sakitnya umat sudah teramat parah. Sebagaimana lazimnya orang sakit tentu memerlukan pengobatan. Pengobatan yang benar dan tepat bisa didapat bila penyebab sakit yang sebenarnya dapat diidentifikasi. Penentuan penyebab yang keliru akan mengakibatkan proses pengobatan yang keliru pula.

Oleh sebab itu, untuk menyelesaikan problematika umat harus dipastikan terlebih dulu apa yang menjadi akar masalahnya, agar solusi yang diambil tidak keliru. Berangkat dari akar masalah inilah kita akan menentukan solusi apa yang akan diambil.

Akar Masalah dan Solusinya
Kondisi umat saat ini tengah mengalami krisis multidimensional, begitu orang biasa menyebutnya. Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh perilaku manusia sendiri. Ditegaskan oleh Allah dalam al-qur’an surah ar-rum ayat 41, yang artinya: “Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia” (QS. Ar-Rum:41). Muhammad Ali Ashabuni dalam kitab Shafwatu al-Tafasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bi maa kasabat aydinnaas dalam ayat itu adalah “oleh karena kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi ma’ashi al-anaas wa dzunu bihim)”. Maksiat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan apa yang dilarang dan meninggalkan apa yang diwajibkan oleh Allah. Setiap bentuk kemaksiatan pasti menimbulkan dosa dan dosa berakibat turunnya azab Allah Swt.

Penerapan sistem sekuler telah menjadi penyebab utama krisis multidimensional. Oleh karena itu penyelesaiannya adalah mengembalikan pengaturan urusan kehidupan manusia dengan Islam. Islam yang diturunkan Allah SWT adalah obat mujarab bagi umat yang sakit. Dan yang menjadi dokternya tentu saja adalah individu masyarakat yang sehat, mengetahui penyebab penyakit, kemudian ia mau mengobati penyakit tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin selain mengambil aturan Islam sebagai solusi persoalan mereka. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 36 yang artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah di telah sesat, sesat yang nyata”.

Inilah sikap yang semestinya dilakukan oleh mereka yang sadar akan kondisi yang menimpa umat. Sebagai konsekuensi dari keimanannya, mereka yang sadar akan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikan kemuliaan umat dengan tegaknya institusi Khilafah.

Khilafah memiliki mekanisme komprehensif untuk melindung perempuan, diantaranya sebagai berikut :

1. Khilafah akan meniadakan pengadopsian nilai-nilai kebebasan liberal dan konsep-konsep non-Islam yang datang dari pikiran bebas

2. Khilafah akan menjamin pemenuhan nafaqoh oleh para laki-laki baligh, berakal dan mampu untuk para wanita, sehingga tidak ada posisi wanita menjadi tulang punggung.

3. Melarang seksualisasi perempuan dan memerangi pandangan tentang perempuan sebagai inferior seolah-olah dia hanya sebuah tubuh dan komoditas, dan dilarang untuk menganggap perempuan sebagai objek seksual yang tersedia; melainkan, dia harus dilindungi dari degradasi dan penghinaan ini. Oleh karena itu, perlu untuk mewajibkan para perempuan atas pakaian Syariah, melarang pemakaian make-up di depan pria asing.

4. Memperbaiki pandangan tentang perempuan dari perspektif Islam dan menetapkan status khusus dan peringkat bergengsi bagi mereka yang telah dibuat secara khusus oleh Allah SWT dan Rasululah Saw. Islam memprioritaskan pemeliharaan terhadap perempuan sejak kelahirannya, sehingga hal itu membawa pengasuhan yang baik dan memelihara pintu bagi orang tuanya untuk memasuki Jannah.

5. Mengorganisir hubungan antara laki-laki dan perempuan, melarang pertemuan rahasia, melarang perempuan bergaul bebas dengan laki-laki asing, dan memastikan tidak ada atmosfer khusus yang dapat mengarah pada hubungan tidak sah atau perilaku yang meragukan yang dapat memicu kecemburuan, membangkitkan keraguan, mengguncang masalah kepercayaan, dan merujuk pada kekerasan. Juga, Islam mewajibkan para penganut laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kesucian mereka sehingga keduanya menjadi fondasi kuat dari hubungan yang sehat antara laki-laki dan perempuans yang didasarkan pada rasa hormat dan kehidupan bersama daripada memandangnya sebagai maskulinitas sebagai feminitas

6. Mengelola bangunan keluarga dengan Islam yang mendistribusikan peran anggota keluarga secara tersinkronisasi yang menjamin kurangnya konflik.

7. Terdapat sanksi tegas jika terjadi pelanggaran hukum syara’ yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Wallahu a’lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post