Oleh : Wenny Suhartati, S.Si
Negara kita tidak sedang baik-baik saja. Ya, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi carut marutnya negeri kita saaat ini. Negara dengan mayoritas penduduk muslim tapi kondisi umat muslimnya makin terpuruk dari waktu ke waktu. Atas keprihatinan inilah maka sejumlah tokoh muslimah di Purwakarta menggelar acara kajian tokoh pada hari Minggu, tanggal 2 Februari 2020 dengan mengangkat tema “Kapitalisme Destruktif, Khilafah Konstruktif”.
Sebagai pemateri pada kajian tokoh kali ini, Ustazah Septa, yang merupakan founder sekaligus owner dari salah satu sekolah tahfizh plus di Purwakarta. Dalam pemaparannya, beliau mengawali dengan memberikan gambaran berbagai peristiwa buruk akibat dari penerapan sistem kapitalisme saat ini.
Dari aktivitas kesyirikan berbalut pengobatan islami yang dilakukan oleh Ningsih Tinampi, kaum LGBT yang semakin banyak memakan korban hasil dari perilaku seks menyimpangnya, perayaan ‘No Hijab Day’ oleh komunitas yang mengatakan bahwa jilbab itu tidak wajib, dan masih banyak lagi contoh aktivitas yang menyimpang dari syariat agama Isalm. Termasuk di dalamnya ketidakberdayaan negara menghadapi China dalam kasus Natuna serta tenaga honorer yang dianggap sebagai beban oleh negara sehingga negara berwacana akan menghapuskannya.
Semua contoh itu, menurut ustazah Septa merupakan bukti nyata bahwa sistem kapitalisme bersifat destruktif/merusak kehidupan manusia. Kenapa? Karena kapitalisme adalah paham yang menempatkan harta di atas segalanya. Kekuasaan dipegang oleh para kapitalis/pemilik modal. Dan keuntungan merupakan tujuan akhir yang dikejar oleh para kapitalis.
Sedangkan asas dari kapitalisme adalah sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Karena manusia sendiri yang menentukan aturan kehidupannya, maka dalam kapitalisme menjamin 4 kebebasan yang dilindungi HAM, yaitu kebebasan beragama (pluralisme), kebebasan berperilaku (liberalisme), kebebasan berpendapat (liberalisme) dan kebebasan kepemilikan (kapitalisme). Dan kebebasan inilah yang membuat manusia dan kaum muslim khususnya semakin terpuruk dalam kehidupannya.
Lebih lanjut ustazah juga menjelaskan sebagai umat muslim sudah menjadi kewajiban kita untuk berislam secara kaffah, sebagaimana tertulis di QS. Al Baqarah ayat 208. Karena Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur masalah aqidah dan ibadah semata. Tapi, Islam juga mengatur tentang makanan, minuman, pakaian, akhlaq, muamalah serta politik dalam dan luar negeri.
Dan semua aturan Islam itu tidak akan bisa terterapkan dengan sempurna tanpa adanya institusi Khilafah. Apa itu khilafah? Dijelaskan lebih lanjut oleh Ustazah Septa, bahwa khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Di dalam sistem Khilafah, pemimpinnya disebut Kholifah. Dan menurut HR Al-Bukhari dan Ahmad, imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus. Oleh karena itulah, wajib bagi Kholifah untuk meriayah (mengurusi) segala urusan umatnya dan menjamin kecukupan kebutuhan hidup dasar bagi seluruh rakyatnya. Di dalam sistem khilafah, layanan kesehatan, keamanan dan pendidikan disediakan gratis oleh negara. Sebagai contoh, pada zaman khilafah, karya tulis akan diapresiasi dengan emas seberat buku yang ditulis dan gaji guru pada saat itu mencapai 15 dinar/bulan atau setara 31 juta/bulan.
Selain itu, sistem upah dalam khilafah merupakan sistem yang adil dan menyejahterakan pekerja. Pemberi kerja mengupah pekerja sesuai jasa dan manfaat yang diberikannya. Jika upahnya masih rendah karena kurang terampil, maka khilafah memfasilitasi dengan cara kursus gratis. Sehingga pada akhirnya seluruh pekerja akan sejahtera. Dan menurut ustazah Septa inilah yang disebut sebagai khilafah yang konstruktif/membangun.
Di akhir penjelasannya, ustazah Septa menutup dengan memberikan tips tentang peran yang bisa kita lakukan sebagai seorang muslimah di era sekarang ini. Disampaikan beliau bahwa kiprah yang bisa kita lakukan adalah tetap terus berdakwah ke masyarakat untuk memahamkan Islam kaffah di tengah-tengah masyarakat. Dan dakwah yang kita lakukan haruslah berjama’ah bukan sendiri-sendiri, karena Rasulullah pun ketika berdakwah tidak sendirian tapi bersama-sama dengan para sahabat.
Post a Comment