Oleh : Sunni Ani
(Pengiat Opini Media Muslimah Kolaka)
Dilansir dari Jakarta, Kompas.Tv - Seorang remaja perempuan berinisial NF berusia 15 tahun mengaku telah membunuh bocah perempuan berusia 5 tahun di rumahnya di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Pelaku menyerahkan diri setelah membunuh bocah perempuan. Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto menyebut pelaku tak menyesali perbuatannya, justru merasakan kepuasan.
Korbannya merupakan balita tetangganya yang biasa bermain bersama dengan pelaku. Pelaku juga dikenal memiliki perilaku kasar dan sadis pada binatang. Peristiwa ini membuat masyarakat tercengang banyak faktor yang mendorong pelaku melakukan pembunuhan, diantaranya kecemburuan terhadap korban yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarganya. Pelaku tinggal bersama ayah dan ibu tirinya, Ia juga merupakan korban keretakan rumah tangga, lukanya mengoyak-ngoyak kehidupannya sehingga Ia melampiaskan kepada anak yang lemah dan tidak berdaya, Ia juga terinspirasi film kekerasan dan film horor pembunuhan yang menjadi pemicu tindak brutalnya terhadap balita.
Akar Masalahnya
Jika kita menilai kasus pembunuhan ini semata-mata di picu karena hoby menonton film horor, maka akan banyak kasus pembunuhan bagi setiap anak yang menonton tayangan horor. Namun, Pemicu terbesarnya merupakan sistem pendidikan Sekularistik yang menjauhkan anak-anak dari ajaran islam. Ketiadaan pondasi keimanan yang kuat melemahkan kepribadiannya, memicu anak-anak dengan mudah meniru tayangan yang kerap kali menampilkan adegan kekerasan dilayar televisi dan layar handphone, ketiadaan peran keluarga dalam mendidik dan membina akidah sang anak juga menjadi penyebab marak dan mudahnya remaja terjerat arus perbuatan ekstrim dan sadisme.
Kasus-kasus kriminalitas yang lahir merupakan akibat dari diterapkannya sistem sekularisme diseluruh lini kehidupan saat ini, sistem liberal yang menjauhkan agama (islam) dari kehidupan menjadi akar masalah meningkatnya kasus pembunuhan dan kekerasan.
Akidah dan iman Anak yang lemah tidak menjadi perhatian orang tua, ternyata sangat berat untuk anak di era digital, tayangan kekerasan dan kebebasan yang bebas berseliweran dilayar televisi dan layar handphone mengakibatkan remaja dengan mudahnya meniru gaya pergaulan barat juga korea dan beberapa tokoh fiktif, mengidolakan sosok liberal sehingga membebek pula pada gaya dan cara bergaulnya yang bebas dan sadis. Kemajuan teknologi digital juga dimanfaatkan oleh orang-orang kapitalisme dalam meraup keuntungan dan kekayaan sekaligus merusak generasi.
Adegan kekerasan yang terus menerus di konsumsi dalam sistem liberal yang rusak ternyata menjadi inspirasi para generasi mencabut rasa kemanusiaan dan menghasilkan perempuan tanpa belas kasihan, menambah daftar panjang permasalahan pada anak dan perempuan dari tahun ke tahun.
Dunia hukum dalam sistem sekular juga tidak berdaya dalam menangani kasus NF yang berusia 15 tahun yang masih tergolong anak-anak, batas usia disebut anak-anak adalah 18 tahun seperti yang terdapat dalam UU Perlindungan Anak, sehingga kriminalitas yg dilakukan NF tidak bisa diberlakukan tindak pidana karena masih berada di bawah umur.
Islam Punya Solusi
Solusi tuntas dalam memberantas kriminalitas hanya bisa diwujudkan dengan diterapkannya hukum islam. Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih." (QS. Al-Baqarah 2:178)
Allah SWT menyebutkan ancaman yang besar bagi orang yang membunuh seorang muslim dengan sengaja. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah Jahannam, dia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan untuknya azab yang besar.” (QS An-Nisa’: 93)
Dalam Islam hukuman hanya dibedakan dalam dua usia, pertama usia prabaligh, kedua usia baligh.
Adapun hal yang menandai bahwa seorang anak telah menginjak akil baligh. Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun Najah menyebutkan ada 3 (tiga), “Ketiga tanda baligh tersebut adalah sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan”
Untuk anak usia prabaligh jika melakukan kriminalitas seperti membunuh, maka tidak dikenai sangsi hudud berdasarkan dalil : “Telah diangkat pena dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.”
Sehingga orang tua yang mengasuhlah yang akan diperiksa dan dipertanyakan bagaimana orang tua mengasuh, jika seorang anak di asuh dan dididik oleh ibu yang fasik, maka hak asuh ibu akan dicabut oleh khalifah (pemimpin islam) dan diserahkan pada kerabat lain yang memiliki hak. Oleh sebab itu tugas orangtua pada anak di usia prabaligh adalah mendidik anak, memperkuat akidah dan keimanan anak agar terjaga dan taat kepada Allah SWT.
Jika anak sudah baligh maka berlaku sangsi sebagaimana orang dewasa, yaitu ditegakkannya hukum qisas atau membayar diyat berdasarkan dalil, “Barangsiapa yang salah satu keluarganya terbunuh maka dia di antara dua pilihan, diberi diyat (tebusan) atau di-qishash.” (HR. Bukhari).
Pertama, dengan ditegakkannya qishash, masyarakat akan terjaga dari kejahatan. Sebab, hukuman ini mencegah setiap orang yang akan berbuat zalim dan menumpahkan darah orang lain. Dengan demikian, terjagalah kehidupan manusia dari pembunuhan. Allah Subhanahuwata’ala menyebutkan hikmah ini dalam firman-Nya, “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 179).
Kedua, dengan qishash tegaklah keadilan, dan tertolonglah orang yang dizalimi, dengan memberikan kemudahan bagi wali korban untuk membalas kepada pelaku sebagaimana yang diperlakukan terhadap korban. Allah Subhanahuwata’ala berfirman, “Dan barang siapa dibunuh secara zalim, sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam embunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)
Ketiga, qishash adalah kebaikan bagi pelaku kejahatan yang dengan ditegakkannya qishash atas dirinya, Allah Subhanahuwata’ala menjadikan hukuman tersebut sebagai kafarat (penghapus dosa) sehingga di akhirat tidak lagi dituntut, tentu saja jika dia seorang muslim. Semua hal tersebut bisa terwujud apabila negara menjalankan perannya sebagaimana yang diperintahkan islam atasnya.
Dengan demikian, peran negara dalam membentuk individu yang bertakwa sangat penting, sehingga melahirkan keluarga yang bertakwa pula, adanya kontrol masyarakat agar tidak melakukan tindakan kriminalitas, dan juga peran negara adalah menerapkan aturan islam secara menyeluruh, sehingga negara pun mampu menyelesaikan masalah-masalah yang melatarbelakangi tindak kriminalitas. Begitulah islam sangat jelas dan rinci dalam memberikan pengaturannya. Oleh karena itu, hendaknya kita mencampakkan sistem sekularisme kapitalisme yang telah membuka pintu kriminalitas dan kejahatan, dan hendaknya kita kembali kepada Islam, dalam sistem pemerintahan khilafah yang menerapkan hukum islam secara kaffah. Wallahu a'lam bisshowab.
Post a Comment