Demam Tik Tok Melanda Lagi

By : Rizky Nur Rahma Amalia
Mahasiswi Teknologi Hasil Perikanan

September 2016 aplikasi tiktok diluncurkan, sekitar tahun 2017 tiktok masuk di Indonesia sejak peluncurannya aplikasi ini digandrungi masyarakat Indonesia, terutama pada para pemuda. Pada 3 Juli 2018 tersiar kabar diblokirnya aplikasi tiktok, karena dinilai negatif bagi anak-anak. Akan tetapi, sehari setelahnya pemblokiran dibatalkan dan diawal tahun 2020 pengguna tiktok marak kembali bahkan penyebarannya semakin meluas di berbagai kalangan masyarakat.

Aplikasi tiktok merupakan produk dari kaum kafir yang dibuat dengan upaya sedemikian rupa, menggelontorkan dana yang tidak sedikit, supaya pemuda muslim memiliki habits yang buruk. Sekilas aplikasi ini tampak sebagai hiburan, namun efeknya adalah pemuda muslim hanya memikirkan hidup yang penuh hiburan, lucu-lucuan, dan mencari popularitas. Sungguh jauh dari kata pemuda muslim yang berdaya, produktif, dan penuh karya bermanfaat.

Penggunaan tiktok dalam kehidupan sehari-hari menjadikan kita terpedaya meniru jogetan-jogetan hingga “berhasil”, padahal waktu yang digunakan untuk meniru gerakan-gerakan cukup menyita waktu. Islam mengajarkan agar kita menjauhi dari hal-hal yang tak berguna, termasuk bermain tiktok. Ketika kita bermain tiktok bukan manfaat yang diperoleh, melainkan mudharat yang didapat antara lain melakukan hal yang tidak berguna, hilangnya rasa malu pada kaum muslimah karena menunjukkan lekuk tubuhnya dengan menari, menyebar sampai ke anak-anak bahkan mengidolakan artis secara berlebihan, berdampak pada anak-anak sehingga memiliki kosakata yang tidak selayaknya mereka dengar.

Inilah usaha kaum kafir membuat pemuda terpedaya dengan metode virus 4F  (food, fun, fashion, film)dan tiktok tergolong pada fun. Fun atau hiburan saat ini seakan-akan menjadi kebutuhan utama bagi pemuda muslim. Padahal sesungguhnya hal ini justru menjatuhkan pemuda muslim, menggeser pola pemikiran sehingga lebih bersemangat untuk mengejar hiburan dibandingkan mengkaji Islam. 

Pemuda muslim sadarlah, bahwa kita sedang dilenakan dengan hal-hal yang tidak berfaedah. Kita memang memiliki kebebasan menggunakan sosial media, tapi apakah kita tidak ingat semua perilaku kita kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya, apalagi sesuatu yang kita sebar berdampak besar ke ummat bagaimana nasib timbangan amal kita di yaumil hisab kelak? Masalah pahala dan dosa memang Allah yang menentukan, tapi kita bisa memilih amalan yang kita lakukan akan berbuah pahala/dosa. Apalagi kita sebagai seorang pemuda muslim sudah seharusnya kita menghasilkan karya yang bermanfaat untuk ummat, atau setidaknya kita turut berkontribusi dalam komunitas yang mengasah softskill kita supaya waktu yang kita gunakan ini tidak terbuang sia-sia. 

Islam memiliki figur pemuda-pemuda yang luar biasa, yang sudah tidak asing ditelinga kita Muhammad Al-Fatih mampu menaklukkan Konstatinopel pada usia 22 tahun. Muhammad Al Qasim usia 17 tahun mampu menaklukkan India sebagai seorang jenderal agung pada masanya. Abdurrahman An Nashir usia 21 tahun pada masanya Andalusia mencapai puncak keemasannya, mampu menyelesaikan berbagai pertikaian dan membuat kebangkitan sains yang luar biasa. Mu’adz bin Amr bin Jamuh usia 13 tahun dan Mu’awwidz bin ‘Afra usia 14 tahun membunuh Abu Jahal pada perang Badar. Atab bin Usaid usia 18 tahun diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah dan masih banyak pemuda muslim yang berkualitas lainnya.

Apakah kita sebagai pemuda muslim saat ini hanya sanggup menaklukkan tiktok dengan menghafal lirik dan menghafal gerakan saja? Sungguh miris jika itu benar terjadi. Islam mengajak kita untuk menjauhi hal-hal yang tak berguna bukan berarti Islam mengekang kita untuk tidak mendapat hiburan sehingga terlihat tidak up to date. Akan tetapi, Islam sedang menjaga kita supaya kita bisa fokus menghasilkan karya-karya besar hingga kita bisa menebar manfaat untuk ummat.

Wahai pemuda muslim! Bangkitlah! Ayo bergerak, jika tidak dimulai dari detik ini, kapan lagi? Dan jika bukan kamu penggerak kebangkitan ini, siapa lagi?

Post a Comment

Previous Post Next Post