Kawin Kontrak, Bebas Hukum

Oleh : Mia Fitriah Elkarimah

Jalur kawasan Puncak memiliki daya tarik selain pesona keindahan alamnya.Kawasan udara sejuk itu sering terdengar mewabahnya  bisnis wikwik atau praktik kawin kontrak, alias "wisata seks halal".

Prostitusi ini memiliki customer dari luar negeri, terutama yang berasal dari Negera Arab (kompas.com 14/02/2020) 

Kawasan yang diidentikkan dengan adanya praktik kawin kontrak ini ditepis oleh Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan menegaskan tidak ada kawin kontrak di Puncak

"Saya itu orang Cisarua, lahir di Cisarua. Saya tegaskan di Puncak itu tidak ada kawin kontrak. Itu mah yang ada di film," kata Iwan Setiawan seusai Jumat Keliling di Masjid Jamie Al-Barokah RT 5 RW 8, Desa Parakan Jaya, Kemang, Kabupaten Bogor, Jumat (detiknews.com 13/9/2019).

Iwan mengatakan hal demikian karena dia pernah tinggal lama di Cisarua.

Miris ya selevel wabup, bicara ke media publik, kok seperti itu. Informasi ini sudah dari dulu terdengar, dengan hebohnya pemberitaan kawin kontrak di kawasan puncak sekarang, apakah masih ngelak?

Salah satu  penyebab praktik seperti ini terus terjadi,  karena  ada pembiaran dari atas, sehingga menjadi lumrah atau lazim. Ya selain kemiskinan atau terbatasnya lapangan kerja terutama bagi perempuan sehingga kehadiran turis-turis asing itu dapat mendatangkan kesejahteraan. 

Di dalam agama Islam,  kawin kontrak dikenal dengan istilah kawin mut'ah.  Rasulullah mengharamkannya  

Sifat kawin mut'ah ini, lebih menitikberatkan pada kesenangan yang dibatasi oleh waktu tertentu. 

 Menurut Quraish Shihab, di negara yang mayoritasnya beraliran Syi'ah yang menerima konsep mut'ah- seperti Iran, status perkawinannya diakui. Bahkan status anak diakui, sehingga otomatis memungkinkan untuk menjadi ahli waris.

Namun itu di Iran, bagaimana di Indonesia? tidak ada akibat hukum apapun dalam perkawinan kontrak. 

Kawin kontrak tidak lebih dari sekedar komoditas seks. Kawin kontrak hanya dijadikan alasan dengan menggunakan kedok agama untuk melaksanakan prostitusi terselubung. Selain itu, nasib anak hasil kawin kontrak pun  tidak berbeda jauh dengan sang ibu, tidak dapat apa-apa. Setelah selesai masa kontrak. Maka anak akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan.

Apapun alasannya, menikah secara resmi tetaplah harus dianut oleh masyarakat. Jangan tergoda dengan material sesaat. Menikah  yang tidak ada payung hukum tentu sangatlah merugikan pihak perempuan. Dan pelakunya bisa melakukan apapun dan terbebas dari jeratan hukum.

Post a Comment

Previous Post Next Post