Benarkah Guru Honorer Membebani Negara?

Oleh : Siti Hajar, S.Pd. SD

Sudah jatuh tertimpa tangga begitulah nasib para Guru honorer sekarang. Setelah sekian lama mengabdi bahkan berpuluh-puluh tahun lamanya bekerja dengan penuh dedikasi untuk mendidik dan membimbing serta menghantarkan anak-anak didiknya meraih kesuksesan. Mimpi mereka hanyalah satu karena itulah mereka terus bertahan meski mereka mengajar secara tulus namun tetap terbesit di dalam dada yaitu ingin diangkat menjadi pegawai negeri sipil agar kehidupan yang layak dan sejahtera dapat mereka nikmati dan mendapatkan jaminan di hari tua dengan dana pensiun yang memadai. Kini impian dan harapan itu pupus sudah, terkubur bersama kebijakan pemerintah melalui Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang telah bersepakat untuk menghapus status guru honorer dan memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) (cnbindonesia.com). Pemerintah pun mengimbau kepada seluruh pejabat negara untuk tidak lagi merekrut tenaga honorer.

Penghapusan status pegawai honorer ini tentu menimbulkan berbagai macam persoalan bagi dunia pendidikan. Saat ini saja tenaga honorer di lingkungan pemerintahan masih tersisa sekitar 438.590 orang dimana hampir sebagian besar tenaga kependidikan yang menjadi pendidik di negeri ini lebih banyak dominasi oleh para pegawai yang berstatus guru honorer. Sehingga negara membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menggaji mereka. Maka hal inilah yang dikeluhkan oleh Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo yang menceritakan anggaran pemerintah pusat sangat terbebani dengan kehadiran para tenaga honorer ini. Pasalnya, setiap kegiatan rekrutmen tenaga honorer tidak diimbangi dengan perencanaan penganggaran yang baik (detikfinance.com).

Solusi pengangkatan pegawai dengan sistem tes CPNS yang selama ini berjalan di nilai tidak efektif selain jumlah rekrutan yang minim, tidak merata sesuai kebutuhan tetapi juga menghambat para guru honorer yang telah lama mengabdi untuk terjaring menjadi pegawai negri sipil karena adanya aturan batasan usia untuk ikut seleksi test CPNS. Sebenarnya dari awal, pemerintah melakukan perekrutan tenaga honorer  sebagai upaya untuk mengurangi pengangguran sekaligus pemerintah mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah (sesuai budget Negara). Jadi tidak ada ketulusan pemerintah untuk mengangkat dan mensejahterahkan para guru honorer selain dijadikan ajang kapitalisasi.

Mengapa rezim sekuler menghapus status guru honorer?

Bukan rahasia umum bahwa saat ini negara sedang mengalami krisis finansial yang sangat parah. Sehingga negara tidak memiliki cukup dana untuk menggaji para guru honorer apalagi mengangkat mereka menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Jika pun digaji maka guru honorer ini digaji dengan gaji yang sangat rendah dan jauh dari kelayakan. Tentu hal ini menimbulkan kecemburuan dan diskriminasi. Karena bagaimana bisa guru dengan tugas yang sama namun mendapatkan gaji yang berbeda hanya karena berbeda status PNS dan bukan PNS?

Ketiadaan dana pemerintah juga disebabkan karena sumber daya alamnya seperti tambang emas, batu bara, minyak bumi dan kekayaan lainnya tidak dikelola oleh negara tetapi justru dikelola oleh asing atau pun swasta sehingga pemerintah tidak memiliki pendapatan yang memadai untuk menggaji para guru karena sumber keuangan negara selama ini hanya berasal dari pajak yang ditarik dari keuangan rakyat yang tidak seberapa bila dibandingkan pengelolaan negara terhadap sumber daya alam secara mandiri. Situasi ini berawal  dari paradigma negara yang salah dalam mengadopsi sistem ekonomi liberal dan kapitalis dimana fungsi negara tidak lagi menjadi khadim atau pelayan bagi rakyatnya. Negara menjadikan pendidikan sebagai barang komersial. Yang menjual pelayanan publik untuk meraih keuntungan. Biaya yang dikeluarkan pun dianggap sebagai modal yang harus kembali dalam bentuk keuntungan. Hitung-hitungan bisnis inilah yang menghalangi totalitas negara dalam melayani pendidikan bagi rakyatnya. Inilah kenyataan hidup dalam negara yang tidak menerapkan hukum islam dalam tatanan kehidupannya. Negara akhirnya gagal mewujudkan kesejahteraan hidup para guru dan gagal memberikan pelayanan pendidikan bagi rakyatnya.

Islam Memuliakan Guru

Dalam islam pendidikan adalah kebutuhan pokok masyarakat. Pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Negara akan berupaya untuk mewujudkan pendidikan yang terbaik sebab pendidikan menjadi kunci diraihnya kemajuan. Negara bertanggung jawab penuh untuk memenuhi semua kebutuhan para Guru baik sandang, pangan dan papannya. Profesi guru adalah profesi yang bergengsi dan sangat mulia. Islam menempatkan profesi guru sebagai pegawai yang dijamin kehidupannya tanpa mengenal statusnya sebagai Guru PNS atau Guru NON PNS. Islam tidak menerapkan mekanisme administrasi rumit yang menyulitkan guru dalam mendidik murid-muridnya. Tidak ada janji-janji manis kenaikan pangkat atau pun jabatan, janji kenaikan upah yang merupakan bualan semata. Tidak ada istilah guru yang tinggal di tempat yang tidak layak seperti toilet sekolah atau murid yang harus belajar di sekolah yang tidak memadai seperti kolong jembatan dan tempat-tempat kumuh lainnya. Dan tidak ada guru yang bekerja sambilan untuk menjadi tukang sampah, tukang bubur, tukang batu dan sederet cerita pilu nasib guru honorer lainnya. Islam benar-benar akan memuliakan dan menyejahterakan para guru.

Dalam islam Guru mengajar karena dorongannya untuk mendidik. Karena mereka diberikan gaji dalam jumlah yang sangat cukup sehingga para guru akan fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Mereka tidak lagi sibuk mencari pemasukan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khaththab, dimana seorang Guru digaji sebesar 15 Dinar atau seberat 63,85 gram emas. Jika berat emas 1 gram dihargai Rp 500 ribu lalu dikonversikan ke dalam mata uang rupiah maka gaji guru sebesar 32 juta perbulannya. Maka wajar para guru-guru pada saat itu sangat bersemangat untuk mengajar dan mendidik murid-muridnya sehingga lahirlah para ilmuwan-ilmuwan hebat sekelas Imam Syafi'i, Al Biruni dan lainnya. 

Untuk dapat meraih kemulian dan kesejahteraan guru serta majunya sistem pendidikan yang melahirkan generasi-generasi hebat nan gemilang dan bertakwa kepada Allah swt hanya bisa diraih bila sistem islam diterapkan dalam naungan negara daulah khilafah islamiyah ala min hajjinnubuwwah.

Wallahu 'alam bishowwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post