Pencabutan Subsidi 'Kebijakan yang Menyengsarakan Rakyat'

Oleh : Riyulianasari

tirto.id - Masyarakat miskin dan pedagang kecil kembali dibuat ketar-ketir oleh pemerintah lantaran subsidi LPG 3kg alias gas melon akan dicabut. Habis dibuat pening dari rencana larangan penggunaan minyak goreng curah atas alasan kesehatan dan sertifikasi produk halal buat pedagang kecil, mereka kini belum bisa tidur nyenyak karena berbagai kejutan di awal 2020. 

Plt. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, nantinya gas melon akan dijual dengan harga normal di toko maupun pasar. Subsidi diberikan terbatas hanya bagi mereka yang berhak menerima dan terdaftar. Akan tetapi, Djoko belum bisa memastikan bagaimana teknis penyalurannya, tapi opsi yang disiapkan bisa dari transfer bank, kartu, sampai kode elektronik. 

Di samping itu, pemerintah juga berencana membatasi pembelian gas melon menjadi 3 tabung gas per bulan dari hitung-hitungan kebutuhan rakyat miksin. Menurut Djoko jika ada pembelian lebih dari itu, pemerintah pantas curiga jangan-jangan subsidi salah sasaran. Tirto.id (18/1/2020)

Warga pun menanggapi wacana kenaikan gas tersebut. Iwan (49) pedagang soto di kawasan Sabang, Jakarta Pusat mengaku bakal terbebani dengan perubahan skema subsidi itu. Pasalnya, kebutuhan gas melonnya mencapai 3 tabung untuk 2 hari. Dalam seminggu berarti minimal ada 9 tabung gas yang ia butuhkan. 

Kalau pembelian tabungnya dibatasi seperti rencana Ditjen Migas, praktis ia akan terpukul kenaikan harga drastis. Saat ini saja harga gas yang ia beli berada di kisaran Rp18-20 ribu per tabung dan bisa membengkak menjadi Rp37-40 ribu per tabung tanpa subsidi. 

Beban lebih parah mungkin bisa diderita oleh pemilik warung nasi atau warung tegal. Iwan membandingkan untuk satu macam masakan yang ia jual saja sudah membutuhkan 3 tabung per 2 hari, maka kebutuhan warung nasi setidaknya bisa 4 hingga 5 tabung untuk jangka waktu yang sama.

Sementara itu, pedagang gorengan di dekat Halte Transjakarta Pulomas Rasyim (53) juga ikut mengeluh. Meskipun jualannya berupa gorengan, tapi kebutuhan gasnya tetap banyak yaitu 1 tabung per hari atau 7 tabung selama seminggu. 

Bila nantinya ia terdampak perubahan skema subsidi ini, Rasyim memastikan kalau ia bakal kesulitan berjualan. Kalau pun tetap berdagang, ia harus bersiap dengan keuntungan yang tak seberapa.  

Pedagang bakmi di belakang kawasan perbelanjaan Sarinah, Haryono (58) mengaku keberatan dengan perubahan ini, tetapi ia pesimistis kalau pemerintah bakal memperhatikan rakyat sepertinya. Bila kebijakan ini berlaku ongkos penjualannya bakal membengkak karena per minggunya ia menghabiskan minimal 7 tabung. 

Dengan harga gas melon di kisaran Rp37-40 ribu per tabung, ia hanya bisa memandangi keuntungannya yang terpangkas. 

Lagi pula ia bilang tak mungkin menaikan harga karena konsumen pasti tak mau membeli. Paling tidak, kata Haryono, harus ada pembedaan dari kebutuhan gas rumah tangga dan pedagang seperti dirinya. 

Haryono juga ternyata punya kecemasan lain. Ia tahu kalau pemerintah bakal mendata siapa saja yang berhak menerimanya. Namun, ia ragu kalau pendataan itu bakal dilakukan adil. 

Rencana pencabutan subsisi gas LPG 3 kg atau gas melon sebelumnya sudah diprediksikan oleh para politikus pejuang Islam, para politikus ini melihat bahwa ideologi yang diterapkan di Indonesia adalah ideologi kapitalisme liberal dimana kebijakan pemerintah adalah berpihak kepada pengusaha dan
bertujuan untuk mencari keuntungan materi dari rakyat dengan alasan subsidi tidak tepat sasaran dan demi kesejahteraan dan kepentingan rakyat.

Tentu saja rencana ini menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat, karena jika dilihat dari kebijakan pemerintah sebelumnya bahwa gas melon itu diperuntukkan hanya untuk orang miskin, tapi kenyataannya orang kaya dan mampu pun  memakai gas melon.  Kemudian pembatasan jumlah pengecer isi ulang gas LPG pun dibatasi, akibatnya masyarakat kecil sangat dirugikan.  Mereka tidak bisa menjual tabung gas yang kosong dan tidak bisa pula melakukan isi ulang semua tabung tabung gas mereka. Usaha mereka seolah dimatikan karena adanya pembatasan isi ulang tersebut. Inilah ketidak adilan ekonomi akibat diterapkannya ideologi kapitalisme liberal. Lagi lagi yang mendapatkan keuntungan adalah para pemilik modal, pedagang kecil pun tutup dengan sendirinya karena tidak mampu bersaing dengan mini market seperti indomaret, alfamart misalnya. 

Di sisi lain, akibat dari pembatasan pemakaian gas elpiji ini, rakyat kesulitan membeli isi ulang tabung gas melon, mereka berkeliling dan mengantri untuk mendapatkan isi ulang gas melon, siapa cepat dia dapat, bagaimana rakyat dapat memenuhi kebutuhan makannya jika harus berkeliling dulu untuk mendapatkan gas LPG. Lalu bagaimana dengan ibu ibu yang mempunyai bayi dan orang tua yang sedang sakit akan memenuhi kebutuhan pokoknya jika gas LPG sulit di dapat. 

Disinilah peran negara sangat dibutuhkan oleh rakyat untuk menyediakan gas LPG yang menjadi kebutuhan bagi setiap orang baik miskin ataupun kaya, dan negara pula yang mengatur pendistribusian gas LPG tersebut kepada masyarakat secara adil dan merata. Tidak boleh pengelolaan gas LPG diserahkan kepada swasta ataupun kepada asing. Pemerintah juga tidak boleh mengambil keuntungan dari rakyat karena kewajiban negara adalah mengurus rakyatnya dan memastikan bahwa semua rakyat terpenuhi kebutuhannya. 

Kebutuhan rakyat terhadap gas LPG adalah termasuk kebutuhan dasar. Rasulullah SAW bersabda "manusia berserikat dalam 3 hal yaitu api, air dan padang rumput ( hutan )"
Gas LPG, listrik, batubara dan sumber energi lainnya terkategori api yang dibutuhkan setiap orang. 

Tetapi ideologi kapitalisme liberal telah menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus  rakyat, justru pemerintah mencari keuntungan dari rakyat dan ideologi kapitalisme liberal juga telah mengakibatkan manusia menjadi serakah dengan cara menimbun gas untuk mencari keuntungan ketika pemerintah menaikkan harga gas LPG yang menyebabkan kelangkaan gas. Inilah kebijakan yang menyengsarakan rakyat. 

Oleh karena itu, untuk mengembalikan fungsi negara sebagai penjaga dan pengurus rakyatnya haruslah kita kembali kepada ideologi islam yang mempunyai tujuan tersebut. Karena hanya ideologi islam lah yang mampu melaksanakan fungsi negara tanpa intervensi dan intimidasi siapapun. Negara itu bernama Khilafah.

Post a Comment

Previous Post Next Post