Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Pemerhati Politik Asal NTT)
Khilafah adalah ajaran Islam yang sangat mulia. Khilafah bukan ajaran Aristoteles, Socrates, Montesqiu, Machiavelli atau Mahatma Gandhi.
Walaupun bukan sistem pemerintahan ala Barat dan Timur, banyak ilmuwan di negara Khilafah yang menjadi inspirasi ilmu pemerintahan Barat. Misalnya Ibnu Khaldun yang didaulat menjadi Bapak Ilmu Pemerintahan di dunia. Beliau menjadi inspirasi bagi Barat untuk membentuk pemerintahan sendiri yang jauh dari pengaruh rohaniawan.
Ibnu Khaldun diikuti jejaknya oleh para pemikir Barat namun dalam bentuk pemerintahan yang berbeda dengan pemerintahannya Ibnu Khaldun yakni Khilafah Islam. Barat meyakini bahwa kekuasaan hanya bisa berjalan ketika ada pemerintahan. Namun pemerintahan yang sekuler, jauh dari dominasi agama (teokrasi) dan pemerintahan ini mestinya berpihak kepada rakyat.
Demokrasi ala plato tak laku di Barat. Sistem ini baru dipakai setelah Barat mendapatkan pencerahan dari Ibnu Khaldun. Namun Barat tidak mencontoh Khilafah, Barat lebih suka negara baru yang bercorak Republik yang membagi kekuasaan menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tujuannya agar negara jauh dari pengaruh Raja yang memeras rakyat atas nama agama. Hal ini bertolak belakang dengan Sistem Khilafah yang tidak "mendewakan" para Khalifah.
Khilafah murni warisan dari Rasulullah SAW dan diteruskan oleh para Khalifah hingga akhirnya diruntuhkan oleh kolaborasi Inggris, Zionis Yahudi dan agen-agen Barat pada tanggal 3 Maret 1924.
Setelah wafatnya Rasulullah hingga jatuhnya Sistem Kepemimpinan Islam, Khilafah telah menguasai 2/3 dunia selama 14 abad lamanya. Khilafah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi dunia. Bahkan Barat pernah mengirimkan sarjana nya untuk belajar di perguruan-perguruan besar milik Daulah Khilafah. Iptek dan budaya pun berkembang di Barat setelah Barat berinteraksi dengan dunia Islam.
Khilafah bukan ideologi tetapi ia adalah sebuah metode yang menerapkan Islam secara totalitas. Tujuan seorang Muslim bukan untuk menerapkan Khilafah tetapi adalah untuk melanjutkan kehidupan yang Islami.
Memang benar Khilafah itu bukan tujuan tetapi tanpa Khilafah Syariat-Syariat Islam tak akan pernah tegak. Bahkan Khilafah punya banyak andil terhadap perjalanan bangsa Indonesia.
Khilafah pernah mengirimkan bantuan militer ke Aceh untuk mengusir penjajah portugis. Bahkan para perwira militer Turki ini memilih tinggal di Aceh, menikah dengan gadis setempat dan tinggal untuk menyebarkan agama Islam. Khilafah pun yang mengirimkan Wali Songo ke Nusantara sehingga sejak saat itu Indonesia sekarang bisa menjadi negeri dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Sri Sultan Hamengkubuwono X ketika berpidato di Kongres Umat Islam Indonesia di Jogjakarta, mengakui adanya hubungan yang erat antara Kesultanannya dengan Khilafah Islam.
Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan R. Patah (sultan Demak pertama) sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau. Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki.
Ketika Khilafah runtuh, para Ulama Indonesia terdahulu malah merapat ke Komite Penegakkan Kembali Khilafah.
Sebagai respon terhadap keruntuhan khilafah sebuah komite didirikan di Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1924 diketuai oleh Wondosoedirdjo (kemudian dikenal sebagai Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA. Wahab Hasbullah(salah satu pendiri NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongres khilafah di Kairo
Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan Kongres Al-Islam Hindia III di Surabaya pada tanggal 24-27 Desember 1924, Keputusan penting kongres ini adalah melibatkan diri dalam pergerakan khilafah dan mengirimkan utusan yang harus dianggap sebagai wakil umat Islam Indonesia ke kongres dunia Islam. Kongres ini memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Kairo yang terdiri dari Suryopranoto (SI), Haji Fakhruddin (Muhammadiyah) dan KHA. Wahab dari kalangan tradisi .
Ini menunjukkan bahwa Khilafah bukan ancaman bagi Indonesia. Malah secara historis ada hubungan aqidah yang kuat antara Khilafah dan Nusantara.
Secara teologis Khilafah merupakan ajaran Islam. Sebuah kewajiban yang sama dengan kewajiban yang lain seperti Sholat, Zakat dan Puasa. Menolak Khilafah sebagai ajaran Islam adalah seperti menolak kewajiban agama yang lainnya.
Bahkan para Ulama menyatakan bahwa Khilafah itu wajib. Pada dasarnya, para ulama empat mazhab tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang bertugas melakukan tugas ri’âyah suûn al-ummah (pengaturan urusan umat).
Imam al-Qurthubi, seorang ulama besar dari mazhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30, menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling asal mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukum-hukum khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham (Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).
Khilafah itu bukan kesepakatan para pendiri Khilafah namun ia adalah warisan Rasulullah SAW dengan bimbingan wahyu Allah SWT. Khilafah bukan tertolak tetapi terdepan. Bukan ditinggalkan tetapi diamalkan agar setiap Muslim mendapatkan ridho dari Allah SWT.[]
Bumi Allah SWT, 17 Februari 2020
#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
Post a Comment