Oleh : Rina
(Aktivis BMIC Samarinda)
Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan Pemindahan Ibukota Negara baru berada di Kalimantan dalam Konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26 Agustus 2019) tepatnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Berbagai persiapan telah dilakukan oleh pemerintah. Kini penyiapan pembangunan IKN baru, sudah sampai ditahap pembuatan RUU IKN, dengan skema pembangunan IKN baru yaitu berdasarkan pada smart city dan green city.
Dikutip dari Antara, Senin (13/1/2020) Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku terkesima dengan Masdar City, kota masa depan yang dibangun Uni Emirat Arab dengan hampir seluruh energinya berasal dari sumber ramah lingkungan. Menurut Jokowi, apa yang diterapkan di Masdar City bisa diduplikasi pada pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.
"Dalam membangun ibu kota baru, kami cenderung ingin belajar dari perintis perencanaan kota, termasuk tuan rumah kita, pekan ini di Kota Masdar di Abu Dhabi dan lainnya," kata Jokowi saat menyampaikan pidato di Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW) 2020. (https://money.kompas.com/read/2020/01/13/170800826/bangun-ibu-kota-baru-jokowi-ingin-contek-masdar-city-diueahttps://regional.kompas.com/read/2020/01)
Selain itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendukung penuh rencana penggunaan kendaraan jenis autonomous vehicle (kendaraan tanpa awak) maupun minimal electric vehicle (kendaraan tenaga listrik) di calon ibu kota baru tersebut. (https://regional.kompas.com/read/2020/01/20/21303851/ini-kata-pemprov-kaltim-soal-jokowi-ingin-gunakan-kendaraan-tanpa-awak-di)
Saat ini sudah masuk tahapan penawaran ke pihak asing bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaksir Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan ibu kota baru tak akan lebih dari Rp 100 triliun. Pasalnya, pemerintah akan bekerja sama dengan swasta dalam membangun ibu kota baru. (https://katadata.co.id/berita/2020/01/15/jokowi-taksir-bangun-ibu-kota-baru-habiskan-apbn-rp-100-triliun)
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan ada lima negara yang tertarik menjadi investor di ibu kota baru Indonesia. Kelima negara tersebut, adalah Jepang, Uni Emirat Arab (UEA), Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. (https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/berita/2020/01/16/bappenas-ungkap-5-negara-yang-tertarik-berinvestasi-di-ibu-kota-baru). Juga negara tirai bambu yaitu China ikut andil di dalamnya.
Bahaya Neo-Imperialisme Melalui Investasi Asing-Aseng di IKN Baru
Banjirnya investasi yang masuk ke Indonesia disyukuri oleh sejumlah pihak terutama para pejabat pemerintah, investor asing itu sendiri, serta orang-orang yang diuntungkan dari proyek tersebut. Padahal, gempuran investasi justru merupakan bom yang akan meledak pada suatu saat nanti. Karena sejatinya dengan skema pembiayaan yang bergantung pada pemodal utamanya yaitu investor asing dan aseng tentu tidak ada yang gratis, No free lunch.
Pihak asing dan aseng tidak akan memberikan modal untuk pembangunan IKN baru bila tidak ada profit yang mereka dapatkan. Kerjasama bisnis dengan keuntungan yang menggiurkan tentu saja, semisal berupa pinjaman lunak dengan bunga dan angsuran ditengah utang negara yang juga semakin membengkak. Atau dengan perjanjian lain yang menguntungkan asing dan aseng. Hal ini makin menegaskan model penyelenggaraan pemerintahan korporatokrasi yang kebijakannya dibuat untuk kepentingan korporasi/pemilik modal, tanpa memikirkan nasib rakyat Indonesia kedepannya sebab hanya mementingkan bisnis saja.
Investasi asing-aseng dalam pembangunan IKN baru tentunya sangat berbahaya bagi kedaulatan negeri ini. Inilah jerat neo-Imperialisme (penjajahan gaya baru) karena masuknya investasi asing ini tentu dengan perjanjian-perjanjian yang menguntungkan pihak asing pemberi investasi. Tak heran negara-negara asing-aseng sangat mengincar investasi di IKN baru karena posisinya begitu strategis yang langsung berbatasan dengan jalur laut internasional, termasuk mengincar SDA dan SDM negeri ini yang berlimpah untuk kepentingan asing-aseng.
Konsep neo-imperialisme tersebut berakar dari ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Sehingga menciptakan gagasan investasi asing sebagai model penjajahan model baru (neoimperialisme). Inilah bahaya nyata dari investasi asing-aseng di IKN baru.
Pindah IKN Tanpa Tergantung Investasi Asing-Aseng
Pindah IKN adalah hal biasa dalam pemerintahan khilafah Islamiyah. Beberapa kali terjadi perpindahan IKN karena semata pertimbangan politik untuk kemaslahatan rakyat. Perpindahan IKN tersebut tanpa campur tangan asing. Bahkan Islam memiliki pandangan yang khas tentang investasi asing-aseng ini, diantaranya:
Pertama, sebagaimana dalam firman Allah subhanahu wa ta'ala yang artinya, “...Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (TQS. An Nisa: 141)
Allah menegaskan keharaman bagi penguasa kaum Muslimin untuk memberi celah kepada para kapitalis asing-aseng juga penjajahan mereka untuk menguasai Islam, umat dan negeri-negeri kaum muslimin. Sehingga adanya kemudahan investasi asing-aseng hingga dengan obral mengundang investor asing-aseng dalam pembangunan IKN baru yang dilakukan pemerintah saat ini sangat berbahaya bagi umat.
Kedua, menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan syariat Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan SDA negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam. Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.
Syekh Abdul Qadim Zallum dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah mengemukakan bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pemagaran oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam maupun barang tambang lainnya.
Ketiga, jikalau investasi asing benar-benar dibutuhkan akibat perekonomian yang lesu serta pengelolaan sektor SDA tak mampu menutupi celah tersebut, maka terdapat rambu-rambu yang harus diperhatikan terhadap investasi asing sesuai standar halal-haram dalam kacamata syariat Islam, yaitu investor asing tidak diperbolehkan melakukan investasi dalam bidang yang strategis atau sangat vital semisal bandara, pelabuhan, dan lain-lain.
Investasi asing juga tidak boleh dalam bidang yang membahayakan. Investor hanya diperbolehkan dalam bidang yang halal dan tidak mengandung unsur ribawi. Investasi asing tidak diperbolehkan pada kepemilikan umum (harta rakyat), tidak boleh dalam hal yang membahayakan akhlak kaum Muslimin. Investor juga tidak diperbolehkan bergerak di sektor non riil, dan investor yang akan berinvestasi, bukanlah investor yang terkategori muhariban fi’lan.
Dengan demikian, kesejahteraan negeri terjamin sehingga tidak ada jalan bagi penjajah untuk menyusup menggerogoti politik ekonomi negara. Namun, semua itu hanya bisa diwujudkan manakala Indonesia memilih mencampakkan sistem kapitalis liberal dan mengambil sistem Islam sebagai solusi. Wallahu a’lam bishowab.
Post a Comment