Horor Nasib Tenaga Honorer

Oleh : Dyan Indriwati Thamrin
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dengan Komisi II DPR sepakat untuk menghapus tenaga honorer di lingkup institusi negara. Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo menceritakan anggaran pemerintah pusat terbebani dengan kehadiran tenaga honorer. Pasalnya, setiap kegiatan rekrutmen tenaga honorer tidak diimbangi dengan perencanaan penganggaran yang baik. 

Terutama, dikatakan Tjahjo di pemerintah daerah (pemda) adanya tenaga honorer lebih banyak tetapi biasanya tidak direncanakan dengan penganggaran yang baik, sehingga banyak kepala daerah yang meminta anggaran gaji tenaga honorer dipenuhi oleh pusat. “Kalau daerah masih menggunakan honorer silakan, tapi pakai dana APBD, jangan pakai pusat. Semuanya harus jelas anggarannya,” kata Tjahjo saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (25/1/2020).

Sementara itu, menurut Pelaksana Tugas Biro Humas BKN Paryono, penghasilan asli daerah (PAD) yang kecil juga mengakibatkan masih banyaknya daerah yang menggaji tenaga honorer bergantung dari anggaran pemerintah pusat. Pos belanja pegawai yang bisa lebih dari 50% tidak bagus bagi pembangunan karena anggaran lebih besar untuk gaji saja katanya. 

Pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN sudah dilakukan sejak tahun 2005-2014, setidaknya sudah ada 1.070.092 orang yang berhasil menjadi abdi negara. Sekarang sisanya ada sekitar 438.590 orang tenaga honorer di lingkungan pemerintah. 
Adapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghapus status tenaga honorer dengan mengikutsertakan pada seleksi calon pegawai negeri sipil (PNS)  dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Target penyelesaian sisa tenaga honorer ini selesai pada 2021.

Penghapusan tenaga honorer sendiri sudah disepakati Kementerian PAN-RB dan BKN dengan Komisi II DPR. Ke depannya, pemerintah juga mengimbau kepada seluruh pejabat negara untuk tidak merekrut tenaga honorer. 

Apalagi larangan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 48 tahun 2005 Pasal 8, sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, yang dimaksud ASN adalah PNS dan PPPK. Di luar itu maka tidak dianggap. https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4873047/tjahjo-sebut-tenaga-honorer-jadi-beban-pemerintah-pusat
Mengapa lembaga pemerintah terutama di daerah masih merekrut tenaga honorer untuk membantu kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat? Karena memang masih ada kekurangan pegawai untuk beberapa jenis pekerjaan tertentu, seperti penyuluh pertanian, tenaga kesehatan dan tenaga guru. Tenaga di bidang-bidang tersebut sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah masyarakat, seiring berkembangnya wilayah-wilayah tertentu atau terbukanya wilayah-wilayah baru. 

Sebagai contoh, wacana penghapusan tenaga honorer membuat pemerintah Kota Depok khawatir akan turunnya kinerja pelayanan publik. Pasalnya, mereka masih kekurangan tenaga ASN. 

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Depok, Supian Suri, mengatakan keberadaan tenaga honorer saat ini sangat membantu mengingat kebutuhan ASN di Kota Depok masih sangat tinggi. “Berdasarkan analisis beban kerja (ABK) kita, jumlah ASN Depok seharusnya kurang lebih 12.000 orang, tapi saat ini yang ada kurang lebih 7.000 ASN termasuk guru, jadi kita masih kekurangan orang, makanya salah satu penopangnya adalah mereka (honorer),” kata Supian dikonfirmasi Tempo, Jumat 24 Januari 2020. https://metro.tempo.co/read/1299411/pegawai-honorer-dihapus-pemkot-depok-khawatirkan-ini/full?view=ok.

Rekrutmen tenaga honorer dianggap sebagai upaya untuk mengurangi pengangguran sekaligus mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah. Karena mereka belum berpengalaman dan dijanjikan akan direkrut menjadi ASN. Status sebagai ASN memang masih memiliki gengsi tersendiri di sebagian kalangan. Maka tidak mengherankan jika profesi ASN masih menjadi pilihan nomor satu bagi sebagian generasi muda serta orang tua atas diri anak-anaknya. Tunjangan hari tua sebagai ASN merupakan bagian yang paling menggiurkan sehingga peminat pekerjaan ini masih besar. 

Namun, sekarang tenaga honorer akan dihapuskan. Sungguh menyesakkan, jangankan diangkat menjadi ASN, malah dianggap sebagai beban! Bagaimana nasib sebagian tenaga honorer yang sudah mengabdi belasan tahun, dan yang bekerja melakukan pelayanan sepenuh hati bukan melulu karena ingin diangkat menjadi ASN, tetapi karena memang menyukai dan mencintai pekerjaannya? Tidak layakkah mereka beroleh penghargaan? 

Islam memandang ASN sebagai pekerja. Majikannya adalah negara. Sebagai pekerja, hukum-hukum transaksi atau akad kerja adalah hukum yang sama untuk semua jenis pekerja yang lain, apakah itu di BUMN, militer, swasta atau pada apa yang sekarang disebut sektor informal. 

Ini artinya, seorang pekerja direkrut dalam kualifikasi dan jumlah yang sesuai kebutuhan. Karena itu, Islam tidak mengenal istilah tenaga honorer, karena pekerja yang direkrut benar-benar dijadikan pegawai negara yang sudah disesuaikan dengan kualifikasi dan jumlah pegawai yang diperlukan. 

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan gaji tertentu, baik yang memperkerjakannya pribadi, perusahaan, maupun negara. Karena itu, pekerja mencakup orang yang bekerja dalam bidang kerja apa pun (dengan catatan bukan pekerjaan yang terlarang menurut Islam), tanpa dibedakan apakah pegawai negara maupun pekerja lain. 

Transaksi atau akad kerja didasarkan pada manfaat atau jasa yang diberikan pekerja, karena itu jika manfaat yang diberikan oleh pekerja itu sedikit, maka gajinya juga kecil sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Bandingkan dengan masa sekarang dimana gaji pokok ASN berbeda-beda nilai nominalnya tergantung pangkat dan golongannya ditambah tunjangan-tunjangan lainnya. 

Negara semestinya tidak menetapkan gaji ASN berdasarkan pangkat dan golongan, bahkan penetapan seperti ini tidak diperbolehkan, dianalogikan pada larangan menetapkan harga. Karena, baik harga maupun gaji, sama-sama merupakan kompensasi yang diterima oleh seseorang. Bedanya, harga adalah kompensasi barang, sedangkan gaji merupakan kompensasi jasa. 

Ketika seseorang melamar menjadi ASN, dia boleh menawar berapa gajinya. Dan negara sebagai majikan akan melihat seberapa besar manfaat orang ini bagi negara. Seharusnya negara lebih siap membayar mahal orang-orang cemerlang yang akan berkontribusi besar bagi negara. http://www.fahmiamhar.com/2013/09/menata-pegawai-negeri-sipil-sesuai-syariat-islam.html.

Contohnya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara hingga ada yang mencapai 300 dinar (1.275 gram emas) atau setara Rp 114.750.000. Sangat fantastis, sehingga wajar kehidupan rakyatnya sangat sejahtera dan berkah pada era itu. 

Islam telah menggariskan, bekerja adalah ibadah yang disejajarkan dengan amalan Fisabilillah, yang artinya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga, tetapi juga sebagai bentuk penghambaan dan ketaatan seseorang kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Mulk ayat 15 : “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Rasulullah SAW bersabda : “… kalau ada seseorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiayai anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta kepada orang lain, itupun Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikuti jalan Syaithan.” (HR. Thabrani). Karenanya, bekerja sebagai ASN maupun bekerja jenis lainnya wajib menghantarkan pelakunya menjadi hamba yang taat tunduk hanya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. 

Islam pun telah mengatur, sumber dana pembayaran gaji ASN diambil dari kas baitul mal. Apabila tidak mencukupi, bisa ditarik pajak yang bersifat temporer, berlaku hanya untuk kaum muslim yang laki-laki dan mampu, sampai terpenuhi sebatas yang dibutuhkan. 

Dalam sektor ekonomi, negara hanya membangun dan mengembangkan sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang serta meningkatkan volume perdagangan. 

Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh negara. Sebaliknya, negara dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama 3 tahun oleh pemiliknya untuk diberikan kepada yang lebih mampu mengelolanya. 

Dalam sektor industri, negara akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. 

Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, negara akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. 

Dari keempat sektor di atas, tentu banyak dibutuhkan tenaga kerja. Masyarakat akan mudah dalam mendapatkan pekerjaan sehingga pengangguran akan dientaskan dan profesi ASN bukan lagi salah satu pekerjaan yang paling dicita-citakan untuk mendapat aneka jaminan hidup layak dan tunjangan hari tua. https://www.muslimahnews.com/2020/01/31/arogansi-rezim-kapitalis-anggap-rakyat-beban-negara/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=arogansi-rezim-kapitalis-anggap-rakyat-beban-negara

Menciptakan lapangan kerja adalah kewajiban negara agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. Rasulullah SAW bersabda : “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Tetapi mungkinkah negara mampu dan benar-benar mengurusi rakyatnya dalam sistem yang diterapkan saat ini? 

Post a Comment

Previous Post Next Post