By : Selvira Ananda Armeda
Penuturan remaja yang mencoba bunuh diri saat SMP: 'Stigma kurang iman salah besar. Mereka tidak tahu betapa orang itu sudah berjuang'.
Tindakan seorang pelajar SMP di Jakarta yang meninggal dunia setelah melompat dari lantai empat gedung sekolahnya pada pertengahan Januari lalu ternyata tidaklah kasuistis. Sejumlah data memperlihatkan ada keinginan bunuh diri di kalangan pelajar usia 13 hingga 17 tahun.
Untuk mengetahui motif dan penyebab remaja memutuskan mencoba bunuh diri, wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan, menjumpai seorang penyintas bunuh diri. Sebut saja Dina, 20 tahun.
Pengakuan Dina, pemikiran bunuh diri pertama saat SMP.
Pemikiran pertama bunuh diri pertama kali tercetus waktu aku SMP. Saat itu kondisi keluargaku sedang tidak baik. Mamaku meninggal dunia, kemudian papaku menikah lagi. Aku juga tidak dekat dengan kakakku. Aku benar-benar merasa sendiri, tidak punya siapa-siapa. Aku terpikir, 'apa aku menyusul mama saja ya?'
Namun, saat itu aku mengurungkan niat melalukan bunuh diri karena merasa masih punya masa depan. Aku belum mencicipi masa depan. Lagipula, saat itu belum ada trigger yang benar-benar kencang.
Pemikiran bunuh diri muncul lagi setelah SMA. Saat itu aku gagal kuliah ke Jepang. Terus aku mendaftar ke kampus yang aku inginkan, tapi ditolak. Akhirnya aku masuk ke kampus yang sekarang sedang kujalani. Nggak sesuai dengan rencana di pikiranku. Dan di situ pecahlah segalanya.
Lingkungan kampus jauh berbeda ketimbang waktu aku SMP dan SMA. Aku nggak punya teman sama sekali, nggak punya support system, stres banget. Aku merasa 'jadi begini ya rasanya nggak punya teman, hidup nggak ada yang membutuhkan, nggak ada yang menemani'.
Image caption "Kesendirian itu nggak enak sama sekali." .
Kesendirian itu nggak enak sama sekali. Ditambah aku didiagnosa bipolar. Aku nggak punya teman untuk cerita, nggak punya siapa-siapa. Bahkan waktu itu keluargaku nggak tahu aku bipolar.
Selama aku menjalani pengobatan di rumah sakit, aku pakai uangku sendiri untuk menutupi.
Saat itu aku merasa ada stigma negatif dari keluarga dan dari masyarakat bahwa mencari bantuan [kesehatan jiwa] itu gila, mencari bantuan itu kurang iman. Aku malas mendengar perkataan itu, jadi aku memilih diam.
Stigma 'kurang iman' yang dikatakan kepada orang yang sedang berpikir untuk bunuh diri itu salah besar. Mereka tidak tahu betapa orang itu sudah berjuang. Jangan anggap orang depresi itu kurang iman atau lemah.
Ada fase-fase aku depresi, fase-fase aku kambuh jadi memperparah keinginan bunuh diri.
Rentang waktu aku masuk kuliah sampai mencoba bunuh diri, 1,5 tahun. Dan rentang waktu sejak aku didiagnosa bipolar sampai mencoba bunuh diri itu enam bulan.
Percobaan bunuh diri yang aku lakukan ternyata nggak mematikan. Aku mencoba bangkit dan mencoba mencari pertolongan.
Setelah percobaan itu gagal, aku merasa ada secercah harapan hidup. Aku tidak terpikir untuk melanjutkan percobaan karena ada temanku yang mencoba menghalangi. Di situ hatiku mungkin tergerak.
Di rumah sakit, ketika aku dirawat setelah mencoba bunuh diri, dokter menelepon papaku untuk menjelaskan kondisiku. Papaku malah marah-marah. 'Kamu ngapain di rumah sakit? Kamu nggak sakit fisik kan? Ayo pulang!'
Aku sedih banget di situ. Kata-kata 'kamu nggak sakit fisik kan?' membuatku sangat sedih. Aku merasa disepelekan. Padahal, sakit mentalku dan masalahku yang berujung ke percobaan bunuh diri, parah gitu loh. Aku down banget, langsung nangis.
Papaku lalu diedukasi oleh dokter berjam-jam. Papaku menerima pada akhirnya. Image caption "Bunuh diri memang tidak dibenarkan, tapi ada hikmah dari percobaan bunuh diriku. Sekarang aku bersyukur. Aku jadi disayang banget, benar-benar dipedulikan kesehatan mentalnya..."
Papaku sekarang jadi orang yang peduli banget. Dia ikut grup kepedulian bipolar. Dia suka menawarkan untuk datang ke seminar tentang kesehatan mental.
Bunuh diri memang tidak dibenarkan, tapi ada hikmah dari percobaan bunuh diriku. Sekarang aku bersyukur. Aku jadi disayang banget, benar-benar dipedulikan kesehatan mentalnya. Support keluarga penting banget
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-51470180
Pro : ada sebagian masyarakat memebenarkan hal ini. Mungkin jika personal itu lebih mendekatkan kepada tuhan nya dia pasti akan di hindarkan dari keinginan untuk bunuh diri karena adanya iman yang menguatkan batin mereka. Karena semua masalah hidup dapat di selesaikan dengan kepala dingin dan tentunya berdoa kepada sang pencipta.
Kontra : pandangan ini jelas sangat tidak masuk akal karena keimanan seseorang tidak emmpengaruhi kondisi mental seseorang tersebut. Tidak bisa menyamakan orang dengan iman yang kuat dan terlihat dekat dengan tuhan mempunyai mental yang sehat pula. Masalah disini adalah dimana lingkunngan seseorang dengan penyakit mental itu berada. Terbukti selain doa dari kerabat terdekat dukungan dan kasih sayang lebih pun merupakan point penting untuk seseorang yang mempunyai penyakit mental.
Menurut pandangan islam : Ketika menghadapi cobaan hidup, sebagian orang mengambil “jalan pintas” dengan cara bunuh diri. Padahal bunuh diri bukanlah solusi dan bukanlah jalan pintas, bahkan bunuh diri adalah dosa yang sangat besar dalam Islam.
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).
Maka bunuh diri itu adalah dosa besar yang paling buruk. Namun Ahlussunnah wal Jama’ah berkeyakinan bahwa orang yang bunuh diri itu tidak kafir. Jika ia muslim, maka ia tetap dishalatkan dengan baik karena ia seorang Muslim yang bertauhid dan beriman kepada Allah.
Ketika seseorang menghadapi suatu permasalahan, akal yang sehat tentu akan setuju bahwa bunuh diri bukanlah solusi dari permasalahan tersebut. Apapun permasalahannya, selama-lamanya bunuh diri bukanlah solusi. Bunuh diri hanyalah bentuk lari dari permasalahan, bahkan justru ia akan menambah permasalahan-permasalahan yang lain bagi orang yang ditinggalkannya.
Ketahuilah bahwa setiap masalah yang kita hadapi itu pasti ada solusinya. Karena Allah Ta’ala tidak akan membebani sesuatu kepada kita kecuali masih dalam batas kemampuan kita. Allah Ta’ala berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah: 286).
Dan solusi dalam permasalahan hidup itu pasti akan bisa didapatkan jika kita kembali kepada Allah, kembali kepada agama, mendekatkan diri kepada Rabb kita dengan menjalankan berbagai ketaatan dan menjauhi segala larangan.
opini : menurut saya entah itu support dari kerabat terdekat, berkonsultasi dengan dokter ahli sampai mendekatkan diri kepada tuhan sama penting nya untuk penyembuhan seseorang yang mempunyai niatan untuk bunuh diri. Karena bunuh diri pasti di awali dengan rasa putus asa atau stress yang menyerang batin kita sehingga menyebabkan tekanan batin dan penyakit mental. Karena penyakit mental tidak hanya menyerang manusia secara psikis namun juga fisik nya. Dampak yang biasanya menyerang individu itu seperti kurang nya daya tahan tubuh hingga dimensia. Jadi dukungan moral untuk sembuh harus di barengi dengan keyakinan kita bisa hidupp di dunia lebih baik lagi.
Post a Comment