Bau Kapitalisme di Tengah Corona


Oleh: Wini Oktavia Fitri

Kepanikan publik  melanda dunia sejak merebaknya virus Covid-19. Berbagai upaya dilakukan masyarakat agar terhindar dari paparan virus tersebut. Termasuk menyediakan masker untuk mencegah virus masuk kedalam tubuh. Masker menjadi barang langka berharga tinggi setelah wabah Corona menjalar. Masyarakat berbondong-bondong membeli karena menganggap memakai barang ini dapat mencegah virus masuk ke tubuh mereka.

Kelangkaan ini ternyata bukan hanya karena orang-orang membeli untuk dipakai diri sendiri dan orang terdekat. Namun, ada juga yang sengaja membeli dalam jumlah yang besar kemudian ditimbun, lalu dijual lagi dengan harga yang tinggi. Pelaku penimbunan masker, berinisial HK dan TK, ditangkap Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Utara dan Polsek Pademangan. Polisi mengamankan 72 ribu lembar masker dari gudang milik dua tersangka. Masker-masker itu mereka jual nyaris 10 kali lipat dari modal. Satu dus berisi 50 lembar masker dijual Rp. 200.000. tersangka dijerat pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dan/atau Pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Mereka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp50 miliar.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan masker-masker ini lantas mereka jual dengan harga normal.“Kami akan melakukan sesuatu yang mungkin agak melanggar, tapi demi kepentingan umum yang lebih besar. Yang kami jadikan bukti ini akan kami jual lagi ke masyarakat”, jelas Budhi di kantornya, kamis (5/3/2020). Polisi menjual per paket berisi 10 lembar seharga Rp4.400. Harga ini ditetapkan bersama dinas kesehatan dengan mempertimbangkan harga jual di pasaran. “[Uang] dari hasil penjualan ini akan kami sita sebagai pengganti barang bukti dan akan kami gunakan untuk proses peradilan sebagai barang bukti,” Budhi menambahkan.

Sebagai Kapolres, Budhi mengatakan Ia bertanggung jawab kepada Kapolda Metro Jaya untuk “memenuhi kebutuhan masyarakat.” Rawan penyalahgunaan?

Mungkin yang dimaksudkan ialah ketika masker itu ditimbun oleh sekelompok orang, mereka malah menggunakan kesempatan itu  demi meraup keuntungan lebih banyak ditengah kepanikan publik. Namun, Apa maksud Budhi kalau menjual masker hasil sitaan ini "mungkin agak melanggar?".

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir mengatakan tindakan ini bertentangan dengan undang-undang. "Kalau mau dijual untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, harus dengan izin pengadilan," katanya kepada reporter Tirto, Jumat (6/2/2020). Memang ada pengecualian dalam KUHAP. Dalam Pasal 45 disebutkan apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, barang sitaan dapat dijual, itu pun dengan cara lelang, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya, jika yang disita itu "benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan." Masker, tentu saja, bukan barang yang dapat lekas rusak apalagi membahayakan.

Disebutkan pula bahwa hasil pelelangan itu "dapat dipakai sebagai barang bukti." Menurut Mudzakir, jika alasan yang dipakai adalah diskresi, maka itu rentan disalahgunakan. "Diskresi apa? Padahal polisi tidak sulit bawa barang bukti ke pengadilan," katanya. Dalam konteks yang lebih luas, kewenangan diskresi juga kerap dikritik karena tidak memiliki tidak memiliki acuan yang jelas. Hal ini misalnya pernah disinggung kontras saat bicara soal represi aparat. Ia juga menegaskan perlu ada mekanisme yang dapat membuat seluruh uang hasil penjualan benar-benar diserahkan ke pengadilan sebagai barang bukti.

Jangan sampai pula barang sitaan itu justru dipakai oleh polisi sendiri. Anggota polisi dilarang sama sekali memakai barang bukti hasil kejahatan. Jika terbukti melakukan itu, mereka akan disanksi disiplin atau etik. KPK pernah menyinggung soal potensi penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik dan pengelola barang sitaan.

Menurut mereka potensi itu "besar," terutama karena belum meratanya keberadaan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (Rupbasan). Kemudian, Mudzakir juga menegaskan polisi tidak harus merasa bertanggung jawab menjual masker agar harga di pasaran kembali normal. Menurutnya itu adalah kewajiban institusi lain seperti Pemerintahan daerah.
     
Berbagai komentar muncul terkait polisi yang menjual barang bukti tersebut. Diantaranya komentar datang dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD. Mahfud MD mengatakan, polisi yang menjual masker hasil sitaan bisa mengembalikan uang hasil penjualannya kepada negara. Menurut Mahfud MD, tindakan polisi menjual masker hasil sitaan itu diperbolehkan.

Pemerintah seharusnya menjaga kemaslahatan rakyat, bukan malah memanfaatkan situasi dan kondisi ini demi meraup keuntungan. Kepanikan rakyat tak lagi dihiraukan, mereka masih tetap menerima wisatawan dan pekerja dari Cina dengan alasan meningkatkan pengembangan pariwisata. Dari hal yang demikian terbukti bahwa rezim korporatokrasi lebih berorientasi untung dibanding kemaslahatan rakyat. Tak dapat dipungkiri bahwa, pengaruh sistem Kapitalisme-Sekuler yang mengedepankan asas manfaat dibandingkan kesejahteraan rakyatnya, tak peduli bagaimanapun kondisi yang dihadapi, menambah devisa negara itu yang terpenting. Pun kemudian sangatlah susah mendapatkan kesejahteraan hidup di negeri Kapitalisme, terlebih lagi jika Pemerintahnya sendiri tidak begitu mempedulikan nasib rakyatnya, pemikiran Kapitalistik telah mencekoki segala tindak tanduk mereka, demi mencari keuntungan semata, rakyat dikorbankan dengan dalih mencari keuntungan.

Berbeda ketika Daulah Islam memimpin dunia. Pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW. Upaya yang dilakukan Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap  penderita. Ketika diisolasi, umatnya diperiksa secara detail. Lalu, dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Rasulullah juga membangunkan tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Agar umatnya terhindar dari paparan virus yang mematikan tersebut.

Demikianlah Daulah Islam, yang sempurna dan paripurna dalam memberikan perlindungan utuh keapada umatnya, secara cepat dan tanggap menghadapi merebaknya jenis penyakit pada umatnya. Dengan ketakwaan individu, masyarakat yang peduli, dan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka kemudian berkah dari langit dan bumi akan didapatkan. Sistem Islam akan bekerja maksimal menjalankan fungsi riayah (pengurusan) dan sebagai junnah (perisai) umat. 

Post a Comment

Previous Post Next Post