Oleh : Eviyanti
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), meminta pemerintah memberikan kejelasan terhadap status pegawai honorer terkait rencana penghapusan tenaga kerja ini di pemerintahan. Hal itu agar tidak menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran.
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan perlindungan dan kepastian status kerjanya harus diperhatikan. Ini lantaran karyawan honorer di pemerintahan berbeda dengan karyawan swasta, yang statusnya diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. "Sedangkan PNS dan honorer ataupun status lainnya tidak diatur, dengan demikian apakah nanti akan diubah sebagai status PNS atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) harus tertuang jelas, perlindungan dan status kerjanya tidak lagi digantung," kata dia saat menghadiri sebuah diskusi publik di Jakarta, Minggu (26/1/2020). Menurutnya, ketidakjelasan status kerja tenaga honorer berisiko jika terkena PHK dan ujungnya bisa meningkatkan pengangguran. Kejelasan status akan memberikan kesejahteraan tenaga honorer untuk mendapatkan gaji sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten.
Namun, Menteri PAN-RB, Tjahjo Kumolo menceritakan anggaran pemerintah pusat terbebani dengan kehadiran tenaga honorer. Pasalnya, setiap kegiatan rekrutmen tenaga honorer tidak diimbangi dengan perencanaan penganggaran yang baik. Terutama, dikatakan Tjahjo di pemerintahan daerah (pemda). Dia bilang kehadiran tenaga honorer lebih banyak di pemda dan biasanya tidak direncanakan dengan penganggaran yang baik, sehingga banyak kepala daerah yang meminta anggaran gaji tenaga honorer dipenuhi oleh pusat. "Kalau daerah masih menggunakan honorer silahkan, tapi pakai dana APBD, jangan pakai pusat. Semuanya harus jelas anggarannya," kata Tjahjo saat dihubungi detik.com, Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
Dan pemerintah telah resmi menghentikan perekrutan tenaga honorer pada tahun ini. Pemerintah pusat memberi batas waktu hingga 5 tahun sejak peraturan pemerintah No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diundangkan.
Akhirnya tenaga honorer di lingkungan pemerintahan tersisa sekitar 438.590 orang, setelah sejak tahun 2005 hingga 2014 ada sekitar 1.072.090 honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil melalui berbagai jalur.
Keadaan ini menunjukkan bahwa negara gagal mengatasi masalah penyaluran tenaga kerja. Karena pada awalnya rekrutmen tenaga honorer adalah upaya mengurangi pengangguran. Sekaligus pemerintah mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah (sesuai budget negara), karena belum berpengalaman atau karena janji direkrut sebagai ASN. Alhasil, rakyat hanya dipandang secara ekonomis (menghitung untung rugi). Sehingga pemerintah menganggap sebagai beban anggaran, saat dihitung bahwa tenaganya bisa diganti robot dengan biaya yang lebih ringan. Inilah yang terjadi ketika negara menerapkan sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kesuksesan negara, kesejahteraan rakyat, keamanan bersosialisasi hanya menjadi angan-angan di dalam wacana. Tidak bisa hukum syariat Allah (peraturan Allah) diterapkan di negara yang bersistem kapitalis. Hal itu akan rusak. Maka haruslah mengganti sistem kapitalisme tersebut dengan sistem Islam.
Sungguh Islam tidak mengenal istilah honorer dalam proses rekrutmen pegawai. Hal ini karena pegawai negara akan direkrut sesuai kebutuhan riil. Negara menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi. Semua melalui mekanisme akad ijarah (sewa menyewa) dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan.
Sistem Islam pernah berdiri 13 abad lamanya, dan selama itulah kesejahteraan dirasakan. Setelah runtuhnya sistem Islam, belum genap satu abad saja sudah sedemikian parahnya kezaliman bermuara. Maka dari itu, mari sama-sama satukan pemikiran dan perasaan untuk berjuang menyatukan peraturan, yaitu peraturan Islam.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment