Oleh: Rita Handayani
(Ibu rumah tangga ideologis dan member akademi menulis kreatif)
Ekstrimis dalam KBBI adalah orang yang melampaui batas kebiasaan (hukum dan sebagainya) dalam membela atau menuntut sesuatu.
Istilah ekstrimis ini baru diperbincangkan dunia internasional dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Perkembangan isu ini jika ditarik ke belakang hingga tahun 2005, tidak bisa dilepaskan dengan kebijakan pemerintahan George W. Bush dalam memerangi terorisme dengan dalih tragedi pengeboman 11 September 2001 di New York City. Jelas yang disasar adalah Islam dan umatnya.
Sedangkan di tanah air, isu ekstrimis ini dilabelkan oleh penguasa untuk muslim yang taat syariah dan berupaya menjalankan Islam secara kafah (menyeluruh). Bahkan rezim saat ini tanpa tedeng aling-aling sering melontarkan pernyataan atau kebijakan yang kontroversial. Seolah fobia terhadap Islam dan syariatnya. Seperti pernyataan Menteri Agama Fahrurozi yang beberapa waktu lalu melarang PNS/ASN memakai cadar dan celana cingkrang (m.liputan6.com). Juga larangan bagi pelajar putra-putri untuk terpisah ruang belajarnya.
Selain itu, pernyataan yang dilontarkan oleh seorang Menkopolhukam Mahfud MD yang mengatakan meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad saw. adalah haram (NU Online, 25/01/2020). Tentu sangat kita sayangkan para pejabat negara yang mudah terpeleset lidahnya dari kebenaran syariah.
Bagaimana dengan moderat? Secara bahasa, moderat berarti jalan tengah. Dimana cara pandangnya mudah kompromi dengan paham lain. Istilah moderat juga belum lama digunakan secara luas seperti halnya dengan istilah ekstrimis. Istilah moderat mendadak populer di seluruh dunia setelah tragedi WTC 9/11 dengan konteks "war on terorism", perang melawan terorisme yang dilancarkan Amerika Serikat. Jadi jelas kedua istilah ini dilontarkan oleh Barat dengan maksud tertentu.
Tujuan Barat Menggencarkan Isu Ekstrimis dan Moderat.
Sesungguhnya ini adalah pertarungan ideologi. Ideologi adalah pemikiran menyeluruh (tentang kehidupan, alam semesta dan manusia serta sesuatu yang terjadi sebelum adanya kehidupan dan setelah berakhirnya kehidupan) yang melahirkan peraturan. Hanya ada tiga ideologi di dunia, yaitu sosialis-komunis, demokrasi-kapitalis dan Islam.
Sosialis-komunis, adalah ideologi yang berasaskan materialisme, yang lahir dari buah pikir manusia. Dimana tolok ukur perbuatannya adalah dialektika materialisme. Ketika materi berkembang maka peraturan juga harus berubah. Sosialis-komunis mengingkari secara mutlak adanya agama. Bahkan menganggap agama adalah candu yang harus dimusnahkan. Maka dia akan berupaya untuk menghilangkan pengaruh agama atau agama itu sendiri bagi penduduk negeri yang mengadopsi sistem ini. Seperti halnya kasus genosida (pemusnahan etnis dengan cara pembunuhan atau pembantaian) muslim Uighur di Cina. Jelas ideologi keji ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia.
Ideologi sosialis-komunis ini pernah menguasai dunia, meskipun tak sampai satu abad sudah luluh lantak. Rusia adalah negara yang mengemban ideologi komunis saat masih jaya. Sedangkan saat ini, ideologi sosialis-komunis ini dipawangi oleh Cina. Negara yang sudah mulai bergeliat di bidang produksi dan ekonomi, hendak merajai dunia. Namun kini sedang terkapar karena wabah corona yang sedikit banyaknya berimbas kepada kiprahnya di dunia internasional.
Sedangkan ideologi kapitalis-demokrasi, merupakan ideologi yang berasaskan sekularisme, yang lahir dari kekecewaan rakyat Barat waktu itu yang dizalimi oleh para penguasanya. Dimana raja mereka mengambil para pendeta untuk mendoktrin umatnya, dengan doktrin bahwa raja adalah wakil Tuhan di muka bumi. Sehingga raja tersebut bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perdebatan sengit antara masyarakat yang diwakili para cendekiawan dengan pihak pemerintah. Maka diambillah jalan tengah. Agama hanya boleh mengatur urusan mereka dengan Tuhan, dengan kata lain hanya urusan peribadahan saja. Sedangkan urusan kehidupan termasuk pemerintahan tidak boleh diatur oleh agama. Inilah yang disebut sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Jelas ideologi ini juga bertentangan dengan fitrah manusia. Karena seharusnya agama yang benar itu harus mampu menyelesaikan semua persoalan umat manusia. Kedaulatan ideologi ini berada ditangan rakyat, namun realisasinya bukan di tangan rakyat secara mayoritas. Melainkan rakyat yang berkelas, punya modal untuk membeli undang-undang.
Kapitalis-demokrasi yang diemban Barat dan sekutunya masih menguasai dunia. Walaupun sudah mulai lunglai dan kehabisan energi juga kekuatan. Namun dengan pongahnya ia tetap mengintervensi negara-negara yang menjadi target jajahannya.
Bagaimana dengan Islam? Ternyata, Islam bukan sekadar agama yang hanya mengatur masalah ibadah saja. Namun juga mengatur seluruh kehidupan manusia. Memang tidak semua agama mampu seperti halnya agama Islam. Maka jangan samakan umat Islam dengan umat agama lain, yang harus diatur oleh demokrasi-kapitalis.
Islam adalah ideologi yang berasaskan iman kepada Allah Swt. Kedaulatannya berada ditangan syara. Sedangkan tolak ukurnya adalah halal- haram. Islam menjadi ideologi yang sesuai fitrah manusia, karena beragama merupakan hal yang fitri dan suatu kebutuhan. Dalam sejarah, ideologi Islamlah yang paling lama menguasai dunia. Yakni sejak masa tegaknya negara Islam di Madinah oleh Rasulullah sampai masa keruntuhan negara Islam pada tahun 1924 M.
Ketiga ideologi ini: Islam, kapitalis dan komunis sejak kelahirannya hingga dunia ini berakhir (kiamat) tidak akan berhenti untuk bertarung. Demikianlah sunatullah yang berjalan. Maka pilihan ditangan kita, mau mengambil ideologi yang mana. Selain menjadikannya ideologi yang kita emban, lebih dari itu ideologi ini juga harus diperjuangkan.
Tujuan Barat yang statusnya masih sebagai penguasa dunia dengan ideologi kapitalisnya menggaungkan isu ekstrimis dan moderat adalah karena mereka risau dan resah melihat geliat kaum muslimin. Umat Islam sebagian sudah mulai bangun dan sadar akan kewajibannya untuk berislam kafah dalam wadah negara yang berideologi Islam.
Islam menjadi bahaya laten bagi hegemoni Barat sehingga mereka berupaya untuk menjauhkan kaum muslimin dari syariat Islam yang benar. Namun jika menyerang secara fisik, mereka sadar pasti akan kalah telak. Maka mereka menyusun siasat busuk.
Siasat itu adalah memunculkan istilah ekstrimis dan moderat. Tujuannya jelas untuk memisahkan mana Islam abangan dan mana Islam taat syariat. Dengan begitu akan memudahkan Barat untuk menyerang umat Islam, dengan cara yang berbeda. Fakta di lapangan menunjukkan Islam yang taat syariat (yang dalam kacamata Barat disebut ekstrimis), diserang dengan hukum dan undang-undang. Sedangkan Islam abangan atau moderat menurut Barat, diserang dengan diiming-imingi uang dan jabatan. Tidak ada makan siang gratis. Selama umat Islam yang moderat ini masih mau dijadikan alat, maka akan tetap jadi kaki tangan barat. Namun jika sudah tidak diperlukan, akan diperlakukan sama seperti halnya Islam ekstrimis.
Program-program Barat yang dibuat untuk menyukseskan isu ekstrimis dan moderat adalah
F4, yaitu food, fashion, film dan finansial.
Food. Menjamurnya makanan yang tidak halal dan tidak toyib di pasaran. Seperti makanan jadi dan cepat saji produk pabrik yang belum jelas kesucian dan kehalalannya, daging oplosan, bakso dicampur dengan daging babi, campuran bahan kimia berbahaya, juga yang mengandung narkoba. Hal ini adalah bagian dari program Barat dalam menghancurkan umat muslim, dari sisi rusaknya tubuh dan pola pikir yang sehat.
Fashion umat muslim, di Nusantara khususnya, sedang diobok-obok. Seperti yang saat ini masih viral pernyataan dari Sinta Nuriyah, istri presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia pun menyatakan bahwa banyak orang yang keliru memahami kata jilbab dan hijab (tempo.co 06/01/2020).
Film. Luar biasa kerja para agen asing di bumi pertiwi hingga pesantren pun mereka jadikan sebagai alat untuk persembahan kepada tuannya. Film The Santri yang diperankan oleh seorang anak kyai yang berpacaran di dalam pesantren, berkhalwat, berikhtilat, tabaruj dengan dandanannya, bahkan memasuki gereja dan memberikan tumpeng kepada pendeta, adalah bukti bahwa film ini dibuat untuk menghancurkan pola pikir dan pola sikap bahkan aqidah para santri dan generasi muslim di luar pesantren.
Finansial. Sulitnya biaya hidup bagi sebagian besar kalangan, sejalan dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan di era global. Menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi bagi masyarakat. Untuk mendapatkan pekerjaan kelas karyawan saja, harus merogoh kocek belasan juta. Hingga ada yang berseloroh, "Saya mau mencari uang untuk menafkahi anak-anak dan istri malah harus mengeluarkan uang."
Solusi beasiswa yang ditawarkan supaya lebih mudah memasuki dunia kerja, malah menyisakan polemik di kemudian hari. Beasiswa ini menyasar generasi muslim yang cerdas untuk mendapat kesempatan belajar ke negeri-negeri Barat pengusung ideologi sesat (komunis dan kapitalis). Fakta mengejutkannya, terjadi brain wash (cuci otak) yang akhirnya membuahkan intelektual muslim dan ulama su' yang menjadi duri dalam daging. Dia kembali ke negerinya dengan ilmu dan gelarnya, dengan misi mengacak-acak syariat Islam dan menjauhkan kaum muslimin dari hukum syara.
Penerimaan masyarakat atas isu ekstrimis dan moderat adalah perang opini yang digulirkan oleh Barat melalui antek-anteknya di negeri-negeri Islam. Mereka menguasai media mainstream sehingga membuat masyarakat bingung membedakan mana yang hak, mana yang batil, mana yang harus diikuti, mana yang harus dijauhi. Akhirnya masyarakat terkecoh dan memilih berada di zona aman. Dengan mengikuti pendapat mayoritas masyarakat dan pendiktean rezim. Sekalipun hal tersebut telah menyalahi hukum Allah dalam Al-Qur'an dan sunnah.
Cara mengonter
Untuk mengonter ide Barat dalam masalah ini, sekaligus membentengi umat dari segala tipu daya, maka ada amanah besar yang harus kita pikul dengan penuh keimanan dan hanya berharap mendapat ridho Allah Swt.
Pertama, kita wajib mengkaji islam agar mengetahui mana yang sesuai syariat Allah dan mana yang tidak. Permasalahan hidup semakin berkembang dan harus kita cari solusinya dalam Islam. Tinggal kita memilih, mau berhukum dengan hukum Allah atau hukum buatan manusia? Mau menjadi umatnya Nabi atau umatnya Barat?
Sebagaimana Allah telah berfirman:
“Bukankah Allah Adalah sebaik-Baik Pemberi Ketetapan hukum?” (TQS. At-Tiin: 8).
Kedua, Da'a artinya berdakwah. Amar ma'ruf nahi munkar ini bukan kewajiban kyai atau ustadz saja, tapi kewajiban setiap musim yang sudah baligh.
Allah Swt. berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (TQS. An-Nahl: 125).
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara dalam dakwah. Kita bisa mengajak dengan lisan saudara-saudara muslim kita untuk bersama-sama mengkaji Islam secara menyeluruh (kafah). Selain itu, kita juga bisa menyeru lewat tulisan, yang menginspirasi umat manusia akan kebaikan dan kewajiban kembali menerapkan syariat Islam dalam kancah kehidupan.
Ketiga, menyeru para penguasa. Penguasa juga rentan salah dan khilaf. Maka seharusnya pemerintah membuka lebar kesempatan masyarakat untuk mengoreksi kebijakannya. Bukan malah memberangus orang-orang yang mengoreksi nya.
Meski berat untuk mengoreksi penguasa ini, namun tidak merubah status hukum wajibnya. Dulu pun banyak para ulama yang syahid di balik jeruji besi, akibat beramar ma'ruf nahi mungkar kepada penguasa zalim.
Keempat, bersatu dalam satu wadah kepemimpinan. Sapu lidi hanya bisa mengerjakan tugasnya membersihkan halaman rumah, bila terikat menjadi suatu kesatuan yang utuh dan kokoh. Maka demikian juga dengan kaum muslim bisa ber-Islam secara kaffah (menyeluruh) dan bisa menerapkan Al-Qur'an dan sunnah dalam kehidupan jika terikat dengan ikatan yang satu. Yakni ikatan aqidah Islam yang terbingkai dalam daulah (negara) Islam dengan satu kepemimpinan.
Jika umat Nasrani saja memiliki satu pemimpin di dunia, maka bukan hal yang mustahil umat muslim pun bisa memiliki kepemimpinan yang satu. Sebagaimana dahulu dimasa Nabi saw., kemudian setelah beliau wafat estafet kepemimpinan dipegang para sahabat mulia, khulafaur rasyidin (Abu Bakar ra., Umar ra., Utsman ra. dan Ali ra.). Kemudian dilanjutkan oleh khilafah Umayyah, khilafah Abbasiyah, dan khilafah Utsmaniyah, sebagai para pemimpin dunia.
Sejarah pasti berulang. Itulah sunnatullah. Kembalinya kaum muslim memiliki satu kepemimpinan dan memimpin dunia dengan ideologi Islam, adalah suatu kepastian. Karena ia adalah janji Allah Swt. dan bisarah (kabar gembira) Rasulullah saw.
Janji Allah Swt. ini termaktub dalam kitabullah.
"...bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,..." (TQS. An-Nur : 55)
dan bisyarah Nabi Saw.
"... Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)
Barat pun telah menyadari hal tersebut. Bahkan sejak beberapa tahun lalu, para ilmuwan Barat telah memprediksi ditahun 2020 khilafah tegak. Maka dari itu, Barat berusaha keras untuk mengulur waktu. Dengan cara memonsterisasi syarat Islam dan membonsai perjuangan kaum muslimin. Dengan cara menggencarkan isu ekstrimis dan moderat, sejalan dengan isu terorisme, radikalisme dan lain-lain.
Kelima, jihad fisabilillah. Yakni perang melawan orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Seperti yahudi yang membantai muslim Palestina, Cina menggenosida muslim Uighur dan lain-lain. Namun seruan jihad ini hanya bisa di komando oleh amirul jihad. Dan amirul jihad hanya bisa ditunjuk oleh seorang khalifah. Maka keberadaan khalifah sebagai pemimpin kaum muslimin adalah sebuah keharusan dan merupakan perkara yang paling penting.
Allhasil, isu ekstrimis dan moderat ini wajib untuk ditolak. Karena umat Islam itu satu aqidah, satu Tuhan: Allah Swt., satu Nabi: Muhammad Saw., satu kitab suci: Al-Qur'an.
Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya, ini umatmu umat yang satu, dan aku adalah Rabmu, maka sembahlah Aku.” (TQS. Al-Anbiya: 92).
Allahu a'lam bishowab.
Post a Comment