Oleh: Aminah Darminah, S.Pd.I.
(Muslimah Peduli Generasi)
Salah satu persoalan yang dihadapi di negeri ini adalah kemiskinan. Karena miskin orang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup secara layak, baik makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Untuk makan saja susah apalagi untuk sekolah dan kesehatan jauh dari kata terjangkau.
Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan nasional september 2019, pada 15 januari 2020 mencapai angka 9,22 persen, menurun sebesar 0,19 persen poin dari kondisi maret 2019 dari 0,44 persen poin dari kondisi september 2018. Masih terdapat 24,79 persen juta orang miskin di Indonesia penduduk miskin perkotaan turun menjadi 6,56 persen menjadi 13,60 persen pedesaan (detiknews, 29 januari 2020). Sejalan dengan work bank acting country director for Indonesia Rolande Pyce mengatakan, peningkatan kelas menengah terjadi karena sekitar 80 persen dari masyarakat miskin di Indonesia pada 1993 tidak lagi berada di jurang kemiskinan pada 2014. pertumbuhan masyarakat kelas menengah merupakan salah satu yang tercepat daripada kalangan lainnya. (CNNIndenesia 31/1/2020)
Sementara itu dari sebaran provinsi, Papua menduduki propinsi termiskin di Indonesia dengan tingkat kemiskinan 27,53 persen dan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah yakni 3,47 persen. Didalam perhitungannya, BPS menggunakan pendekatan pengeluaran perkapita sebesar Rp 425.250 perbulan perkapita sebagai garis kemiskinan terbaru. Indikator ini meningkat dari maret 2018 dimana garis kemiskinan dipatok Rp 401.220 perbulan perkapita. (CNNIndonesia 15/7/2019)
Setiap tahun BPS merilis data kemiskinan di Indonesia, dengan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemiskinan menurun setiap tahun. Standar yang dipakai pemerintah adalah pendapatan perbulan perkapita 425.250. Uang sejumlah itu untuk kondisi saat ini, dimana sembilan bahan pokok harganya terus merangkak, jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sesuai standar kelayakan. Apalagi untuk biyaya sekolah, kesehatan, transportasi.
Seberapapun canggihnya tehnologi yang dipakai untuk mengutak atik jumlah kemiskinan di Indonesia faktanya banyak masarakat yang hidup dalam kondisi tidak layak. Terutama masyarakat pinggiran. Kemiskinan ibarat penomena gunung es, yang terlihat sedikit padahal faktanya banyak.
Apa yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia? Kemiskin di Indonesia bersifat struktural, kemiskinan yang disebabkan oleh sistem politik, sosial dan sistem ekonomi yang diterapkan. Akibat diterapkan sistem ekonomi kapitalis, distribusi kekayaan di negeri ini tidak merata. Kekayaan hanya beredar pada segelintir konglemerat yang menguasa mayoritas SDA di negeri ini.
Ada kelaparan yang terjadi karena sebagian kelompok masyarakat tidak punya uang, sementara kelompok yang lain memiliki daya beli tinggi. Dalam hal ini kelaparan merupakan dampak dari tidak adanya pemerataan. Sebab SDA yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia. Sayang hanya dimonopoli segelintir pemilik modal.
Sistem ekonomi Islam memandang setiap orang secara pribadi, bukan secara kolektif. Setiap orang sebagai manusia harus terpenuhi semua kebutuhan primer baik makanan, pakaian maupun perumahan secara menyeluruh dan memberikan kesempatan setiap orang untuk memperoleh kemakmuran hidup. Dengan mekanisme sebagai berikut:
Pertama, mewajibkan setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja agar dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya. Jika dia tidak mampu bekerja maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya serta ahli warisnya untuk bekerja. Dalam hal ini negara hadir untuk memberi pasilitas berupa keterampilan, negara mengadakan workshop pelatihan hingga terampil. Jika tak punya modal, negara memberi modal secara cuma-cuma. Baik berupa uang, barang maupun alat. Jika orangnya malas, negara akan mendidik dan memberi sanksi mendekam di dalam jeruji besi.
Kedua, jika yang wajib menafkahi tidak ada maka baitul mal (kas negara) yang wajib menenuhinya. Sumbernya bisa dari zakat, wakaf maupun keuntungan dari pengelolaan harta publik.
Ketiga, jika baitul mal kosong, maka masyarakat didorong untuk membantu secara kolektif.
Demikianlah yang terjadi, kemiskinan lebih diakibatkan oleh sistem, sebuah upaya sadar untuk mempertahankan tatanan yang ada demi tetap memberikan keuntungan bagi pemilik modal. Bila kemiskinan yang terjadi karena sistem ekonomi yang buruk berarti pengentasannya juga harus sistemik yakni dengan cara menghadirkan sistem alternatif. Bila kapitalisme telah tampa keburukannya maka Islam satu-satunya harapan.
Wallahualam
Post a Comment