FITNAH KEJI: Haram Tiru Sistem Pemerintahan Nabi Muhammad



Oleh : Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Sungguh lancang dan sangat berani. Profesor satu ini, telah berulang kali keseleo lidahnya hingga mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati umat Islam. Ucapannya menunjukkan begitu bencinya terhadap Islam dan ajarannya. Akhirnya justru mengingatkan kepada kita pernyataannya yang pernah diungkapkan bahwa, "Malaikat masuk sistem demokrasi bisa jadi iblis." Benarkah?

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfudz MD, pernyataan dan sikapnya menimbulkan kontroversi, sungguh memprihatinkan. Seolah menyudutkan dan menepis ajaran Islam. Di antaranya, menolak perda syariah dan khilafah. Menghalalkan ucapan selamat Natal. Mendukung kriminalisasi ulama. Bela China salahkan muslim Uyghur dan lainnya.

Kini, Mahfudz MD  menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad haram hukumnya. Hal itu disampaikan pada diskusi panel harapan baru dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, NU online, Sabtu (25/1/2020). 

Pernyataanya sungguh lancang dan berani menantang firman Allah:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berzikir kepada Allah.” (TQS al-Ahzab : 21)

Artinya: Allah mewajibkan untuk mensuritauladani Rasulullah saw. Karena dalam ajaran Islam, segala perbuatan, ucapan, bahkan diamnya Rasulullah saw. merupakan sumber syariat. Maka hukumnya wajib diikuti oleh seluruh muslim selama tidak ditemukan dalil yang menyebutkan perbuatan itu hanya berlaku bagi Rasulullah saw.

Dalam hal ini pernyataan yang diungkapkannya sangat naif, karena akan mengaburkan pemahaman ide khilafah dan  menghalangi kewajiban penegakan khilafah.

Dalam acara tersebut, Ia pun mengungkapkan bahwa, pemerintahan Nabi Muhammad menggunakan  sistem legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Semua peran itu berada dalam diri Nabi Muhammad sendiri. Nabi berhak dan boleh memerankan ketiga-tiganya karena dibimbing langsung oleh Allah Swt. Menteri Pertahanan pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mempertanyakan, bahwa setelah Nabi Muhammad sendiri, adakah umat Islam yang bisa memerankan ketiga-tiganya seperti Nabi Muhammad? 

Pernyataan tersebut sungguh arogan dan penuh dengan fitnah keji. Hal ini sangat berbahaya sekali karena meracuni akidah umat Islam. Sudah jelas sekali bahwa Islam tidak mengenal Trias Politika.

Konsep Trias Politika merupakan ide dasar dalam demokrasi barat. Pemikiran ini berkembang di Eropa pada abad XVII dan XVIII M. John Locke kemudian diteruskan oleh Montesquieu, mengatakan bahwa kekuasaan harus dibagi menjadi tiga bagian, kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan yudikatif (untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang) dan eksekutif (untuk melaksanakan undang-undang).

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam sistem demokrasi yang membuat hukum adalah anggota dewan terpilih ketika pemilu (yudikatif). Artinya, yang berdaulat membuat hukum adalah manusia yang notabene akalnya lemah dan terbatas. Hukum yang dibuat berdasarkan asas manfaat untuk  kepentingan segelintir individu, partainya (golongannya) atau pesanan pemilik modal. Wajar jika produk hukumnya tidak memberikan rasa keadilan. Sungguh sistem demokrasi sekuler adalah batil, karena bertentangan dengan firman Allah, "Sesungguhnya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah." (TQS al-An'am: 57)

Dalam faktanya trias politik yang dianut sistem demokrasi terjadi adanya konspirasi (persekongkolan) di antara legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Jadi, wajar jika sistem demokrasi sekuler menghasilkan pemimpin/penguasa (umara) yang tidak berpihak kepada Islam, justru memusuhi Islam.

Hal tersebut dikarenakan Indonesia mengadopsi sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Mereka justru mati-matian sebagai penjaga sistem demokrasi sekuler.

Keberadaan penguasa (umara),  hanya untuk melayani para pemilik modal (para kapitalis) yang menjajah dan menjarah SDA, dengan memberikan stempel supaya legal dan dibantu oleh fatwa ulama suu' (jahat) agar diterima rakyat.

Umaralah yang menjaga dan melanggengkan sistem demokrasi sekuler. Karena takut kehilangan kekuasaan dan kepentingannya. Juga adanya intervensi dari pemilik modal baik Asing maupun Aseng yang takut kehilangan jajahan dan jarahannya, jika khilafah tegak.

Tidak hanya Ia saja, lihatlah pernyataan penguasa (umara) dan ulama suu' lainnya. Wapres KH Ma'ruf Amin menganalogikan, "Keraton Agung Sejagat seperti Khilafah" sungguh kejahatan intelektual yang sangat keji terhadap khilafah ajaran Islam. Begitu juga Ketua PBNU Said Aqil Siraj di acara diskusi 'harapan baru dunia Islam' pernyataannya: "Perkokoh Islam Nusantara, Budaya Kita Lebih Mulia dari Arab." (KumparanNews, 25 Januari 2020). Pernyataan Said, mengaburkan dan menentang perintah Allah untuk berislam kafah (QS al-Baqarah: 208).

Pada dasarnya semua narasi busuk yang dihembuskan oleh para umara dan ulama suu' (jahat) penjaga sistem demokrasi sekuler adalah sama. Tidak lain bertujuan untuk menghadang dan menghalangi tegaknya khilafah.  

Padahal khilafah adalah sistem pemerintahan yang dihalalkan. Bahkan, telah dicontohkan pendiriannya oleh Rasulullah saw. Kemudian dilanjutkan dan  diterapkan oleh Khulafaur Rasyidin hingga kekhilafahan Ustmaniyah berakhir di Turki, tahun 1924. Keberadaannya telah diabadikan dalam sejarah yang terukir tinta emas selama 13 abad. Khilafah merupakan sistem pemerintahan warisan Rasulullah yang menjadikan Islam dan umatnya jaya dan disegani negara-negara di  dunia. Kini Ia berani mengharamkannya.

Apa yang pernah diungkapkannya bahwa malaikat pun masuk dalam sistem demokrasi akan menjadi iblis, ternyata benar adanya. Gara-gara jabatan, kekuasaan dan harta, mereka rela mengorbankan akidahnya sendiri dan menjerumuskan akidah orang lain. Sungguh mereka menjual agamanya dengan harga amat murah. Demokrasilah yang mengubah karakternya menjadi sombong, membangkang dan menantang perintah Allah, berubah menjadi iblis.

Dalam Islam, untuk menentukan halal dan haram, harus berlandaskan sumber hukum Islam (Al-Qur'an, sunah, ijma' sahabat, qiyas). Atas dasar apa, ittiba' amal kenegaraan Nabi Muhammad diharamkan?

Ia telah berdusta atas nama Allah Swt. dengan ucapannya. Allah berfirman:  “Janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘ini halal dan  ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (TQS an-Nahl: 116)

Seharusnya seorang muslim ittiba' (mengikuti) kepada Nabi Muhammad dalam semua perkara syariat.
Karena syariat yang diturunkan oleh Allah Swt. adalah syariat bagi semua umat muslim, kecuali ada takhsis. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. al-Hasyr ayat 7 :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ
 وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا 

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ...."

Sungguh mereka sangat lancang dan keji, berani mengharamkan dan memfitnah terhadap amal kenegaraan Nabi Muhammad saw. padahal dalilnya sangat jelas.

هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

Artinya: “Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya, sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi dan akan ada setelahku beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak, sahabat bertanya: ”Apa yang tuan perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya. Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Khilafah adalah janji Allah (QS an-Nur: 55) dan bisyarah Rasulullah saw. Pasti akan tegak kembali. Rasulullah bersabda:
“Di tengah-tengah kalian ada zaman kenabian. Atas kehendak Allah zaman itu akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Khilafah itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkat khilafah itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) yang zalim. Kekuasaan zalim ini akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) diktator yang menyengsarakan. Kekuasaan diktator itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan muncul kembali khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.” (Hudzaifah berkata): Kemudian beliau diam (HR Ahmad dan al-Bazzar).

Saat seruan penegakan khilafah  makin gencar dan sambutan umat pun makin besar, serta kebangkitan umat Islam semakin nyata dan mendunia. Mereka bak kebakaran jenggot dan cacing kepanasan. Narasi-narasi busuk dihembuskan secara masif untuk menghadang tegaknya khilafah.

Allah Swt. berfirman:

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.” (TQS. ash-Shaff: 7)

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post