Oleh : Hamsina Halisi Alfatih
Dialasir dari Bbc.com (30/01/20), seorang pedofil 'terparah' Australia yang memfilmkan dan memfoto dirinya tengah mencabuli puluhan anak laki-laki di empat negara termasuk Indonesia dihukum 35 tahun penjara.
Boris Kunsevitsky, 53, seorang mantan perawat, membuat lebih dari 35.000 foto dan 48.000 video cabul di Filipina, Singapura, Indonesia dan Australia antara 2002 dan 20017.
Masih dari laman bbc.com, sejumlah laporan menyebutkan Pengadilan Tertinggi di negara bagian Victoria, Melbourne menjatuhkan hukuman terhadap Kunsevitsky Rabu (29/01) dengan sedikitnya 28 tahun sebelum dia mendapatkan peluang untuk meminta pengampunan.
Kasus pedofil sedari dulu telah menjadi ancaman terhadap nasib anak-anak. Hal ini tentu menjadi alarm bagi orang tua agar lebih ketat dalam menjaga anaknya. Pedofilia merupakan sebuah parafilia, yakni kondisi hasrat dan pemenuhan seksual seseorang bergantung pada tindakan yang dikategorikan tidak normal dan ekstrem. Menurut situs Psychology Today, seseorang mengidap pedofilia ketika ia tertarik kepada anak-anak yang belum akil balig atau di bawah 13 tahun.
Situs Parent Herald mengutip data dari The National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC) yang menunjukkan terdapat 3.186 laporan kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah umur di Inggris dan Wales. Mayoritas korban berusia 13 tahun, 272 orang berusia di bawah 10 tahun dan korban termuda berumur setahun.
Di Indonesia sendiri kasus pedofilia tak kalah mengerikan. Ditahun 2014 masyarakat sempat digegerkan dengan tindakan pelecahan yang dilakukan oleh oknum guru JIS, Neil Bantleman dengan rekannya Ferdinand Tjiong.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memvonis Neil Bantleman dan rekannya hukuman penjara selama 10 tahun pada April 2015. Diluar dugaan Neil bebas pada 21 Juni 2019. Ia dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019. (Kompas.com, 12/7/19)
Maraknya kasus pelecehan seksual yang menimpa anak-anak yang terjadi di sekitar kita, hal ini membuat para ibu–ibu yang mempunyai anak harus was–was atau tidak tenang karena adanya predator yang setiap saat memangsa kehormatan anak–anak yang tidak berdosa. Meskipun telah ada UU yang mengatur tindak kejahatan tersebut, namun masih banyak yang mengabaikan dan terus saja melakukan tindak kejahatan ini.
Akibatnya, pelecehan seksual terhadap anak dapat memberikan dampak negatif jangka pendek dan jangka panjang berupa dampak psikologis, emosional,fisik dan sosialnya; termasuk penyakit psikologis di kemudian hari. Juga ada dampak mengerikan lainnya yaitu siklus pedofilia, abused-abuser cycle. Ihshan Gumilar, peneliti dan dosen Psikologi Pengambilan Keputusan menjelaskan yaitu berawal dari korban (abused) pelecehan seksual di masa kecil, lalu tumbuh dewasa jadi orang yang memakan korban (abuser). Orang yang jadi korban pelecehan seks saat kecil, saat dewasa akan berpikir melampiaskan seks dapat dilakukan pada anak kecil. (Voaislam.com, 19/05/14)
Ada beberapa faktor yang menurut para ahli yang bisa memunculkan tindakan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur ataupun pelecehan seksual secara umum:
Pertama, banyaknya pengaruh budaya asing yang masuk ke tanah air. Kedua, kasus perceraian dalam keluarga. Ketiga, adanya pergeseran nilai-nilai sosial di masyarakat (dekadensi moral). Keempat, tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah. Kelima, hukuman bagi pelaku kekerasan seksual yang tak mampu memberi efek jera.
Tak hanya beberapa faktor diatas yang menjadikan seseorang pedofil. Tindakan kriminal ini pun dilandaskan pada lemahnya keimanan, disamping sekulerisme dan liberalisme yang memberikan ruang kepada predator anak untuk melancarkan aksinya. Meskipun pemerintah pernah melontarkan pengebirian, namun hukuman terbukti melanggar syariat islam.
Padahal dalam hukum Islam telah jelas, bahwa hukuman untuk pelaku ialah hanya dengan membunuhnya. Tidak ada negosiasi dalam penindakkannya. Hanya saja masalahnya, dalam sistem sekuler seperti ini, penyakit-penyakit sosial dan seksual justru dimasukkan dalam unsur kebebasan HAM.
Lantas bagaimana islam memberikan solusi atas kasus tersebut?
Secara fitrah, manusia telah diberi potensi naluri untuk menyalurkan hasratnya agar tak menabrak syariat islam. Allah memberikan potensi berupa naluri nau' agar manusia saling sayang menyayangi entah kepada keluarganya atau temannya. Namun kadang kala penyaluran naluri ini menjadi kebablasan hingga melanggar syariat islam. Munculah pemerkosaan terhadap wanita maupun anak-anak yang lebih kita kenal dengan pedofilia.
Melihat fenomena maraknya kejahatan seksual yang memburu anak-anak, setidaknya islam memebrikan solusi atas tiga pilar yang bisa dijadikan pengaman anak-anak.
Pertama, individu-keluarga. Di mana tugas membimbing, mengarahkan anak adalah tugas orang tua. Targetnya, anak akan selamat dari api neraka.
Kedua, masyarakat. Sebaiknya anak perempuan sudah diajarkan menutup aurat, menghindari ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan).
Dan ketiga ialah kewajiban Negara. Dengan menerapkan sanksi keras, melarang tempat-tempat maksiat, dan kurikulum harus berbasis ilmu agama.
Melalui kasus Boris, Neil maupun lainnya hal ini mengingatkan kita kembali bahwa hukum Allah lah yang paling sempurna dalam mencegah dan menangani setiap problematika hidup makhluknya. Sudah sepatutnya kita sadar dan berbenah diri, berubah menuju kebaikan dengan tuntunan dari Allah SWT.
Wallahu A'lam Bishshowab
Post a Comment