Oleh : Zulhilda Nurwulan, S.Pd
Berdasarkan sebuah artikel online yang diunggah oleh www.republika.co.id, 13 januari 2014 menyebutkan bahwa jumlah penduduk dunia (2013) adalah sekitar 7.021.836.029 jiwa. Dari jumlah tersebut, 22.43% adalah muslim, 16.83% Katolik, 6.08% Kristen Protestan, 4.03% Ortodoks13.78 Hindu, 7.13% Budha, 11.17% Lainnya dan 9.42% adalah non agama. Dari data tersebut dipastikan jumlah umat islam adalah populasi terbesar di dunia dibandingkan yang lain. Islam merupakan satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) yang disisi Allah hanyalah islam. (QS. Ali Imran:19)
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setelah islam turun di bumi dan menjadi risalah Rasulullah Saw, semua agama yang diturunkan sebelumnya telah disempurnakan oleh islam. Namun faktanya hari ini, islam selalu dianggap sebagai sumber masalah; umatnya disiksa, rumah ibadahnya dihancurkan, simbol-simbolnya dinista. Seperti yang tengah dialami oleh muslim Khasmir di India, mereka mendapat perlakuan yang tidak pantas dari kaum Hindu yang dimana merupakan mayoritas penduduk India.
Peristiwa ini sungguh mengagetkan para Muslim India, pasalnya mereka telah hidup berdampingan dengan damai bersama tetangga mereka yang notabene umat Hindu selama bertahun-tahun dan mereka juga tinggal dilokasi kalangan kelas pekerja, baik yang beragama Hindu maupun Muslim.
Seorang wanita (35) Yasmin, mengisahkan kematian saudara iparnya, Mehtab (22) yang pada malam kerusuhan tengah keluar rumah untuk membeli susu. Namun, di tengah jalan, Mehtab di angkut pergi oleh perusuh menggunakan tongkat. Nasibnya sempat tak pasti, namun kemudian ia ditemukan meninggal dalam keadaan tubuhnya memar dan terbakar.
Selain itu, para perusuh juga mengancam akan membakar toko-toko dan tempat tinggal tetangga muslim mereka. Yasmin mengatakan, ini adalah kali pertama ia melihat konflik semacam ini. Selama ini ia menganggap Hindu adalah saudara mereka namun nyatanya iparnya (Mehtab) dibunuh karena ia seorang muslim.
Hal ini bermula ketika pemerintah Narendra Modi mengamandemen Undang-undang kewarganegaraan Negara India pada desember lalu. Dalam undang-undang itu dimaasukkan kriteria agama untuk pertama kalinya dan memberi Hindu dan agama lainnya di Asia Selatan lebih diprioritaskan dibanding dengan Muslim.
Pertumpahan darah yang terjadi di India ini bertepatan dengan kunjungan Donal Trump ke India. Sebelum kunjungannya, pada hari Minggu Kapil Mishra, seorang politisi pemimpin partai BJP garis keras, mengancam umat Islam yang memblokir jalan dalam protes damai akan dikenai pidana akibat hukum kewarganegaraan. Saat itu ia berbicara kepada orang-orang Hindu sayap kanan terkait kunjungan Presiden AS tersebut. Dia memperingatkan bahwa jika para pengunjuk rasa tidak pergi saat kunjungan Trump selesai, mereka akan mengambil masalah yang berasal dari tangan mereka sendiri.
Tak lama setelah itu, kata saksi, kelompok-kelompok Hindu dan Muslim saling melempar batu. Alhasil, pada hari senin, banyak daerah besar di India berada dalam cengkeraman kerusuhan dalam skala penuh. Gerombolan orang Hindu membawa senjata api, bom bensin dan batang besi, merampok melalui jalan-jalan yang padat di daerah itu. Mereka juga menyerang orang yang lewat dan membakar properti yang mereka curigai sebagai milik orang muslim India.
Seorang saksi mengatakan, para perusuh meminta identitas untuk melihat apakah mereka Hindu atau Muslim, jika mereka melihat mereka orang Muslim maka akan memukulnya. Peristiwa ini seolah mengulang sejarah kelam di India yang pernah terjadi pada tahun 1947. Kala itu, perusuh mempertanyakan orang-orang tentang agama mereka, menutut mereka melafalkan doa, bahkan menarik celana mereka. Ia mengatakan, orang-orang yang berjanggut atau berpenampilan muslim, maka akan diminta untuk membuka celana mereka dan membuktikan bahwa mereka Hindu.
Sungguh suatu tindakan yang sangat keji. Muslim India adalah saudara kita, saudara muslim kita. Mereka membutuhkan uluran tangan kita. Namun faktanya, muslim hari ini terpetak-petakkan oleh sekat nasionalsime sehingga muslim yang berada diluar wilayah mereka seakan bukan bagian dari mereka. Padahal Rasulluah Saw bersabda:
“Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu di sini, beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya atas muslim lainnya”. (HR Muslim).
Hadist ini menegaskan siapapun dia dan dimanapun mereka berada, ketika didalam hatinya ada iman kepada Allah Swt dan mereka muslim maka mereka adalah saudara kita. Sayangnya, pemimpin negeri kita yang mayoritas adalah muslim bahkan sekedar menyampaikan prihatin kepada saudara muslim mereka di India, sepertinya enggan. Ia belum merespon apapun terkait tragedi berdarah yang telah menewaskan puluhan masyarakat muslim di India.
Pusat Studi Strategi Islam (The Royal Islamic Strategic Studies Centre) di Amman, Jordania, pada tahun lalu pernah merilis 500 tokoh muslim paling berpengaruh di dunia. Dari 500 tokoh itu, dipilah menjadi 50 teratas tokoh muslim paling berpengaruh di dunia. Nama Jokowi berada di urutan ke-13.
Sebagai salah satu tokoh berpengaruh, mestinya bapak Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terhadap India apalagi sebagai pemimpin negara mayoritas muslim terbesar didunia mestinya lebih pro aktif merespon isu-isu internasional, utamanya terkait umat islam.
Namun dengan sistem demokrasi hal ini nampaknya mustahil tercipta karena adanya politik internasional yang mengikat negeri-negeri muslim tunduk pada kebijakan AS sebagai negara adidaya, sehingga penindasan yang menimpa umat islam diberbagai belahan dunia tidak boleh menjadi urusan negara diluarnya, termasuk Indonesia. Maka tidak heran, jika Indonesia selalu bungkam pada setiap tragedi yang menimpa umat muslim dibelahan bumi yang lain. Memang beginilah negeri +62. Cepat tanggap kalau soal utang dan investasi. Respon lambat jika menyangkut derita Muslim di belahan negara lain.
Inilah mengapa umat muslim butuh junnah (pelindung), butuh perisai. Seorang khalifah (pemimpin) yang mampu menjamin keamanan rakyatnya baik secara ekonomi, jiwa, pendidikan dan segala aspek kehidupannya. Hal ini tidak akan terwujud tanpa adanya negara khilafah ala minhaj kenabian yang akan menerapkan hukum islam sehingga menjamin keamanan setiap pemeluknya, sementara bagi mereka yang bukan Islam akan diberi kebebasan untuk memeluk keyakinan yang dianutnya, sebagaiman firman Allah Swt:
Ù„َÙƒُÙ…ْ دِÙŠْÙ†ُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِÙŠْÙ†ِ
“untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun:6)
Sehingga menjadi muslim bukanlah kesalahan, karena beragama adalah fitrah sehingga tidak boleh ada paksaan dalam memeluknya, namun menerapkan hukum Allah adalah kewajiban sehingga harus dilaksanakan bahkan jika harus memaksa. Inilah indahnya islam, mereka dipersaudarakan oleh akidah namun tidak membenci orang-orang yang berbeda akidah. Karena islam sangat mencintai kedamaian dan membenci permusuhan.
Post a Comment