BPJS DAN PANDANGAN ISLAM TERHADAP ASURANSI KESEHATAN

Oleh: Wini Oktavia Fitri (Mahasiswi Unram)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan adalah lembaga gagal. Gagal menjamin hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sejatinya ditanggung oleh negara. Akhir-akhir ini marak terjadi kenaikan premi BPJS. Pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019. Presiden Indonesia, Joko Widodo, menandatangani perpres tersebut, yang sebelumnya merupakan perubahan dari Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan Kesehatan sebesar 100% pada kamis (24/10/2019). Adapun kenaikan tersebut mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020.
Dalam pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayarkan sebesar Rp 42.000 perbulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 perbulan untuk kelas II, sebesar Rp 160.000 perbulan untuk kelas I. Untuk kelas mandiri akan berlaku di 1 Januari 2020, dengan penyesuaian sebagaimana dalam perpres dimaksud. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas III dai Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
BPJS Kesehatan bukanlah sebagai jaminan kesehatan. Tetapi, sebagai asuransi kesehatan. Kenaikan premi BPJS diklaim untuk menutupi defisit keuangan yang ada di BPJS. Pihak BPJS menyebutkan bahwa pangkal permasalahan keuangan di tubuh BPJS kesehatan adalah karena adanya ketidaksesuaian antara jumlah pembayaran pengguna dan uang yang dikeluarkan BPJS kesehatan.
Nah, pertanyaan yang membingungkan bagi khalayak yang patut dipertanyakan ialah, kemana dana yang dikumpulkan dari para anggota BPJS perbulannya? yang tidak hanya satu provinsi bahkan didalam Undang-undang BPJS dituliskan bahwa semua warga negara wajib mendarftarkan diri sebagai anggota BPJS.  Kebijakan BPJS telah memposisikan hak sosial rakyat berubah menjadi komoditas bisnis (syirkah). Pemerintah dengan sengaja membuat aturan untuk mengeksploitasi rakyatnya sendiri demi keuntungan pengelola asuransi. Rakyat harus membayar premi. Artinya, rakyat melindungi diri mereka sendiri.
Metode yang diadopsi oleh BPJS adalah metode proaktif; jenis tindakan, obat dan bahan habis pakai untuk suatu penyakit telah ditetapkannya tarifnya dalam bentuk paket. Paket-paket tersebut dikompilasi dalam perangkat lunak yang disebut Indonesian Case Base Groups (INA-CBG’s). Implementasi INA-CBG’s sendiri didanai oleh Australian Agency for International Development (AusAID). Metode ini dianggap efisien dibandingkan dengan metode lainnya. Metode ini membuat pelayanan kesehatan menjadi fleksibel, pelayanan yang diberikan kepada para anggota menjadi terbatas. Oleh karena itu, Dokter dituntut untuk menyesuaikan pelayanan kesehatan dan obat sesuai dengan paket yang ditetapkan dalam software tersebut.
Berbagai jenis asuransi asalnya haram. Baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi dagang, asuransi akan barang mewah, dan asuransi kecelakaan. Asuransi menjadi bermasalah karena didalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan atau spekulasi tinggi).  Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Rasulullah SAW telah melarang jual beli yang mengandung ghoror. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Disini berarti ada spekulasi besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi. Suatu waktu mereka juga bisa rugi karena banyak terjadi accident. Allah swt melarang judi berdasarkan keumuman ayat.
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adaalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (GS. AL-Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.
Asuransi mengandung unsur  riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil dan bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi.
Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan masyarakat yang pelayannanya dijamin oleh negara. Layanan kesehatan dalam daulah Islam diberikan secara gratis kepada setiap rakyat, bahkan rakyat yang sakit diberikan kompensasi sebagai ganti rugi yang diberikan Khilafah selama rakyatnya sakit. Karena pada kondisi sakit, tidak bekerja untuk menafkahi keluarganya. Khilafah dalam mengatur urusan rakyatnya adalah melayani dan bertanggungjawab sepenuhnya. Khilafah tidak akan mengeksploitasi atau menempatkan rakyatnya sebagai “pasar” untuk barang dan jasa. menjamin kesehatan bagi rakyatnya.
Rakyat negeri ini hanya akan mendapatkan pelayanan terbaik jika urusan mereka diatur dengan aturan terbaik. Tidak ada aturan yang terbaik dibandingkan dengan syariah Islam. Syariah Islam hanya bisa diterapkan secara kaffah dalam sistem pemerintahan yang tegak diatas akidah Islam. Sistem pemerintahan tersebut adalah Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Bukan demokrasi-sekuler yang jelas-jelas memusuhi formalisasi syariah Islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post