Oleh: Widya Astuti
(Aktivis Dakwah Kampus)
Dilansir dari CNN Indonesia, Presiden Joko widodo (Jokowi) berencana mengguyur dana Rp 72 miliar untuk influencer. Bayaran untuk influencer diharapkan mampu menangkal dampak virus corona terhadap sektor pariwisata Indonesia. Menteri Pariwisata dan Ekonomi, Wishnutama mengatakan bahwa akan ada sejumlah influencer asing yang diajak bekerja sama dalam rangka mempromosikan Indonesia. Nah, apa itu influencer? Influencer adalah orang yang bisa memberi pengaruh di masyarakat. Di era saat ini, influencer banyak bertebaran di media sosial seperti youtuber, selebgram, selebtwit dan banyak lagi. Sesuai namanya, mereka menggunakan Youtube, Instagram, Twitter dan lain-lain untuk melancarkan usahanya untuk menggugah (posting) gambar atau video.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan anggaran Rp 72 miliar untuk influencer akan merogoh kocek APBN 2020. Pemerintah juga akan menggelontorkan Rp 103 miliar untuk promosi, Rp 25 miliar untuk kegiatan wisata, Rp 98,5 miliar untuk maskapai dan agen perjalanan. Anggaran sejumlah Rp 298 miliar dikeluarkan untuk meredam dampak virus corona terhadap sektor pariwisata Indonesia. Seperti diketahui, banyak negara mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning), dan maskapai penerbangan menghentikan sementara jadwal terbang mereka.
Beberapa daerah di Indonesia mengklaim mulai merasakan dampaknya tercermin dari sepinya jumlah kunjungan wisatawan. Di Yogyakarta, pemerintah daerah setempat mengaku banyak wisatawan mancanegara yang membatalkan pemesanan hotel. Sementara di Bali, banyak maskapai asing tujuan Bali yang menangguhkan penerbangan mereka. Seperti Singapore Airlines membatalkan penerbangan tujuan Bali hingga mei 2020.
Jika kita lihat, anggaran sejumalah Rp 72 miliar untuk influencer sangatlah disayangkan. Pasalnya, saat ini hutang negara semakin membesar dan masih banyak juga kebutuhan rakyat yang harus segera di penuhi. Keberadaan influencer ini ternyata dianggap sangat penting oleh rezim. Ini menunjukkan minat rezim yang luar biasa besar terhadap mereka. Rezim Nampak lebih banyak menarik aspirasi dari kelompok pendukungnya dan memberikan banyak fasilitas agar program-program pemerintah bisa berjalan maksimal dengan dukungan opini dari kelompok tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak memiliki kepercayaan penuh kepada para pembantu formalnya untuk mendiskusikan hal-hal yang penting terkait hal kenegaraan. Rezim seakan-akan lebih condong pada keputusan-keputusan prematur yang dianggap matang yang dihasilkan para relawan ataupun influencernya. Sikap ini secara tidak sadar menunjukkan rezim tidak memerintah dengan sistem yang baik.
Selama ini jika kita cermati, sikap rezim acapkali mengantarkan pada keadaan bahwa kebijakan mereka nampak positif padahal itu hanyalah permainan yang diolah sedemikian rupa oleh para pendukungnya demi menjaga citra dihadapan publik. Artinya, rezim ingin membangun citra baik atau positif dibalik buruknya kinerja mereka. Dan yang lebih parahnya, rezim tak segan akan menyerang pihak-pihak yang kritis dan berbeda pandangan dengan rezim, seolah-olah ingin menunjukkan bahwa pihak yang kritis itu buruk bahkan harus diserang. Sikap rezim seperti ini jika diteruskan tentu akan menganggu laju pemerintahan dan berdampak buruk bagi publik. Publik bisa saja tidak percaya lagi pada rezim beserta seluruh lembaga-lembaga formal negara. Dalam hal ini rezim malah berpotensi mengalami kegagalan dalam menyerap aspirasi publik. Inilah realitas sistem demokrasi sekuler yang meniadakan aturan agama dalam mengatur urusan publik. Standar berbuat tak lagi halal haram melainkan sesuai hawa nafsu semata.
Islam sebagai agama dan aturan hidup bagi manusia terbukti mampu menyelesaikan berbagai persoalan dengan tuntas. Hal ini bisa dilihat bagaimana khilafah sebagai sistem kenegaraan yang berideologi Islam melaksanakan amanah untuk untuk mengurusi urusan umat. Di negara khilafah semua aspirasi publik akan diterima tidak hanya dari orang-orang terdekat penguasa saja. Bahkan di dalam khilafah tidak diperlukan suara mayoritas, andai suara hanya 1 orangpun ketika itu benar maka akan diperhitungkan.
Di negara khilafah aspirasi publik akan difasilitasi oleh negara dengan adanya majelis umat. Aggota majelis dapat dengan bebas menyampaikan aspirasi mereka tanpa takut terhadap sikap represif penguasa. Karena yang menjadi anggota majelis umat adalah orang yang amanah. Di dalam majelis umat, tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan aspirasi umat, tetapi juga sebagai wadah untuk muhasabah atau mengoreksi penguasa. Wallahu’alam.
Post a Comment