Oleh: Ummu Tamam
Ancaman
rentenir yang melilit sejumlah keluarga menengah ke bawah di wilayah Kabupaten
Sumedang kian memprihatinkan. Tak sedikit dari mereka yang terjerat utang,
rumah tangganya harus berantakan bahkan berujung perceraian. Ada juga yang
mengakhiri hidupnya sia-sia. Disamping itu, ada pula diantaranya yang terpaksa
usahanya harus gulung tikar akibat modalnya habis dipakai untuk bayar utang ke
"bank emok", yang tak pernah lunas-lunas. Rentenir ini biasa disebut "bank
emok" karena nasabah dan si rentenir sama-sama duduk dilantai.
Salah
satu kasus terjadi pada keluarga Entin (24), Entin terpaksa meminjam uang ke
bank emok tanpa sepengetahuan suaminya. Beberapa kali angsuran lancar hingga
masuk bulan ke empat angsuran mulai mengalami masalah karena uang hasil usaha
jualan makanan habis untuk bayar bank emok. Akhirnya Entin pergi beberapa bulan
kerumah saudaranya untuk menghindari tagihan bank emok. Dan
masih banyak lagi masalah-masalah yang ditimbulkan dari bank emok ini. Yang
jadi sasaran utama adalah ibu-ibu. Mereka tergiur bujuk rayu bank emok tanpa
memikirkan lagi resiko yang akan dihadapinya.
Ada
beberapa faktor menyebabkan bank emok ini tumbuh subur khususnya di kabupaten Sumedang,
diantaranya:
Pertama,
gagalnya negara menjamin kebutuhan keluarga, sehingga utang menjadi solusi sekaligus
masalah.
Kedua,
gaya hidup konsumtif mendorong para wanita berutang walau harus menanggung bunga
yg besar.
Ketiga,
aturan hukum yang ada tidak melarang adanya praktik ribawi. Bahkan ribawi menjadi
urat nadi ekonomi kapitalisme.
Kita
tidak bisa tinggal diam, melihat kondisi masyarakat yang harus tercekik ancaman
rentenir ini. Solusi yang kongkrit hanya dengan Islam, karena sistem Islam mewajibkan
negara menjamin kebutuhan pokok dan vital warganya. Pembinaan iman dan taqwa kepada
setiap warga, sehingga tidak tergiur gaya hidup ala barat. Negara Islam akan melarang
total praktik ribawi, baik skala bank (besar) maupun kecil. Wallahu a’lam.
Post a Comment