Corona Mendunia, Islam Punya Solusinya?

Oleh : Susi Firdausa S.Hut 
Manager Firdausa Corner

Beberapa waktu terakhir ini dunia digemparkan oleh kejadian luar biasa yang mengakibatkan puluhan manusia meregang nyawa dan ribuan lainnya terinfeksi. Coronavirus atau Novel 201 Coronavirus (2019-nCoV), disingkat Corona, adalah penyebabnya. Virus corona sebetulnya adalah virus umum yang kebanyakan tidak berbahaya. Virus ini menginfeksi hidung, sinus, dan tenggorokan bagian atas. Meskipun begitu, infeksi beberapa jenis virus corona bisa berdampak serius hingga mengantarkan pada kematian. 

Sebagaimana diberitakan cnbcindonesia.com, virus yang biasanya menyerang paru-paru ini menjadi viral sejak awal Januari lalu, menyebar di wilayah Wuhan, China. Virus kemudian menyebar ke wilayah China lainnya, bahkan meluas hingga ke beberapa negara. Hari ini (28/1/2020), Jerman mengkonfirmasi kasus pertama yang menimpa warganya, seorang pria yang berasal dari Starnberg, kota yang berjarak sekitar 30 kilometer dari selatan Munich. Jerman menjadi negara ke-16 yang melaporkan kasus coronavirus yang mematikan di seluruh dunia dan menjadi negara kedua yang melaporkan kasus ini di Eropa, setelah Perancis.

Sebelumnya, virus itu telah menjangkiti Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Thailand, Australia, Nepal, Vietnam, Malaysia, Kanada, Kamboja dan Sri Lanka. Selain negara-negara itu, wilayah milik China yang ada di luar China daratan, yaitu Hong Kong dan Makau, juga telah melaporkan kasus infeksi corona virus.

Diberitakan bahwa jumlah korban meninggal akibat wabah yang mirip Server Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) ini telah mencapai 106 orang pada Selasa, 28/1/2020. Sedangkan jumlah pasien di dunia yang terinfeksi telah mencapai 4.515 orang. (KOMPAS.com). Dunia pun dibuat gempar sehingga masing-masing negara meningkatkan kewaspadaan dengan berbagai kebijakan dan persiapan dalam menghadapi virus ini.

Menghadapi penyebaran virus yang telah merenggut puluhan nyawa ini, reaksi berbagai negara pun tidak sama. Jepang misalnya, pemerintah negeri Matahari Terbit itu telah mengeluarkan warning travelling ke China bagi warganya, bahkan hingga ke level empat yang mendesak warga Jepang agar tidak melakukan perjalanan ke daerah tersebut, sementara mereka yang telah berada di Wuhan akan dievakuasi. Hongkong juga telah menunda penjualan tiket kereta cepat dengan tujuan Wuhan. Penumpang yang memiliki tiket yang masih berlaku dapat mengembalikannya dan akan diganti uang secara penuh. China sendiri saat ini telah mengisolasi kota berpenduduk sekitar 11 juta orang itu demi mencegah penyebaran virus lebih jauh. Adapun Rusia, saat ini sedang mengembangkan vaksin untuk menghentikan kekuatan corona.Pengawasan kesehatan dan karantina di semua gerbang kedatangan di negara itu pun diperkuat. Sementara negara besar seperti Amerika Serikat dan Inggris juga telah melakukan screening lebih ketat terhadap siapa saja yang datang dari China.

Indonesia sendiri hingga saat ini (28/1/2020) baru mengeluarkan larangan penerbangan dari atau ke Wuhan, China. Sementara penerbangan dari atau ke kota lain di negeri tirai bambu itu masih terus berjalan seperti biasanya. 

Sebagian pihak di tanah air pun mendesak dikeluarkannya larangan warga China untuk memasuki wilayah Indonesia. Namun pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana malah berpendapat sebaliknya. Ia mengatakan  jika pemerintah melarang warga China masuk Indonesia, akan berpotensi melanggar HAM. (lintasterkini.com). 

Sementara itu, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Bandara Soekarno-Hatta, dr. Anas Ma’aruf mengatakan bahwa Indonesia tidak melakukan restriksi, pembatasan perjalanan orang, karena bisnis bisa merugi dan ekonomi bisa terhenti jika hal tersebut dilakukan. (Harianjogja.com, 23/1/2020). Hanya demi kepentingan bisnis, warga negara asal virus itu berasal tetap bisa keluar masuk dengan bebas di negeri ini. Mengabaikan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan total untuk rakyatnya.

Islam Punya Solusi
Sebagai agama syamil wa kamil yang diturunkan oleh Pencipta dunia ini, termasuk di dalamnya adalah virus corona yang menjadi topik tulisan ini, tentu saja Islam mempunyai solusi dalam menghadapi situasi mencekam ini.

Pertama, dalam hal kebijakan kesehatan, Islam akan memperhatikan terealisasinya beberapa prinsip. Pertama: pola baku sikap dan perilaku sehat. Kedua: Lingkungan sehat dan kondusif. Ketiga: pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Keempat: kontrol efektif terhadap patologi sosial. Pembangunan kesehatan tersebut meliputi keseimbangan aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif ditujukan untuk mendorong sikap dan perilaku sehat. Preventif diprioritaskan pada pencegahan perilaku distortif dan munculnya gangguan kesehatan. Kuratif ditujukan untuk menanggulangi kondisi patologis akibat penyimpangan perilaku dan munculnya gangguan kesehatan. Rehabilitatif diarahkan agar predikat sebagai makhluk bermartabat tetap melekat.

Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan kepribadian Islam itu sendiri.  Dalam hal ini, keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan. 

Islam memiliki perhatian besar  pada kebersihan dan sanitasi seperti yang dibahas dalam hukum-hukum thaharah.   

Islam juga memperhatikan pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan seperti perintah untuk memakan makanan halal dan thayyib (bergizi), larangan atas makanan berbahaya, perintah tidak berlebihan dalam makan, makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, mengisi perut dengan 1/3 makanan, 1/3 air dan 1/3 udara, termasuk kaitannya dengan syariah puasa baik wajib maupun sunah. Islam juga menganjurkan olah raga dan sikap hidup aktif. 

Jadi, menumbuhkan pola baku sikap dan perilaku sehat tidak lain adalah dengan membina kepribadian Islam dan ketakwaan masyarakat. Tentu hal itu bukan hanya menjadi domain kesehatan tetapi menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat umumnya.

Kebijakan kesehatan dalam Islam juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif.  Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian, dsb.  Hal itu sudah diisyaratkan dalam berbagai hadis, seperti:

“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Maha Bersih dan mencintai kebersihan, Maha Mulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu, bersihkanlah rumah dan halaman kalian, dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi.” (HR at-Tirmidzi dan Abu Ya’la).
“Jauhilah tiga hal yang dilaknat, yaitu buang air dan kotoran di sumber/saluran air, di pinggir atau tengah jalan dan di tempat berteduh.” (HR Abu Dawud).

Di samping itu juga terdapat larangan membangun rumah yang menghalangi lubang masuk udara rumah tetangga, larangan membuang sesuatu yang berbahaya ke jalan sekaligus perintah menghilangkannya meski hanya berupa duri.

Beberapa hadis ini dan yang lain jelas mengisyaratkan disyariatkannya pengelolaan sampah dan limbah yang baik, tata kelola drainasi dan sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan, dan pengelolaan tata kota yang higienis, nyaman sekaligus asri.  Tentu saja itu hanya bisa direalisasikan melalui negara, bukan hanya melibatkan departemen kesehatan, tetapi juga departemen-departemen lainnya.  Tata kota, sistem drainase dan sanitasi kota kaum Muslim dulu seperti Baghdad, Samara, Kordoba, dsb telah memenuhi kriteria itu dan menjadi model bagi tata kota seperti London, kota-kota di Perancis dan kota-kota lain di Eropa.
Kedua, terkait dengan penanganan wabah penyakit di dalam negara, maka Islam memiliki seperangkat aturan untuk menyelesaikannya. 

Rasulullah bersabda, "Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kelian meninggalkan tempat itu." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Ini merupakan metode karantina yang telah diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mencegah wabah penyakit menjalar ke negara-negara lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Nabi Muhammad SAW mendirikan tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah dan menjanjikan bahwa mereka yang bersabar dan tinggal akan mendapatkan pahala sebagai mujahid di jalan Allah, sedangkan mereka yang melarikan diri dari daerah tersebut diancam malapetaka dan kebinasaan. 

Hal yang sama dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ketika wabah kolera menyerang Negeri Syam. Khalifah Umar bersama rombongan yang saat itu dalam perjalanan menuju Syam, terpaksa menghentikan perjalanannya. Umar pun meminta pendapat kaum muhajirin dan kaum anshar untuk memilih melanjutkan perjalanan atau kembali ke Madinah. Sebagian dari mereka berpendapat untuk tetap melanjutkan perjalanan dan sebagian lagi berpendapat untuk membatalkan perjalanan. Umar pun kemudian memutuskan untuk kembali ke Madinah setelah meminta pendapat yang lain.

Di sisi lain, para tenaga medis yang berada di daerah terkena wabah akan melakukan tugas sebaik-baiknya tanpa sedikit pun mengeluh dan mengkhawatirkan keadaannya. Itu semata-mata karena keyakinan yang tinggi terhadap qodlo Allah SWT dan tawakkal kepada-Nya. Bahwa tidak akan menimpa sesuatu pun kepadanya selama Allah SWT tidak menghendaki hal itu terjadi. Profesionalitas tinggi yang dibalut keimanan yang kuat pada diri mereka. Hanya dalam Islam hal seperti ini bisa diwujudkan. 
Wallahu ‘alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post