Oleh: Mustika Lestari
(Pemerhati Remaja)
Masalah pajak menjadikan penguasa negeri ini ibarat singa yang kelaparan akan daging segar, siap menyasarkan taringnya dengan dalih kebutuhan pembangunan negeri ke depannya. Semua lini kehidupan publik dalam kehidupan akan dikenai pajak. Tagline bayar pajak semudah isi pulsa pun menjadi terobosan baru. Ide yang digagas oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani ini muncul karena melihat gampangnya orang isi pulsa secara online, bahkan sambil makan pun bisa dilakukan. Sayangnya, pajak kian hari kian mencekik rakyat terlebih bagi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.
Dilansir dari www.kendaripos.co.id- Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kendari berhasil mendulang pajak hingga Rp.1,379 triliun tahun 2019. Angka tersebut melampaui target penerimaan yang telah ditetapkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI yakni sebesar Rp.1,235 triliun.
“Alhamdulillah tahun lalu kami berhasil mencapai target penerimaan pajak. Persentase realisasinya 111,64 persen atau tumbuh 33,55 persen. Tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 24 persen,” ungkap Joko Ruhutomo, Kepala KPP Pratama Kendari.
Sekedar informasi, atas keberhasilan mencapai target penerimaan pajak serta mencatat pertumbuhan yang baik tahun lalu, KKP Pratama Kendari diganjar penghargaan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani di Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta pada 20 Januari lalu.
Pemalakan Rakyat Melalui Pajak
Jargon “pajak kita, untuk kita,” beban pembayaran pajak oleh rakyat dengan dalih akan mengembalikannya dalam bentuk pelayanan publik yang baik, justru faktanya tidak semanis demikian. Buktinya, pemerintah semakin lihai dalam memalak rakyat atas nama pajak. Nyaris semua aspek dipajaki dan tidak ada satu golongan pun yang luput dari sasarannya.
Dikutip dari m.rri.co.id, pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sejauh ini belum berencana melakukan pemutihan pajak kendaraan bermotor, meski tunggakan pajak kendaraan masih tergolong tinggi. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sultra Yusuf Mundu menjelaskan pemutihan kendaraan bermotor dinilai hanya membuat masyarakat tidak taat menunaikan kewajiban membayar pajak.
“Masyarakat yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor dapat menghambat pelaksanaan pembangunan daerah, karena dana pembangunan infrastruktur sebagian besar berasal dari pajak masyarakat,” ujarnya (20/01/2020).
Tak dapat dihindari, pajak memang menjadi andalan utama pendapatan bagi negeri ini. Lagi-lagi rakyat yang menjadi sasarannya. Tak peduli rakyat yang mana, apakah mampu atau tidak, semua merasakan cekikan pajak yang membuat hidup semakin sulit di negeri yang sejatinya kaya raya ini. Setiap tahunnya, penguasa selalu mempunyai target untuk peningkatan pajak, baik secara kuantitas (jumlah rupiah) maupun kualitas (jenis pajak).
Demi mencapai target tersebut, pemerintah pusat maupun daerah menyiapkan berbagai regulasi untuk memperluas objek pajak. Tentu, tidak hanya dengan beberapa jenis pajak saja seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB), Pajak Bea Materai (BM) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), melainkan dengan menambah beberapa target baru. Seolah belum cukup, seiring dengan makin bertumpuknya hutang negara, pemungutan pajak oleh penguasa semakin digencarkan. Mereka semakin kreatif melirik mana sekiranya bidang yang dapat menjadi objek pajak baru hingga ke dalam sumur dan jurang sekalipun. Tidak tanggung-tanggung, semua lini kehidupan rakyat dililiti pajak seperti bisnis, kendaraan, toko mulai dari sabun cuci hingga barang mewah, tanah, rumah, kost-kostan hingga skala terkecil usaha milik rakyat.
Semetara pemerintah daerah juga menggarap objek pajak baru seperti diikutip dari beritakotakendari.com, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari, mulai membahas 6 rancangan peraturan daerah terkait pajak adalah raperda pajak reklame, pajak parkir, pajak restoran, pajak hotel, pajak air bawah tanah dan pajak hiburan yang sebelumnya tergabung dalam 1 bernama pajak retribusi tapi saat ini akan dipisahkan satu persatu agar lebih spesifik. Penguasa memang tak main-main mengejar rakyat dengan aneka pajak.
Padahal Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu...” (Q.S. An-Nisa: 29).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan cara yang tidak dibenarkan dan pajak dengan cara pemaksaan adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya.
Fakta membuktikan bahwa rakyat semakin miskin dan sengsara karena beban pajak yang harus dibayarkan baik langsung maupun tidak langsung kepada negara setiap tahunnya. Mereka menjadi korban dari berbagai peraturan perpajakan, sudah mencari nafkah semakin sulit, iuran kesehatan semakin mencekik dalam keadaan sakit ataupun sehat, ditambah lagi sedikit-sedikit harus membayar pajak. Negara seolah abai dengan nasib rakyat. Rakyat dijadikan sebagai objek pemerasan dengan berbagai aturan pajak yang semakin hari semakin membebani hidup mereka.
Cekikan pajak ini sesungguhnya menggambarkan lemahnya peran seorang ayah untuk memberi makan anak-isterinya, bahkan lebih mengenaskannya justru memeras mereka demi mengenyangkan perut dan membesarkan rumah. Tentu gambaran ini tidak berlebihan mengingat betapa menyedihkan kondisi penguasa yang terus saja menjadi lintah atas rakyatnya sendiri dengan menghisap seluruh sendi kehidupan mereka, sedangkan kas negara secara terus-menerus dikorupsi musuh dalam selimut.
Inilah buah penerapan sistem kapitalis-liberalisme dimana sumber penghasilan negara bersumber dari utang dan pajak. Penguasa sebagai pelayan rakyat yang seharusnya bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyatnya kini beralih peran. Rakyatlah yang menjadi tulang punggung bagi negara untuk memenuhi kebutuhannya, semua sisi rakyat diperas untuk membiayai negaramelalui pajak.Sesungguhnya, jargon manis “pajak kita, untuk kita” itu hanyalah demi terpenuhinya kantong-kantong penjarahan atas rakyat.
Prinsip pajak dalam paradigma kapitalis sungguh terbukti memunculkan banyak musibah. Rakyat harus rela menjadi korban kegagalan dan kerakusan penguasa. Lihat saja yang selalu dilakukan negara ketika tidak mampu mendapat pemasukan untuk menambal kekurangannya, jika tidak berutang, maka dengan menjual aset negara atau beban pajak selalu dijadikan pilihan pertama dan utama dengan memalak rakyat.
Indonesia adalah negara yang kaya atas Sumber Daya Alam (SDA), seharusnya negara mampu mengolah sumber daya ini dengan cara yang benar dan hasil pengelolaannya dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan negara yang kemudian digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Negeri ini dikaruniai kekayaan alam yang melimpah ruah banyaknya. Sayangnya, rakyat tidak bisa ikut menikmatinya, justru penguasa saat ini memberikannya untuk dikelola, dikuasai dan dinikmati hasilnya oleh asing dan aseng. Sementara pendapatan utama negara dibebankan kepada rakyat yang berasal dari pajak dan juga utang luar negeri.
Memang, di dalam sistem kapitalisme pajak menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara yang sangat besar peranannya. Seolah mustahil jika suatu negara bisa berjalan tanpa pungutan pajak. Padahal hari ini rakyat tengah menjalani kehidupan yang sulit lagi menyedihkan karena himpitan ekonomi yang sistemik. Harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang semakin menanjak, naiknya tarif BPJS, mahalnya biaya pendidikan serta kesulitan-kesulitan hidup lainnya lalu ditambah lagi dengan beban pajak yang semakin melengkapi penderitaan mereka. Dengan demikian, keinginan rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan tanpa bayang-bayang pajak dan beban lainnya ibarat mimpi di siang hari atau hanya utopia belaka.
Pajak Dalam Islam
Di tengah terpuruknya kondisi rakyat akibat bayang-bayang wajib pajak dalam kehidupan kapitalisme, maka harus dipahami bahwa ternyata ada sebuah sistem negara yang mengatur dan menjamin seluruh kebutuhan umat yakni sistem Islam. Di dalam Islam, kesejahteraan rakyat merupakan tanggungjawab utama negara. Negara wajib memastikan bahwa seluruh kebutuhan hidup rakyat layak terpenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja secara cuma-cuma dan tanggungjawab penuh ini tidak boleh diserahkan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Demikian pula dengan pendapatan negara. Dalam Islam, dharibah atau yang dikenal dengan pajak bukanlah pendapatan utama negara, melainkan pendapatan utama negara berasal dari pengelolaan sumber daya alam maupun non sumber daya alam. Negara mengelolanya untuk kebutuhan rakyat dan tidak boleh dimiliki oleh individu ataupun kelompok apalagi asing. Pajak akan ditarik sebagai alternatif terakhir bagi negara dalam membiayai kewajiban-kewajiban yang tetap harus dikeluarkan dan tidak memungkinkan untuk ditunda. Pajak hanya dipungut ketika kondisi negara benar-benar dalam keadaan darurat, genting dan Baitul Mal/kas negara dalam keadaan kosong akibat krisis tertentu. Itupun tidak diperuntukkan kepada seluruh rakyat, melainkan hanya dibebankan kepada kaum laki-laki yang mampu saja. Dan akan dihentikan jika kebutuhan mendesak dari negara telah tercukupi.
Sistem Islam memiliki sumber pendapatan yang jelas untuk menyejahterakan rakyatnya. Pada dasarnya seluruh pengeluaran negara dalam sistem Islam dibiayai oleh kas negara (Baitul Mal). Pendapatan tetap negara bersumber dari fai’, kharaj, ghanimah, khumus, jizyah, hasil pengelolaan milik umum dan milik negara, ‘usyr, harta yang tidak ada ahli warisnya, harta orang-orang murtad dan zakat. Dari sini akan digunakan sebagai pos-pos pengeluaran yang telah ditetapkan. Ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat dalam membangun infrastruktur negara. Negara dapat sejahtera tanpa harus beban pajak.
Inilah sistem Islam yang telah ditetapkan selama kurang lebih 13 abad lamanya dan menguasai 2/3 belahan dunia. Maka, sudah menjadi keharusan sebagai kaum Muslim untuk mencampakan sistem buatan manusia, kapitalisme menuju sistem Islam, sistem buatan Allah SWT yang telah terbukti dapat mendatangkan rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bi shawwab.
Post a Comment