Menolak Lupa, Kaum Muslimin Kehilangan Perisainya

Oleh : Muna Juliana Nabilah
Muslimah Peduli Umat

Tepat tanggal 23 Rajab 1342 H (3 Maret 1924 M) konspirasi Barat dan Yahudi menghancurkan institusi Islam melalui tangan laknatullah Mustafa  Kamal At-Taturk, seorang keturunan Yahudi yang menjadi agen Inggris. Dia menyusup ke tengah kaum muslimin, berpura-pura menjadi warga daulah Islam (Utsmani), memprovokasi, menghimpun kekuatan untuk menggulingkan pemerintahan Islam dan menggantinya dengan Republik Turki.

Dari sini kehidupan dan tatanan masyarakat Muslim menjadi rusak, terpecah dan bercerai-berai. Wilayah daulah Islam yang sudah dikuasai 2/3 dunia akhirnya terkerat-kerat menjadi wilayah kekuasaan penjajah. Ibarat kue, negeri-negeri kaum Muslim dibagi-bagi untuk diambil alih oleh mereka dengan tujuan melemahkan kekuatan kaum muslimin dan mudah menyetir penguasa muslimnya sesuai arahan Barat dan kroni-kroninya.

Awal kekuasaannya, ia mulai membuang atribut dan simbol-simbol Islam, mempersekusi bahkan membunuh orang-orang yang tidak sehaluan dengannya. Bahasa arab sebagai bahasa pemersatu umat Islam diganti menjadi bahasa Turki, merobohkan mesjid, mengganti pakaian syar’i menjadi pakaian ala Eropa. Jadilah kaum muslimin pada saat itu dijauhkan dari syariat Islam sedikit demi sedikit hingga kebangkitan Islam sulit tegak kembali.

Ironisnya, ada sebagian kaum muslimin menganggap seorang laknatullah Mustafa Kamal At-Taturk sebagai “Bapak Pembaharu Islam. Padahal sepak terjangnya tidak menunjukkan sebagai pembaharu akan tetapi sebagai penghancur dan pembantai umat dan syariat Islam. Sosoknya diibaratkan pembunuh seorang ibu, dari tangannya tergenggam pedang yang masih bercucuran darah, sementara anak-anak dari ibu yang dibunuhnya tak sedikitpun menangis, bersedih, marah, benci, dendam namun merangkul mesra pembunuh tersebut (Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani, kitab: Daulah Islamiyyah).

Bagi umat Islam daulah khilafah adalah induk.  Maka, ketiadaan daulah Islam menjadikan kaum muslimin di seluruh dunia kehilangan arah, tanpa perhatian, perlindungan dan kasih sayang ibu. Saat mereka dizalimi, dianiaya, dan dibantai, tak ada seorang pun yang membela mereka. Muslim Uighur, India, Pakistan, Myanmar, Suriah, Palestina dan yang lainnya terus mengalami penindasan tanpa ada pelindung sekaligus pembela mereka, sementara penguasa muslim di sekitarnya hanya diam.

Kondisi menyedihkan secara kemanusiaan terus terjadi. Menjadi berita miris tiada henti. Secara sosial, ekonomi, politik, hukum dan pemerintahan tak jauh berbeda. Umat Islam diserang interaksi bebas, budaya hedonis dan permisif. Kerjasama berbasis ribawi dengan cara-cara machiavelli (segala cara dilakukan) menjadi aktivitas rutin tanpa syariat. Belum lagi undang-undang serta konstitusi kufur diemban di atas hukum Ilahi. Menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah bukan hukum tertinggi tapi hukum manusia dengan segala kelemahan dan keterbatasannya adalah segalanya.  Alhasil, beragam musibah Allah timpakan dengan bermacam bentuk ke tengah umat manusia. 

"Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan berwaspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebahagian apa yang diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari apa yang diturunkan Allah), maka ketahuilah sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (TQS. Al-Maidah:49).

Rakyat terus dibebani utang, pajak  ini dan itu, mahalnya beragam kebutuhan pokok, dicabutnya subsidi, dll. Rakyat hanya dibutuhkan ketika pilpres, pilkada ataupun pilkades, diberikan janji manis tanpa realistis. Kesenangan dan kesejahteraan hanya milik kapital dan pemodal, sementara rakyat selalu menjadi korban di atas kebahagiaan mereka. Demikian halnya dalam pemerintahan, menganggap sistem pemerintahan demokrasi-kapitalis-sekular adalah sistem paling valid diterapkan di masa sekarang, bukan sistem pemerintahan Islam warisan Rasulullah Saw. Padahal, sistem buatan manusia itulah yang justru melahirkan berbagai karut marut di tengah masyarakat. 

Berbeda dengan Islam. Islam bukan sekedar ad-Dien tapi ideologi bagi pemeluknya. Kesempurnaan syariatnya datang dari Zat Yang Maha Sempurna, Allah Swt, tidak akan ada keburukan di dalamnya. Penerapan syariat-Nya di bawah institusi islamiyyah oleh seorang khalifah mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamiin. Umat Islam akan terlindungi dengan ri’ayah (pelayanan) khalifah, diberikan kenyamanan, kesejahteraan serta kebahagiaan untuk meraih dunia dan akherat sesuai tuntunan syara yang diberlakukan oleh negara. Negara Islam benar-benar akan memfungsikan tugasnya sebagai pelayan umat hingga kemaslahatan tercipta secara individu, masyarakat dan negara. 

Maret, bukan hanya sejarah pedih menyayat hati. Maret adalah momen penting untuk mengembalikan perisai umat yang lama hilang. Kisah kelam tidak untuk dikenang namun harus menjadi api semangat yang terus berkobar dalam dada-dada kaum muslimin menghimpun kekuatan, bersegera mengusir penjajah dengan antek-anteknya hingga keberkahan langit dan bumi kembali teraih bersama tegaknya daulah khilafah Islamiyah.
Wallahu'aam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post