By : Novianti
Dalam dunia kerja, kita kenal istilah workaholic atau kecanduan kerja yaitu seseorang yang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bekerja sehingga melupakan kebutuhan dirinya sendiri untuk.istirahat, berolah raga bahkan tidak jarang melupakan kebutuhan orang lain seperti keluarganya.
Seorang pecandu kerja biasanya tidak dianggap masalah bahkan tidak jarang justru disebut sebagai manusia produktif. Bagi perusahaan, tipe pekerja workaholic ini dipandang menguntungkan karena semakin lama waktu bekerja, semakin banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan, semakin besar potensi keuntungan bagi perusahaan.
Sistem sekuler kapitalis memang berpotensi melahirkan manusia manusia gila kerja. Manusia harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal. Jika tak memiliki uang yang cukup, berbagai kebutuhan tidak bisa terpenuhi. Bahkan tidak sedikit, dalam sebuah keluarga, tidak hanya suami yang bekerja mencari nafkah. Seorang istri pun harus ikut banting tulang. Tak jarang, kondisi ini memunculkan berbagai persoalan. Anak-anak yang terabaikan, rumah tangga kehilangan kendali, suami istri disibukkan oleh urusan pekerjaan masing-masing. Belum lagi problem kesehatan yang muncul sebagai akibat bekerja yang berlebih-lebihan. Tapi seolah inilah satu-satunya pilihan untuk tetap eksis.
Benarkah syarat untuk bisa hidup di zaman sekarang harus bekerja sangat keras bahkan menjadi seorang workaholic? Benarkah bahwa materi berbanding lurus dengan jumlah jam kerja?
Ada sebuah konsep yang perlu dipahami untuk menjawab pertanyaan ini dan justru banyak dilupakan yaitu konsep tawakkal. Dalam bekerja, seorang muslim harusnya memahami lebih dulu konsep tawakkal.
Tawakkal adalah Kewajiban
Tawakkal adalah adalah amalan hati yang merupakan buah dari keimanan bahwa menyandarkan segala urusan kepada Allah. Manusia adalah mahluk yang lemah dan tidak punya daya kekuatan kecuali karena pertolongan Allah. Tawakkal adalah kewajjban karena banyak ayat-ayat dalam Quran yang memerintahkan untuk bertawakkal.
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرً
Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa. ( QS . Al Furqan : 58).
Bertawakkal tidak identik dengan mengambil hukum kausalitas ketika beramal. Keduanya adalah masalah yang berbeda. Rasulullah adalah manusia yang bertawakkal namun pada saat yang sama beliau beramal dengan berpegang pada hukum kausalitas. Beliau menutup sumur-sumur pada saat perang Badar dan menggali parit saat perang Khandak. Beliau meminjam baju besi dari Sofwan untuk berperang. Beliau mencari informasi tentang kaum Quraisy ketika melakukan perjalanan untuk memutuhat Makkah.
Beliau memerintahkan para shahabatnya untuk berhijrah ke Habsyah. Beliau menerima perlindungan dari pamannya Abu Thalib selama dakwah di Mekah. Beliau tidur di gua Tsur saat berhijrah ke Medinah agar selamat dari pengejaran orang-orang Quraisy.
Semua itu menunjukkan bahwa beliau melakukan amal sesuai kaidah kausalitas tapi pada saat yang sama beliau tidak menafikan tawakkal. Tawakkal adalah kewajiban seorang muslim.
Syaratnya tawakkal adalah pertama menyandarkan semua hal pada Allah. Kedua, melakukan sebagai kewajiban ikhtiar. Ketiga, apa yang dilakukan harus sesuai hukum syara" atau aturan yang sudah Allah tentukan.
Tawakkal harus senantiasa menyertai seluruh amalan. Menyerahkan segala urusan pada Allah, berikhtiar dengan segenap potensi yang Allah berikan sesuai dengan ridlo Allah.
Allah penentu hasil akhir setiap ikhtiar, tapi pahala akan setimpal dengan ikhtiar. Dan pada bagian ini seringkali manusia mengira bahwa ikhtiar penentu hasil, rizki ditentukan oleh kerja kerasnya manusia.
Saat beriikhtiar, ingatlah dengan hadits Rasulullah:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانً
"Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberikan rizki kepada kamu sama seperti memberikannya kepada burung yang berangkat pagi dengan perut kosong kembali dengan kenyang." (HR. At Tirmidzi dan Ahmad).
Maka manusia harus mengendalikan dirinya saat berikhtiar. Berikhtiar laksana seekor burung. Tidak menghabiskan seluruh waktunya untuk urusan dunia sehingga melalaikan kewajiban lainnya. Kewajiban menuntut ilmu agama, kewajiban dakwah, menunaikan sholat, mempelajari Al Quran.
Tidaklah disebut tawakkal orang yang tidak melakukan apa-apa dalam meraih sesuatu. Tapi ikhtiarnya juga jangan melampaui batas hingga melalaikan kewajiban. Ikhtiar ada batasan waktunya dan jalan yang diretasnya harus syar'i.
Sehingga tidaklah disebut tawakkal tatkala seseorang menghabiskan hidupnya untuk dunia dengan melalaikan kewajiban lainnya dan apa yang dilakukan tidak sesuai syariat islam.
Sehingga tidaklah disebut tawakkal saat seseorang memperoleh harta tapi dengan cara yang haram. Sebanyak apapun harta tersebut. Karenanya berhati-hatilah tentang hal ini. Makan yang haram tidak sepadan dengan kerusakan.di dunia dan akhirat. Nabi Adam dan Siti Hawa dikeluarkan dari surga karena makan sedikit dari buah yang Allah haramkan. Mereka terpisah di dunia selama 200 tahun hingga akhirnya bertemu di Jabal Rahmah.
Seorang muslim tidak boleh ragu bertawakkal pada Allah. Orang yang mengingkari kewajiban tawakkal pada Allah adalah kafir, yang tidak melakukannya berdosa.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali Imran : 159).
Dengan pemahaman yang utuh tentang tawakkal, seorang muslim akan terdorong untuk menggunakan waktu yang ada dengan menggenapkan segala potensi yang dimiliki untuk mencari ridlo Allah. Inilah ukuran kebahagiaan seorang muslim. Ia tetap bekerja dengan serius di saat waktunya bekerja tapi pekerjaan tidak akan memalingkannya dari kewajiban lain yang Allah perintahkan. Kewajiban menuntut ilmu agama, kewajiban berdakwah, kewajiban ibadah.
Dan orang yang bertawakkal pada Allah pasti akan mendapat pertolongannya sebagaimana yang Allah janjikan.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (QS. Ath-Thalaq : 3).
Allah mencukupkannya dari segala kesempitan dan kesulitan. Ibnul Qayyim berkata Allah yang mencukupi orang yang bertawakal dan yang menyandarkan kepada-Nya. Dia memberi ketenangan dari ketakutan orang yang takut, Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. barangsiapa yang berlindung kepada-Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan bertawakkal kepada-Nya, maka Allah akan melindunginya, menjaganya, dan barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya nyaman dan tenang dari sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan, dan Allah akan memberi kepadanya segala macam kebutuhan yang bermanfa’at.
Bukankah suatu jaminan yang luar biasa dari Allah bahwa Dia yang menjadikan diriNya memenuhi semua kebutuhan hamba-hambaNya. Dia yang memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan. Dia yang memberi kelapangan pada setiap kesempitan. Dia yang memberi kecukupan atas semua kebutuhan.
Dengan konsep tawakkal, seorang muslim tidak akan tergerus oleh arus kapitalisme yang sering memaksa seseorang menghabiskan waktu untuk urusan dunia. Bahkan tidak sedikit ada yang melakukan pelanggaran syariat islam demi meraih keuntungan materi.
Sungguh, sesuap saja memasukkan sesuatu atau melakukan sesuatu yang Allah haramkan, tidak akan sepadan dengan kehinaan yang Allah timpakan tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Hendaknya dalam kehidupan apapun, seorang muslim tetap bertawakkal pada Allah. Dunia tidak dilupakan tapi akhirat juga tidak terlalaikan. Kesibukan dengan urusan dunia tidak menghabiskan seluruh waktunya dalam sehari, dalam sepekan hingga tidak ada jeda untuk mendalami ilmu yang menjadi petunjuk keselamatan.
Allah tidak hanya membenci orang-orang yang berbuat maksiat tapi juga mereka yang fasih tentang dunia namun jahil dalam urusan akhirat.
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة
“Sesungguhnya Allah ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akherat”. (HR. Al-Hakim).
Dengan memahami konsep tawakkal dan bahagia sesuai standar Allah, seorang muslim akan mengupayakan dalam 24 jam hidupnya menunaikan segala kewajiban. Tidak akan ada waktu yang disia-siakan untuk hal yang tidak bermanfaat. Energinya disalurkan dan dialokasikan secara proporsional.
Menjadi manusia produktif tidak identik menjadi pekerja workaholic. Muslim yang produktif adalah yang menggunakan waktu 24 jamnya untuk terikat pada hukum Allah. Muslim yang produktif memandang dunia dan akhirat saling berkaitan. Dunia adalah tempat satu-satunya untuk beramal. Amalan menyangkut hubungan dengan Allah dan manusia. Membuat hubungan harus sesuai standar Allah, karenanya berilmu tentangnya adalah kewajiban.
Muslim produktif berusaha meluaskan kemanfaatan dirinya debgan ilmu. Meng up grade diri untuk memastikan kontribusi yang diberikan untuk umat adalah benar dan baik. Ketika ia meninggalkan dunia, jasadnya tiada tapi karyanya tetap hidup di tengah-tengah umat.
Post a Comment